Mengantisipasi Keadaan Terburuk dengan Memperkuat Kebersamaan
Oleh: Bambang Soesatyo
Eskalasi krisis kesehatan atau pandemi COVID-19 yang menghadirkan banyak fakta dan kisah memilukan hendaknya menggugah semua elemen masyarakat untuk lebih mengedepankan kebersamaan guna mengantisipasi keadaan terburuk. Kebersamaan akan membangkitkan semangat gotong royong dan peduli pada mereka yang butuh pertolongan.
Di tengah durasi pandemi yang tidak berkepastian sekarang ini, semua orang tentu berharap keadaan akan segera membaik. Namun, dalam konteks merespons pandemi COVID-19 dengan segala akibatnya saat ini, sejumlah indikator menunjukkan situasinya belum bertambah baik. Bahkan, sebaliknya, sejumlah indikator itu justru memberi gambaran bahwa pandemi ini sedang menuju skenario atau situasi terburuk.
Karena alasan itu pula, pemerintah dalam kapasitasnya sebagai regulator
memberlakukan PPKM darurat di Jawa-Bali, plus 15 kabupaten/kota lainnya.
Siang-malam para petugas dari berbagai unsur berupaya mengendalikan dan
membatasi mobilitas masyarakat. Mengendalikan pergerakan banyak orang di tengah
pandemi jelas bukan pekerjaan mudah, sehingga tak jarang menerima penolakan
atau perlawanan dari mereka yang merasa dirugikan. Semua otoritas di banyak
negara pun mengalami kesulitan serupa ketika harus mengendalikan mobilitas
masyarakat.
Sementara itu, para dokter dan tenaga medis di semua rumah sakit rujukan tak
henti menangani dan merawat pasien COVID-19. Mereka tahu pekerjaan itu sarat
risiko. Apalagi jumlah mereka terbatas. Tak hanya kelelahan, bahkan ada yang
akhirnya terpapar COVID-19 dan meninggal dunia. Kesediaan para dokter dan
tenaga medis melaksanakan tugas sarat risiko itu patut disyukuri, dan kematian
mereka layak diratapi.
Semua upaya dan pendekatan itu mencerminkan kerja keras para dokter dan tenaga
medis bersama pemerintah untuk mengakhiri pandemi sekarang ini. Boleh jadi
semua upaya itu belum sempurna betul, sehingga kritik dan masukan dari berbagai
pihak pun amat dibutuhkan.Tentu saja kritik yang membangun dan solutif, bukan
sekadar nyinyir dengan mengembuskan ungkapan-ungkapan yang cenderung
melecehkan. Kritik asal bunyi dan tidak proporsional cenderung mengecewakan
para dokter, tenaga medis, dan semua petugas di lapangan.
Seperti dilaporkan dari berbagai daerah, pandemi saat ini seperti sedang
berproses menuju situasi terburuk. Ada sejumlah fakta dan kisah memilukan
karena beberapa pasien tak tertolong oleh karena beberapa alasan atau faktor.
Fakta maupun kisah memilukan ini idealnya menggugah semua elemen masyarakat
untuk lebih mengedepankan kebersamaan. Sebab, kebersamaan akan membangkitkan
semangat gotong royong dan peduli pada mereka yang membutuhkan pertolongan.
Gambaran tentang memburuknya situasi terbaca dari beberapa indikator. Memang,
indikator utamanya boleh saja pada lonjakan jumlah kasus baru per hari. Namun,
keadaan yang menunjukkan pandemi saat ini sedang menuju situasi terburuk
ditandai oleh tingginya BOR (bed occupancy rate) atau keterisian tempat tidur perawatan
pasien COVID-19 pada semua rumah sakit rujukan. Rumah sakit dari berbagai kota
dan kabupaten juga melaporkan stok oksigen yang terus menipis. Banyak rumah
sakit juga kekurangan ventilator dan peralatan lain yang dibutuhkan untuk
merawat pasien.
Faktor lain yang tak kalah penting untuk diwaspadai adalah kemampuan dokter dan
tenaga medis. Tidak hanya kewalahan, mereka pun mulai kelelahan. Ketika jumlah
kasus COVID-19 mencatat lonjakan tajam seperti akhir-akhir ini, gambaran yang
mengemuka adalah ketidakseimbangan total pasien dengan jumlah dokter dan tenaga
medis yang terbatas. Saat rumah sakit rujukan disesaki oleh pasien COVID-19,
pemandangan yang langsung bisa dibaca adalah kurangnya tenaga dokter dan tenaga
medis untuk merawat semua pasien itu.
Dampak dari rumah sakit rujukan yang penuh oleh pasien COVID-19 seringkali
sangat fatal. Sejumlah kasus sudah memberi fakta tentang hal itu. Tak hanya
antrean panjang pasien, tetapi tak sedikit pasien yang tidak tertolong hingga
menghembuskan nafas terakhir.
Seorang pesohor yang terpapar COVID-19 harus menunggu berhari-hari untuk bisa
mendapatkan perawatan di ICU rumah sakit rujukan. Kendati sempat mendapat
perawatan, dia akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Di kelurahan Krembangan, Kapanewon Panjatan, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), warga setempat, Kamis (8/7), mendapati jenazah Sutadbi (59) yang meninggal dalam kesendirian di dalam ruko. Tetangga hanya tahu bahwa almarhum sedang menjalani isolasi mandiri (isoman). Jenazah Sutadbi diketahui warga setempat ketika mengantar makanan untuknya.
Di Bekasi, seorang tenaga kesehatan yang sedang hamil meninggal dunia juga karena terpapar COVID-19.
Ini hanya tiga contoh kasus yang menjelaskan betapa ada pasien COVID-19 yang
nyata-nyata tak tertolong karena keterbatasan fasilitas kesehatan maupun tenaga
dokter serta tenaga medis. Pasien yang tak tertolong bisa terdata di pemukiman
padat perkotaan hingga sudut-sudut desa.
Perkembangan pandemi di Jakarta pun mengkhawatirkan. Menurut Tim peneliti Fakultas
Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, 49,2 persen warga DKI Jakarta
telah terpapar Corona. Selain itu, total kematian per hari di Jakarta akibat
COVID-19 mencapai jumlah tertinggi pada Jumat (9/7), yakni 196 jiwa.
Semua orang pasti mengharapkan keadaan bisa segera membaik. Tetapi, pada saat
bersamaan, semua orang harus mau memaknai data terkini tentang pandemi, plus
fakta lain tentang keterbatasan daya tampung rumah sakit rujukan, hingga
keterbatasan jumlah dokter dan tenaga medis. Kalau tidak bijaksana menyikapi
perkembangan terkini, situasi akan bertambah buruk di hari-hari mendatang.
Sekaranglah saatnya membangun kebersamaan untuk peduli pada pandemi COVID-19.
Kebersamaan dalam arti menjaga lingkungan pemukiman masing-masing bersih dari
COVID-19. Manakala ada warga di pemukiman yang terpapar COVID-19, jangan
biarkan yang bersangkutan dalam kesendirian, melainkan dilaporkan kepada pihak
berwenang agar segera ditangani.
Semua pasien COVID-19 hendaknya mendapatkan akses untuk perawatan medis. []
DETIK, 11 Juli 2021
Bambang Soesatyo | Ketua MPR RI/Mahasiswa Program Doktoral (S3) Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar