Salah satu impian terbesar seorang Muslim adalah dapat menghadirkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpinya. Mengingat ada salah satu janji yang disebutkan dalam hadits:
مَنْ رَآنِي فِي المَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي اليَقَظَةِ، وَلاَ يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِي
“Barang siapa melihatku di dalam mimpi maka ia akan bertemu denganku dalam keadaan terjaga dan setan tidak dapat menyerupaiku” (HR al-Bukhari)
Menurut Syekh Hasan Muhammad Syaddad, hadits di atas menegaskan bahwa orang yang bermimpi bertemu Nabi, maka mimpinya adalah mimpi yang benar, bukan mimpi yang sebatas khayalan atau mimpi yang berasal dari bisikan setan. Dalam kitab Kaifiyah al-Wushul li Ru’yati Sayyidina ar-Rasul beliau menjelaskan:
ومعنى الأحاديث أنّ رؤياه صلّى الله عليه وآله وسلّم صحيحة وليست بأضغاث أحلام ولا من تشبيهات الشيطان
“Makna hadits di atas: sesungguhnya mimpi bertemu Nabi adalah mimpi yang benar, bukan mimpi yang sia-sia dan juga bukan hasil penyerupaan setan,” (Syekh Hasan Muhammad Syaddad, Kaifiyah al-Wushul li Ru’yati Sayyidina ar-Rasul, hal. 21)
Maka dapat disimpulkan bahwa orang yang mimpi bertemu Nabi tidak dapat disepelekan, karena mimpinya adalah mimpi yang benar secara syara’. Bahkan hadits di atas juga menegaskan tentang kesamaan antara bentuk Nabi yang tampak dalam mimpi dengan melihat Nabi secara langsung dalam kondisi terjaga. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh ulama hadits kenamaan, Syekh Ibnu Hajar al-‘Asqalani:
وَمَعْنَاهُ أَنَّهُ لَوْ رَآهُ فِي الْيَقَظَةِ لَطَابَقَ مَا رَآهُ فِي الْمَنَامِ فَيَكُونُ الْأَوَّلُ حَقًّا وَحَقِيقَةً وَالثَّانِي حَقًّا وَتَمْثِيلًا
“Maksud dari hadits di atas bahwa jika seseorang bertemu Nabi dalam keadaan terjaga, tentu akan sama dengan apa yang ia lihat dalam mimpi di tidurnya. Maka yang awal (melihat Nabi dalam keadaan terjaga) adalah benar dan nyata dan yang kedua (melihat Nabi dalam mimpi) adalah benar dan merupakan sebuah perumpamaan,” (Syekh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari, juz 12. hal. 384).
Namun meski demikian, menurut sebagian ulama setiap orang yang bermimpi bertemu Nabi Muhammad akan tampak pada mereka bentuk Nabi Muhammad dengan bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat keistiqamahannya dalam menjalankan syariat. Semakin seseorang istiqamah dalam menjalankan kewajiban dan kesunnahan maka semakin tampak padanya bentuk Nabi Muhammad dalam kepribadian yang teramat mulia. Sebaliknya, semakin rendah seseorang dalam keistiqamahan menjalankan kewajiban dan kesunnahan maka semakin tampak padanya bentuk Nabi Muhammad dalam kepribadian yang ‘kurang’ menyeluruh seperti yang disifati dalam beberapa kitab yang menjelaskan tentang kepribadian Nabi Muhammad. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam referensi berikut:
اعلم أنّ من وفقه الله تعالى وأكرمه برؤية رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم فإنّه قد يراه على أشكال كثيرة. وهذا يعود إلى أحوال الرائي لتغير حاله فى الإستقامة وفى مخافة الله وبأداء الفرائض على الوجه الصحيح. وكلّما حسنت أفعال الرائي حسنت له صورته له. قد يراه صلى الله عليه وسلم كما هو موصوف فى الشمائل – قد يراه البعض بنقصان بعض شمائله الشريفة. وهذا راجع إلى أحوال الرائي لتغير أحواله فى الإستقامة. فإنّه صلّى الله عليه وسلم كالمرآة
“Ketahuilah bahwa orang yang diberi pertolongan dan kemuliaan oleh Allah dengan mampu melihat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam mimpi) maka ia akan melihat Nabi dalam bentuk yang banyak. Perbedaan bentuk ini berdasarkan keadaan orang yang bermimpi dalam keistiqamahan, rasa takut kepada Allah, dan kesesuaian pelaksanaan kefardhuannya dengan tuntunan yang benar. Semakin baik perbuatan orang yang bermimpi, semakin baik pula bentuk Nabi Muhammad yang tampak pada dirinya. Terkadang seseorang melihat Nabi Muhammad dalam mimpinya sama seperti yang disifati dalam syama’il (kepribadian Nabi) namun terkadang pula sebagian orang melihat Nabi Muhammad dalam mimpinya dengan keadaan kurangnya sebagian syamail Nabi yang mulia. Hal ini kembali pada tingkah laku orang yang bermimpi karena pasang-surutnya dalam keistiqamahannya. Sesungguhnya Nabi (yang tampak dalam mimpi) layaknya seperti cermin (bagi orang yang bermimpi)” (Syekh Hasan Muhammad Syaddad, Kaifiyah al-Wushul li ru’yati sayyidina ar-Rasul, hal. 24).
Hadits di atas juga menegaskan jaminan bagi orang yang bermimpi bertemu Nabi bahwa ia akan melihat Nabi Muhammad dalam keadaan terjaga. Menurut Ibnu Hajar al-Haitami mayoritas orang awam yang bermimpi bertemu Nabi akan tampak padanya Nabi Muhammad secara nyata padanya di akhir hayatnya, tepatnya saat sakaratul maut. Sedangkan bagi selain orang awam (khawwash) Nabi Muhammad akan tampak padanya secara nyata kapan pun sebelum mendekati kematiannya. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab Fatawa al-Haditsiyah:
ومراده بعموم ذلك وقوع رؤية اليقظة الموعود بها لمن رآه في النوم ولو مرة واحدة تحقيقا لوعده الشريف الذي لا يخلف وأكثر ما يقع ذلك للعامة قبل الموت عند الاحتضار فلا تخرج روحه من جسده حتى يراه وفاء بوعده وأما غيرهم فيحصل لهم ذلك قبل ذلك بقلة أو بكثرة بحسب تأهلهم وتعلقهم واتباعهم للسنة إذ الإخلال بها مانع كبير
“Maksud dari hadits tentang mimpi bertemu Nabi di atas secara umum adalah mungkin terjadi melihat Nabi dalam keadaan terjaga yang dijanjikan bagi orang yang melihat Nabi dalam mimpi, meski hanya sekali. Hal ini sebagai wujud pembenaran terhadapa janji mulia Nabi Muhammad yang tidak akan diingkari. Bagi orang awam, bertemu Nabi Muhammad dalam keadaan terjaga seringkali terjadi saat sebelum kematiannya, tepatnya saat sedang sekarat. Maka ruhnya tidak akan keluar dari jasadnya sampai dia melihat Nabi Muhammad sebagai bukti janji Nabi yang ditepati. Sedangkan bagi selain orang awam, bertemu Nabi dalam keadaan terjaga bisa terjadi sebelum kematian dan sekaratnya, baik dalam jeda waktu yang sedikit ataupun lama, dengan mempertimbangkan kedekatan, ketergantungannya pada Nabi dan ketekunannya mengikuti sunnah Nabi, sebab tidak mengikuti sunnah Nabi adalah penghalang utama (untuk bertemu Nabi)” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Fatawa al-Haditsiyah, hal. 212).
Pandangan tentang jaminan melihat Nabi Muhammad di dunia dalam keadaan terjaga bagi orang yang bermimpi melihat Nabi juga dibenarkan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani. Menurutnya, pendapat ulama yang mengatakan bahwa “melihat Nabi secara langsung hanya bisa dilakukan bagi orang mukmin di akhirat” adalah pendapat yang tertolak, sebab di akhirat semua orang mukmin, baik yang di dunia bermimpi melihat Nabi ataupun tidak, dapat melihat secara nyata Nabi Muhammad, bahkan orang non-Muslim pun dapat melihat Nabi Muhammad saat di akhirat nanti, agar mereka tahu keagungan dan kemuliaan Nabi Muhammad yang sebenarnya (Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani, adz-Dzakha’ir al-Muhammadiyyah, hal. 77).
Walhasil, orang yang bermimpi bertemu Nabi Muhammad maka baginya terdapat tiga ketetapan. Pertama, mimpinya adalah mimpi yang benar secara syara’, bukan mimpi yang berdasarkan khayalan ataupun bisikan setan. Kedua, apa yang dilihat dalam mimpi betul-betul merupakan wujud Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketiga, jaminan baginya bahwa ia nantinya akan bertemu dengan Nabi Muhammad dalam keadaan terjaga saat di dunia. Semoga kita semua diberi anugerah oleh Allah untuk bisa bermimpi bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dikumpulkan di surga bersamanya. Amin allahumma amin. []
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Anggota Dewan Komisi Fatwa MUI Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar