Fiqih Islam Berbahasa Melayu Karya Syaikh
Dawud Pattani
Ini adalah halaman sampul dari kitab
“Sullamul Mubtadî fî Ma’rifah Tharîqatil-Muhtadî” karangan seorang ulama besar
Nusantara dari Kesultanan Melayu Pattani (kini Thailand Selatan), yaitu Syaikh
Dâwûd ibn ‘Abdullâh al-Fathânî (dikenal dengan Syaikh Dawud Pattanil, w. 1847
M).
Kitab “Sullamul Mubtadî” berisi kajian fiqih
Islam bagian ibadah dan mu’amalah secara lengkap dan ringkas yang ditulis dalam
bahasa Melayu beraksara Arab (Jawi). Saya mendapatkan versi cetak dari kitab
ini edisi terbitan Maktabah Musthafâ al-Bâbî al-Halabî, Kairo, dengan tahun
cetak 1354 Hijri (1935 Masehi), dengan tebal 52 halaman.
Kitab ini sangat populer keberadaannya di
kawasan Melayu Semenanjung (kini Malaysia dan Thailand Selatan), serta di
beberapa kawasan di Aceh, Palembang, Medan, dan sebagian kawasan Melayu Sumatra
lainnya. Di beberapa pesantren dan instutusi pendidikan Islam di kawasan
tersebut, kitab “Sullamul Mubtadî” masih lestari dikaji dan diajarkan hingga
saat sekarang ini.
Dalam kata pengantarnya, Syaikh Dawud Pattani
menjelaskan jika kitab ini ditulis untuk merangkum pengetahuan hukum Islam
secara ringkas. Beliau menulis;
وبعد. فهذه رسالة صغيرة الحجم كثيرة الفوائد وعظيمة المنافع
وكفاية لعوام المسلمين في معرفة ما أوجب عليهم من فروض العين. وسميتها سلم المبتدى
في معرفة طريقة المهتدي
(Maka ini adalah sebuah risalah yang kecil
ukurannya namun banyak faedahnya dan agung manfaatnya, sekaligus mencukupi bagi
orang-orang awam dari umat Muslim untuk mengetahui apa-apa yang wajib atas
mereka dari kewajiban-kewajiban agama. Aku menamakannya “Sullamul Mubtadî fî
Ma’rifah Tharîqatil Muhtadî”).
Pada halaman sampul, judul kitab ini
dilengkapi dengan sub-judul yang menegaskan jika isi kajian kitab ini
berdasarkan manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja). Tertulis di sana:
“Sullamul Mubtadî fî Ma’rifah Tharîqatil Muhtadî” … “Pada Bicara Ushûluddîn
Atas Jalan Ahlussunnah wal Jamâ’ah dan Hukum Fiqih”.
Penegasan ini tampaknya perlu disampaikan
oleh Syaikh Dawud Pattani, mengingat pada masa kitab ini ditulis, tengah muncul
sebuah aliran baru dalam sejarah pemikiran Islam, yaitu kelompok Wahhabisme
yang diprakarsai oleh Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb dari Nejd (w. 1793 M) yang
berhaluan puritan dan berseberangan dengan ulama mayoritas (sawâd a’zham) yang
berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah. Kelompok Wahhabisme tidak mengakui madzhab
fiqih dalam Islam, cenderung mengkafirkan, membid’ahkan, dan memusyrikkan
ajaran dan amalan kelompok Muslim lain yang tidak sealiran dengan mereka. Meski
demikian, kelompok ini gemar mengusung jargon kamuflatif, yaitu “ajaran Sunnah,
ajaran Salaf, ajaran Islam yang murni yang paling sesuai Alqur’an dan hadits”.
Kelompok ini pada masa-masa awal kemunculannya mendapat reaksi penolakan dari
jumhur ulama Muslim di hampir seluruh belahan dunia Islam.
Adapun isi kitab “Sullam al-Mubrtadî”, maka
ia dibagi ke dalam satu (1) bab dan enam belas (16) kitab (sub-kajian). Satu
bab tersebut mengkaji khusus tentang masalah keimanan (aqidah atau theology),
sementara ke-16 sub-kajian tersebut mencakup; (1) hukum shalat, (2) hukum
zakat, (3) hukum puasa, (4) hukum haji [nusuk], (5) hukum hewan sembelihan dan
akekah, (6) hukum jual beli, (7) hukum waris dan wasiat, (8) hukum nikah, (9)
hukum rujuk dan iddah, (10) hukum jinayat [pidana], (11) hukum hudud, (12)
hukum jihad, (13) hukum pacuan kuda dan memanah, (14) hukum sumpah dan nazar,
(15) hukum saksi dan kehakiman, dan (16) hukum membebaskan perbudakan.
Kitab “Sullam al-Muhtadî” ini kemudian
di-syarh (penjelasan dan komentar) oleh cucu sang pengarang dari jalur ibu,
yaitu Syaikh Muhammad Nûr ibn Muhammad ibn Ismâ’îl al-Fathhânî al-Makkî
(dikenal dengan Syaikh Nur Pattani, w. 1363 H/ 1943 M). Syarh tersebut berjudul
“Kifâyatul Muhtadî fî Syarhi Sullamil Mubtadî” yang ditulis di Makkah pada
tahun 1351 H/ 1932 M.
Dalam kolofon, diterangkan bahwa kitab ini diselesaikan
pada hari Senin, tanggal 13 Rajab tahun 1252 Hijri (bertepatan dengan 20
Oktober 1836 M). Melihat titimangsa ini, penulisan karya “Sullamul Mubtadî”
menjadi estafet penerus penulisan kitab fiqih Islam dalam bahasa Melayu yang
ditulis sebelumnya, yaitu “Sabîl al-Muhtadîn fî al-Tafaqquh bi Amr al-Dîn”
karangan Syaikh Muhammad Arsyad Banjar (selesai ditulis pada tahun 1193 Hijri/
1779 Masehi).
Syaikh Dawud Pattani menulis;
تله
سمفرناله مقصود فقير الى الله تعالى داود عبد الله فطاني درفد مترجمهكن رسالة
يغبرنما سلم المبتدى في بيان طريق المهتدى حامدا ومسلما على خاتم النبيين وسيد
المرسلين محمد صلى الله عليه وسلم وشرف وجد وعظم فدهاري اثنين تيك بلس هاري بولن
شوال الاصم فد هجرة نبي عليه أفضل الصلاة وأزكي التسليم سريب دوراتس ليم فوله دوا
(Telah sempurnalah maksud hamba yang fakir
kepada Allah Ta’ala Dâwûd ibn ‘Abdullâh al-Fathânî daripada meterjemahkan
risalah yang bernama “Sullamul Mubtadî fî Bayân Tharîqil-Muhtadî [ ………. ] pada
hari Isnin 13 hari bulan Syawwal al-Asham pada Hijrah Nabi 1252).
Data kolofon di atas adalah data yang
terdapat pada cetakan al-Halabi Kairo (1354 H/ 1935 M). Ketika saya
membandingkan data ini dengan data yang terdapat pada versi cetakan al-Hidayah
House, Kuala Lumpur (2012), tampaknya ada kesalahan penulisan nama bulan pada data
versi cetaka al-Halabi Kairo tersebut. Yang benar, data seharusnya seharusnya
adalah bulan “Rajab”, bukan “Syawwal”, karena (1) julukan “al-Asham” untuk
bulan Hijri adalah “Rajab” dan bukan “Syawwal”, dan (2) ketika dilihat kalender
Hijri pada 13 Syawwal 1252 Hijri, didapati harinya adalah “Jum’at”. Sementara
Syaikh Dawud mengatakan selesai penulisannya hari “Senin”. Sementara tanggal 13
Rajab 1252 sama dengan hari “Senin”.
Pengarang kitab ini, yaitu Syaikh Dawud
Pattani, tercatat sebagai ulama Nusantara dari Pattani terbesar sepanjang
sejarahnya. Beliau lahir di Kampung Kerisik, Pattani, sebuah perkampungan tua
yang dipercaya sebagai titik tolak berkembangnya agama Islam di wilayah itu.
Syaikh Maulana Malik Ibrahim, salah satu tokoh Wali Songo dikabarkan lebih dulu
berdakwah di Kerisik sebelum akhirnya pindah ke Gresik di Jawa Timur.
Tahun kelahiran Syaikh Dawud Pattani belum
terlacak, tetapi diperkirakan pada paruh kedua abad ke-18 M. Jejak langkah dan
pemikiran Syaikh Dawud mulai terlacak dengan jelas setelah beliau berada di
Haramain (Makkah dan Madinah). Syaikh Dawud berada di Kota Suci itu satu
angkatan (meski lebih yunior) dengan Syaikh Abdul Shamad Palembang, Syaikh
Arsyad Banjar, Syaikh Nafis Banjar, dan Syaikh Abdul Rahman Betawi. Hanya saja,
ketika nama-nama yang disebut itu kembali pulang ke Nusantara, Syaik Dawud
Pattani tetap berada di Haramain dan mengajar di Masjidil Haram hingga akhir
hayatnya.
Syaikh Dawud Pattani tercatat sangat
produktif menulis. Di antara karya tulis beliau adalah; (1) Nahjur Râghibîn wa
Subulul Muttaqîn, ditulis tahun 1234 H/ 1818 M, (2) Hidâyaul Muta’allimîn wa
‘Umdatul Mu’allimîn, ditulis tahun 1244 H/ 1828 M, (3) Fathul Mannân li Shafwah
Zubad Ibn Ruslân, ditulis tahun 1249 H/ 1832 M, (4) Bughyah al-Thullâb yang merupakan
ringkasan dari “Sabîlul Muhtadîn” karya Syaikh Arsyad Banjar, (5) Sullamul
Mubtadî yang kita bicarakan ini, selesai ditulis tahun 1252 H/ 1836 M, (6)
al-Jawâhirus Saniyyah, ditulis tahun 1252 H/ 1836 M, (7) Furû’ul Masâ’il wa
Ushûlul Wasâ’il, ditulis tahun 1254 H/ 1838 M, dan lain-lain. Karya-karya
Syaikh Dawud diterbitkan di Timur Tengah (Makkah dan Kairo) dan tentu saja di
Nusantara (Pattani, Malaysia, dan Indonesia).
Syaikh Dawud wafat di Thaif pada 1264 H/ 1847
M. []
(A. Ginanjar Sya’ban)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar