Cara Kiai Fattah
Tambakberas Atasi Santri Nakal
Sebagai lurah di
Pondok Induk Tambakberas, Umar termasuk santri yang taat dan teguh terhadap
amanah kiai. Baginya mengingkari dawuh kiai, walau hanya berupa gerundelan
dalam hati merupakan su’ul adab (perilaku buruk) yang bisa berakibat pada
terkikisnya manfaat dan barokah ilmu.
“Itu merupakan
otoritas Kiai,” gumam Umar saat harus tunduk terhadap kebijakan kiai. Gumam
yang sekaligus upayanya mencari jawab atas pertanyaannya sendiri. “Seorang guru
bertindak memutuskan sesuatu lebih karena berdasar pada ketajaman isyarah yang
beliau peroleh dari kedekatannya dengan Gusti, yang tak jarang itu berada di
luar wilayah kemampuan murid untuk menafsirkannya, kecuali orang-orang
tertentu. Dan lebih aman bagi kita adalah mendahulukan husnudhan terhadap
kiai,” lanjut Umar di hadapan para sejawatnya yang lebih junior.
Beberapa bulan
terakhir Umar cukup dibuat pusing dan geram oleh ulah seorang yang membuat
kelabakan para pengurus pondok. Ia juga banyak menerima pengaduan dari para
santri tentang hal-hal yang mengganggu stabilitas keamanan pondok.
Selidik punya
selidik, setelah melakukan investigasi secara mendalam serta tak ketinggalan
memasang beberapa jebakan, akhirnya terkuaklah misteri menghebohkan itu.
Tersebutlah santri Bejo sebagai terdakwah tunggal. Setelah dilakukan proses
persidangan akhirnya diputuskan ta’zir bagi Bejo. Ia dikenai sanksi gundul dan
membersihkan kamar mandi serta WC pondok.
Beberapa minggu
kemudian, Umar menerima pengaduan serupa. Tertangkap pelakunya sebagai orang
yang sama, di-ta’zir lagi, dan berulang sampai berkali-kali. Hingga akhirnya
diputuskan oleh pengurus pondok untuk menyowankan Bejo kepada Kiai Abdul Fattah
Hasyim. Dengan putusan yang sudah jelas, drop out dari pondok.
Saat disowankan ke
Kiai, di luar dugaan Umar, “Wis, Kang. Ora usah ditokno. Kongkon manggon nang
kamar tamu omahku wae, ben aku engko gampang ngawasine. (Sudah, Kang. Tidak
usah dikeluarkan. Suruh tinggal di kamar tamu rumahku saja, niar saya mudah
mengawasinya)”. Tak satu pun dari para pengurus yang mengantar santri nakal itu
berani mengajukan protes atas kebijakan Kiai.
Seiring berjalannya
waktu, kejadian menghebohkan itu berangsur terlupakan. Hingga Umar dan Bejo
sama-sama telah menjadi alumni. Saat keduanya bertemu dalam satu kesempatan,
Umar terheran, entah karena memang sudah nasib atau kebetulan, atau karena
ketekunan munajat Mbah Kiai, Bejo kini menjadi seorang kiai di sebuah daerah di
Jawa Tengah, mengasuh sebuah pondok yang ia teruskan amanatnya dari sang
mertua. ***
Mohammad Dendi Abdul
Nasir, Santri PPBU Tambakberas Jombang.
[]
Kisah dalam tulisan
ini mengutip dari Afandi, M Thom, Ngopi di Pesantren, 2015 (Kediri: Tetes
Publishing)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar