KH Hasyim Muzadi,
Komitmen Kebangsaan dan Moderasi Islam
Dunia internasional
yang kerap diwarnai aksi ekstremisme membutuhkan progresvitas pemikiran dan
praksis gerakan yang dapat menumbuhkan Islam sebagai agama Rahmat dan
perdamaian di atas semua golongan.
Langkah strategis ini
dilakukan oleh KH Ahmad Hasyim Muzadi ketika mendirikan lembaga bernama
International Conference of Islamic Scholars (ICIS) saat dirinya menjabat
sebagai Ketua Umum PBNU dalam rentang periode 1999-2009. Lembaga ini menjadi
corong dan wadah bukan hanya bagi para ulama, tetapi juga para akademisi dan
cendekiawan untuk bersama-sama mewujudkan perdamaian dunia.
ICIS juga menjadi
wadah bagi generasi muda dalam melakukan rembug bersama untuk menyikapi
berbagai persoalan bangsa dengan melakukan sejumlah kajian strategis. Komitmen
kebangsaan yang mengglobal ini tidak lahir dari langkah instan KH Hasyim
Muzadi, melainkan melalui proses panjang ketika dirinya aktif berorganisasi di
berbagai jenjang.
Ahmad Hasyim Muzadi
lahir di Bangilan, Tuban, Jawa Timur pada 8 Agustus 1944 silam dari pasangan KH
Muzadi dan Nyai Hj Rumyati. Ia mempunyai istri bernama Hj Mutamimah yang dari
rahimnya lahir 6 orang anak yang terdiri dari 3 putra dan 3 putri.
Hasyim Muzadi
mengawali pendidikannya di Madrasah Diniyah Tuban pada 1950-1953. Ia kemudian
meneruskan ke jenjang pendidikan dasar di SD Tuban tahun 1954-1955 dan
berlanjut di SMPN 1 Tuban pada 1955-1956.
Lulus dari sejumlah
sekolah tersebut, Hasyim Muzadi meneruskan pengembaraan ilmunya ke berbagai
pesantren di antaranya Pesantren Gontor, Ponorogo (1956-1962), Pesantren Senori
Tuban (1963), dan Pesantren Lasem di tahun yang sama (1963).
Pendidikan tinggi ia
tempuh di Institut Agama Islam (IAIN) Malang pada 1964-1969. Di masa mahasiswa
inilah dia mulai aktif di berbagai organisasi. Pada saat awal masuk kuliah di
tahun 1954, Hasyim Muzadi sudah diamanahkan memimpin Ranting Nahdlatul Ulama
(NU) Bululawang. Setahun kemudian pada 1965, ia juga diamanahi memimpin Anak
Cabang Gerakan Pemuda Ansor Bululawang sebagai Ketua PAC.
Dua tahun kuliah di
IAIN Malang, ia aktif menggerakkan mahasiswa saat menjadi Ketua Pengurus Cabang
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Malang pada 1966. Di tahun yang
sama, ia juga tercatat memimpin KAMI Malang.
Seakan tak pernah
putus akan kiprah gemilangnya ketika memimpin organisasi, setahun kemudian ia
dipilih menjadi Ketua Pimpinan Cabang GP Ansor Malang pada 1967-1971.
Keberhasilannya dalam menghidupkan ruh gerakan organisasi terus dia lakukan
sehingga ketika selesai di Ansor Malang, ia dipercaya menjabat Wakil Ketua PCNU
Malang 1971-1973 dan didaulat memimpin sebagai Ketua PCNU Malang pada
1973-1977. Pada rentang tahun yang sama, ia juga menjabat sebagai Ketua DPC PPP
Malang.
Bukan hanya di
tingkat kota, Hasyim Muzadi juga melakukan pengabdian secara luas di tingkat
provinsi dengan terpilih menjadi Ketua PW GP Ansor Jawa Timur pada 1983-1987.
Karir di GP Ansor tersebut ia teruskan di tingkat pusat dengan menjabat salah
satu Ketua PP GP Ansor pada 1987-1988.
Pada tahun 1988, ia
kembali ke mengabdi di kepengurusan NU di tingkat wilayah dengan menjabat
sebagai Wakil Ketua PWNU Jawa Timur hingga tahun 1992. Atas komitmen pengabdian
dalam mengembangkan gagasan dan aksi di PWNU Jatim, ia dipercaya oleh Nahdliyin
Jawa Timur menjadi Ketua PWNU Jatim pada tahun 1992-1999. Dia juga tercatat
pernah menjadi Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur.
Ketika perhelatan
Muktamar NU tahun 1999 di Pesantren Lirboyo, Hasyim Muzadi salah seorang yang
digadang-gadang dapat menggantikan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Tidak lain
dan tidak bukan, Gus Dur-lah yang memunculkan nama KH Hasyim Muzadi untuk
memimpin PBNU. Terbukti, Muktamirin secara mantap memilih Hasyim Muzadi sebagai
sosok komplit karena telah teruji mampu memimpin organisasi dari tingkat
ranting. Dia terpilih menjadi Ketua Umum PBNU menggantikan Gus Dur.
Kiai Hasyim Muzadi
menjadi Ketua Umum PBNU selama dua periode, yaitu pada 1999-2004 dan 2004-2009.
Bagi Kiai Hasyim, tidak mudah menggantikan sosok fenomenal seperti Gus Dur
dalam memimpin jam’iyah NU. Selain perjuangan mengawal Islam Ahlussunnah wal
Jamaah secara nasional, Gus Dur juga mampu menginspirasi dunia internasional
untuk menyemai benih-benih perdamaian dan hak-hak kemanusiaan.
Berangkat dari kiprah
gemilang Gus Dur itulah, Kiai Hasyim berupaya keras untuk meneruskan perjuangan
Gus Dur dalam memoderasi Islam hingga ke level global. ICIS yang didirikan Kiai
Hasyim menjadi wadah perjuangan moderasi Islam dari berbagai kalangan. Karena
para ulama, akasemisi, cendekiawan, dan peneliti nasional dan internasional
berupaya diakomodasi oleh Kiai Hasyim untuk bergerak bersama dalam mewujudkan
kesatuan bangsa dan perdamaian dunia.
Selain menjadi
Sekretaris Jenderal (Sekjen) ICIS saat itu, Kiai Hasyim juga pernah menjabat
sebagai Presiden World Conference on Religions for Peace (WCRP). Organisasi
internasional para pemuka agama untuk perdamaian dunia ini juga pernah dipimpin
Gus Dur. Jabatan terakhir yang ia emban di PBNU adalah sebagai Rais Syuriyah
pada periode 2010-2015.
Di dunia akademis, KH
Hasyim Muzadi pernah mengajar di sejumlah perguruan tinggi terkemuka, di
antaranya UIN (dulu IAIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, UIN Sunan Ampel
Surabaya, dan Universitas Indonesia. Ketika mendirikan Pesantren Al-Hikam di
Depok, Kiai Hasyim juga mendirikan Sekolah Tinggi Kuliyyatul Qur'an (STKQ) di
pesantren tersebut.
Perguruan tinggi yang
dibangunnya itu menyediakan besasiswa bagi para penghapal Al-Qur'an. Atas
gagasan dan kiprahnya mengampanyekan Islam rahmatan lil alamin hingga ke level
dunia, Kiai Hasyim dianugerahi Doktor Honoris Causa bidang Peradaban Islam oleh
IAIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2006.
KH Hasyim Muzadi yang
pernah menjadi tandem Megawati Soekarnoputri sebagai Calon Wakil Presiden pada
era Pilpres 2004 menghembuskan napas terakhir pada Kamis, 16 Maret 2017 di
kediamannya komplek Pondok Pesantren Al-Hikam Malang, Jawa Timur.
Ia meninggal sekitar
pukul 06.25 WIB setelah beberapa kali mengalami perawatan di ICU Rumah Sakit
(RS) Lavalette Malang karena kondisi kritis. Namun, jenazah Kiai Hasyim Muzadi
dimakamkan di Komplek Pondok Pesantren Al-Hikam Depok, Jawa Barat.
Di era Presiden RI
Joko Widodo, KH Hasyim Muzadi ditunjuk sebagai salah seorang Anggota Dewan
Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Pemakaman Kiai Hasyim dilakukan secara
kenegaraan dengan Wakil Presiden HM. Jusuf Kalla sebagai Inspektur Upacara
pemakamannya di Pesantren Al-Hikam Depok.
Iring-iringan
kenegaraan juga dilakukan ketika jenazah Kiai Hasyim hendak diberangkatkan dari
kediamannya di Malang ke Bandara Abdurrahman Saleh menuju Bandara Halim
Perdanakusuma Jakarta hingga ke Depok. Iring-iringan ini melibatkan sejumlah
personel militer dari Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut.
(Fathoni Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar