Tragedi Yaman (2)
Oleh: Azyumardi Azra
Tragedi Yaman. Inilah negeri yang tampaknya sulit menemukan kedamaian dalam banyak episode sejarahnya. Konflik dan perang dari waktu ke waktu melanda negeri. Ini faktor pendorong (push factor) yang membuat warga Yaman ramai-ramai meninggalkan negeri.
Sebagian besar wilayah Yaman adalah padang pasir dan perbukitan kering kerontang di ujung selatan Semenanjung Arabia. Ini faktor pendorong lain yang membuat banyak warga Yaman pergi ke diaspora mancanegara.
Perang saudara yang masih berlangsung dengan intervensi koalisi militer negara-negara Arab pimpinan Arab Saudi adalah salah satu episode terpahit sejarah Yaman. Penderitaan kemanusiaan tampak belum bakal berakhir.
Belum ada tanda perdamaian di antara faksi-faksi, juga belum ada indikasi kekuatan militer pimpinan Saudi segera meninggalkan Yaman. Perang saudara di Yaman sekarang bermula dari gagalnya transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi dalam ‘Arab Spring’ 2011.
Dalam ‘Musim Semi Arab’, Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh yang berkuasa lebih 30 tahun tergusur. Belakangan, Ali bekerja sama dengan kaum Houtsi atau Hautsi (jamak, ‘al-Hutsiyyun’) dalam upaya kembali berkuasa.
Gerakan kaum atau kabilah Houtsi, penganut Syiah Zaidiyah, terbentuk sejak 1990-an di Yaman Utara. Nama resmi paramiliter Houtsi adalah Ansharullah yang pertama kali muncul di Sa’ada, Yaman Utara.
Kaum Hautsi punya hubungan rumit dengan kaum Suni Yaman; kadang-kadang mereka menjadi kelompok pembangkang penguasa Suni; tapi pada waktu lain mereka menjadi pendukung penting kekuasaan.
Kaum Houtsi terlibat aktif dalam ‘Revolusi Yaman’ dengan aksi unjuk rasa besar-besaran dan bekerja sama dengan berbagai kelompok militan revolusioner lain, termasuk dari kalangan Suni. Pada 2014, kaum Houtsi memperbaiki hubungan dengan mantan presiden Ali Abdullah Saleh.
Berkat persekutuan ini, pada 2015 Houtsi berhasil mengambil alih kekuasaan di Ibu Kota Sana’a dari Presiden Abdurrabuh Mansur Hadi. Dia sampai sekarang masih diakui sebagian warga Yaman dan dibela Arab Saudi dan koalisi militernya.
Meski terus diserang koalisi militer Saudi, Houtsi militan masih menguasai Sana’a dan wilayah Yaman Utara lainnya.
Abdurrabuh, mantan militer, menjabat wakil presiden pada masa Presiden Ali Abdullah Saleh, diangkat menjadi presiden pada 2012 menggantikan Ali Abdullah Saleh. Ketika Abdurrabuh dijatuhkan Houtsi, dia menjadi tahanan rumah di Sana’a.
Namun, Abdurrabuh berhasil melarikan diri ke Aden, Yaman Selatan. Dia pergi ke ‘pengasingan’ di Arab Saudi. Abdurrabuh kembali ke Aden pada 2015, bersamaan dengan mulainya serangan koalisi militer Saudi ke wilayah Yaman yang dikuasai Houtsi.
Tragedi dan kekacauan Yaman tidak hanya sampai di situ. Selain perang di antara kaum Houtsi dengan pemerintah Abdurrabuh yang didukung koalisi militer Saudi, masih ada front ketiga berbagai kelompok militan yang berafiliasi dengan Alqaidah dan ISIS.
Kelompok-kelompok pro-Alqaidah mempunyai sejarah panjang di Yaman. Mereka sudah berkecambah sejak akhir 1990-an.
Mereka juga menjadi target Amerika Serikat (AS) dalam ‘Perang Global Melawan Teror’ sejak 2001, pasca-‘Nine Eleven’ (11 September 2001) di World Trade Center, New York; markas Pentagon, Virginia; dan Pennsylvania.
Pemerintah Yaman dengan dukungan militer AS melancarkan serangan intensif terhadap militan Al Qaeda. Pada 2016, AS melancarkan 35 serangan udara dan pada 2017 sekitar 130 serangan udara.
AS juga mengirim tim militer untuk memberi saran pada koalisi militer Saudi tentang cara menghancurkan kekuatan Al Qaeda dan sel-sel militan lain.
Namun, Pemerintah Yaman, AS, dan Inggris gagal menamatkan perlawanan berbagai kelompok Al Qaeda. Malah pimpinan Alqaidah memaklumkan berdirinya Keamiran Abyan menggantikan Provinsi Abyan.
Eskalasi kaum militan juga terus meningkat dengan berkecambahnya kelompok-kelompok pro-ISIS. Ada pula kelompok separatis yang beroperasi di Yaman Selatan.
Dengan konflik berkepanjangan antara berbagai kabilah, faksi, dan kelompok dengan campur tangan militer asing, mengorbankan lebih 233 ribu nyawa.
Selain itu, menghancurkan banyak infrastruktur, fasilitas umum, dan permukiman sekitar 24 juta warga Yaman (dari sekitar 30 juta total penduduk). Mereka memerlukan bantuan mendesak. Lebih dari empat juta orang menjadi pengungsi.
Tragedi Yaman. Sangat urgen langkah penyelamatan kemanusiaan dan peradaban yang tersisa di Yaman. []
REPUBLIKA, 17 Juni 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar