Rabu, 15 Maret 2017

(Ngaji of the Day) Hukum Sembahyang Jumat tanpa Duduk di Antara Dua Sujud



Hukum Sembahyang Jumat tanpa Duduk di Antara Dua Sujud

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Pengasuh rubrik Bahtsul Masail NU Online yang baik, saya mohon izin bertanya. Suatu hari, kami pernah ikut sembahyang Jumat di sebuah daerah. Setelah sujud pertama pada rakaat kedua, imam tiba-tiba berdiri. Ia tidak duduk di antara dua sujud. Mengetahui itu, jamaah masjid di depan membaca “subhanallah...” lalu imam melakukan sujud kedua tanpa ada duduk di antara dua sujud. Sebelum salam imam melakukan sujud sahwi.

Yang kami tanyakan adalah...apakah sah shalat tersebut karena imam tidak melakukan duduk di antara dua sujud? Terima kasih atas perhatian dan jawabannya. Wassalamu 'alaikum wr. wb.

Prasetyo – Purbalingga

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya kepada kita semua. Pertama sekali yang perlu dipahami adalah bahwa duduk di antara dua sujud merupakan salah satu dari rukun atau tiang sembahyang baik sembahyang sunah maupun sembahyang wajib.

Kedua, duduk di antara dua sujud seperti juga i’tidal merupakan rukun singkat yang tidak boleh diperpanjang waktunya, tetapi juga tidak boleh dipersingkat tanpa thuma’ninah (diam sesaat). Hal ini disebutkan antara lain oleh Syekh Ar-Ramli dalam karyanya Nihayatul Muhtaj sebagai berikut.

الثَّامِنُ ) مِنْ أَرْكَانِهَا ( الْجُلُوسُ بَيْنَ سَجْدَتَيْهِ مُطْمَئِنًّا ) وَلَوْ فِي نَفْلٍ نَظِيرَ مَا مَرَّ ( وَيَجِبُ أَنْ لَا يَقْصِدَ بِرَفْعِهِ غَيْرَهُ ) أَيْ الْجُلُوسِ لِمَا مَرَّ فِي الرُّكُوعِ ، فَلَوْ رَفَعَ فَزَعًا مِنْ شَيْءٍ لَمْ يَكْفِ وَيَجِبُ عَلَيْهِ عَوْدُهُ إلَى سُجُودِهِ ( وَأَنْ لَا يُطَوِّلَهُ وَلَا الِاعْتِدَالُ ) لِكَوْنِهِمَا رُكْنَيْنِ قَصِيرَيْنِ غَيْرَ مَقْصُودَيْنِ لِذَاتِهِمَا بَلْ لِلْفَصْلِ

Artinya, “(Kedelapan) dari rukun sembahyang adalah (duduk di antara dua sujud dengan thuma’ninah) meskipun hanya sembahyang sunah dengan perbandingan keterangan sebelumnya. (seseorang tidak boleh bermaksud dengan bangun [dari sujud pertama] selainnya) yaitu selain duduk di antara dua sujud seperti keterangan sebelumnya pada bab ruku’. Kalau seseorang bangun (dari sujud pertama) karena takut sesuatu, maka tidak memadai. Ia wajib kembali ke sujud pertamanya. (Ia juga tidak boleh memperpanjang duduk di antara dua sujud begitu juga i’tidal) karena keduanya (baik i’tidal maupun duduk di antara dua sujud) hanya rukun singkat yang tidak dimaksudkan untuk keduanya itu sendiri tetapi sekadar pembatas saja,” (Lihat Syekh Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, cetakan ketiga, 2003 M/1424 H, juz I, halaman 517).

Keterangan Syekh Ar-Ramli ini menunjukkan bahwa duduk di antara dua sujud merupakan rukun yang tidak boleh ditinggalkan dalam sembahyang, termasuk sembahyang Jumat. Bahkan duduk di antara dua sujud harus dilakukan dengan niat atau sengaja. Duduk di antara dua sujud yang dilakukan tanpa niat atau tanpa sengaja dianggap tidak sah.

Pertanyaan selanjutnya adalah kalaupun hanya sebagai pembatas atau pemisah, apakah duduk di antara dua sujud bisa digantikan dengan pemisah lainnya seperti berdiri atau bacaan tertentu? Syekh M Nawawi Al-Bantani dari Madzhab Syafi’i menyatakan bahwa duduk sebagai pemisah antara dua sujud tidak bisa digantikan oleh lainnya sebagai keterangan berikut ini.

الحادى عشر الجلوس بين السجدتين) في كل ركعة ولو في نفل سواء أ صلى قائدا أو مضطجعا فلا يكفي ما دون الجلوس

Artinya, “(Kesebelas, duduk di antara dua sujud) pada setiap raka‘at meskipun sembahyang sunah. Hal ini juga berlaku baik bagi mereka yang sembahyang dalam keadaan duduk maupun berbaring. Tidak memadai selain duduk,” (Lihat Syekh M Nawawi Al-Bantani, Syarah Kasyifatus Saja ala Safinatin Naja fi Ushuliddin wal Fiqh, Indonesia, Daru Ihya’il Kutubu Al-Arabiyyah, tanpa tahun, halaman 55).

Dari keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sembahyang semua jamaah Jumat dengan kaifiyat seperti yang ditanyakan di atas tidak sah karena meninggalkan salah satu dari rukun sembahyang. Sementara berdirinya imam dari sujud pertama pada rakaat kedua tidak bisa diakui sebagai rukun pemisah antara dua sujud.

Harusnya setelah berdiri, imam tersebut duduk terlebih dahulu sejenak sebelum sujud kedua. Lalu ia mengerjakan sujud sahwi sebelum salam. Kalau ini tidak dilakukan, maka terang sembahyang makmum dan imam Jumat itu tidak sah kendati telah sujud sahwi karena sembahyang Jumat wajib dilakukan berjamaah.

Demikian yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar