Peringatan Imam al-Ghazali
untuk Pengguna Medsos
Internet tentu belum berkembang pada masa
generasi salafus shâlih. Namun, kebaikan dan keburukan manusia bisa dikatakan
selalu mirip di segala zaman. Di era banjir medis sosial seperti sekarang,
misalnya, fenomena fitnah, gosip, kabar bohong, saling hujat, debat kusir, dan
sejenisnya hadir--sebuah fenomena yang juga kita temui pada zaman pra-masehi
sekalipun.
Yang berubah barangkali adalah lingkungan
sosial dan cara yang digunakan. Bila dulu fenomena-fenomena negatif tersebut
lebih banyak dilakukan melalui mulut secara langsung, kini keburukan-keburukan
itu difasilitasi oleh kecanggihan tekonologi modern, yang salah satunya adalah
media sosial. Dalam media sosial, sumber keburukan itu muncul dari tangan atau
jari-jari yang mengunggah tulisan, sebagian berbentuk gambar dan video.
Media sosial menjadi ruang yang sangat bebas
untuk mengekspresikan sesuatu dalam bentuk teks. Orang menjadi gemar sekali
berkomentar tentang apa saja. Menjadi persoalan ketika ternyata ekspresi ini
bersifat publik dan menimbulkan mudarat bagi orang lain. Dari sinilah sisi
negatif media sosial muncul, di samping segi positifnya yang tak mungkin
diingkari.
Karena tidak ada perbedaan perilaku secara
substansial di setiap zaman, patut pula kita mengutip nasihat para ulama
terdahulu (salafus shâlih) untuk menjadi bahan refleksi dan pengetatan atas
diri agar tidak terjerumus pada perbuatan tercela terkait dengan gejala
bermedia sosial ini. Di antaranya nasihat dari kitab "Bidâyatul
Hidâyah" karya Imam al-Ghazali yang bertutur:
فاحفظهما
عن أن تضرب بهما مسلما، أو تتناول بهما مالا حراما، أو تؤدي بهما أحدا من الخلق،
أو تخون بهما في أمانة أو وديعة، أو تكتب بهما ما لا يجوز النطق به، فإن القلم أحد
اللسانين، فاحفظ القلم عما يجب حفظ اللسان عنه
“Maka hendaklah engkau menjaga kedua tanganmu
dari memukul sesamaMuslim, mendapatkan sesuatu yang diharamkan, menyakiti
sesama makhlukAllah, mengkhianati amanah atau titipan orang lain, atau menulis
sesuatu yang tidak boleh diucapkan. Kerana qalam (pena; media sosial, red)
adalah salah satu dari dua lidahmu maka hendaklah engkau jaga qalam-mu dari
menulis sesuatu yang diharamkan mengekspresikannya.”
Imam al-Ghazali berpesan demikian saat
membahas adab menjaga tangan. Menurutnya, lidah ada dua macam: lidah yang
berada dalam mulut dan lidah berupa qalam (pena). Dalam konteks sekarang,
qalam sebagai piranti yang memproduksi tulisan bisa kita samakan dengan media
sosial. Media sosial memiliki fungsi yang mirip dengan mulut: sarana
mengekspresikan pikiran ke publik. Efek dan risiko yang ditimbulkannya pun tak
beda jauh: menyakiti atau membahagiakan, merugikan atau menguntungkan.
Peringatan pokok dari statemen al-Ghazali itu adalah hindari perilaku
yang diharamkan dalam berkata-kata.
Sebelumnya, di kitab yang sama, Imam
al-Ghazali mewanti-wanti agar tiap orang memelihara lidahnya. Imam al-Ghazali
mendaftar delapan perilaku buruk yang ditimbulkan oleh lidah, antara lain
berbohong, mengumpat orang lain, gemar mendebat, memuji diri sendiri (narsis),
melaknat, mendoakan celaka orang lain, dan mengolok-olok orang lain. Melihat
fungsinya yang serupa lidah, peringatan tersebut seyogianya berlaku pula untuk
media sosial. Wallahu a'lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar