Jumat, 10 Maret 2017

Belajar dari Diplomasi Gus Dur kepada Para Kiai



Belajar dari Diplomasi Gus Dur kepada Para Kiai

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dikenal rajin melakukan silaturrahim kepada para kiai kampung dan pesantren. Langkah tersebut ia tempuh bukan hanya untuk mendengar aspirasi dari akar rumput, tetapi juga ia manfaatkan untuk melakukan diplomasi terkait kondisi perpolitikan nasional dan internasional.

Riwayat tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Abdul Moqsith Ghazali ketika mengisi materi dalam kegiatan Tadarus Islam Nusantara yang digelar Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta, 9 Desember 2016 lalu.

Hal itu diterangkan Kiai Moqsith untuk menanggapi maraknya berita maupun informasi palsu (hoax) di dunia maya dan media sosial terkait kondisi perpolitikan nasional dan global yang sedikit banyak mempengaruhi pemahaman keagamaan di lingkungan warga NU sendiri di tingkat grass root. Sebab selama ini, simbol-simbol agama telah ditarik untuk tujuan dan kepentingan politik kekuasaan.

Ia mengungkapkan, Gus Dur tidak pernah lelah dan letih mengunjungi para kiai dan menjelaskan mengenai peta politik global, peta politik Indonesia, apa yang sebenarnya terjadi, khususnya di Ibukota Jakarta.

Menurutnya, mungkin karena kita sibuk dengan diri sendiri, sibuk di Jakarta dengan berbagai pekerjaan sehingga kita mengikhlaskan para kiai menerima informasi dari orang lain. Dalam pandangannya, hal ini jangan sampai terjadi.

Melakukan diplomasi kepada para kiai seperti yang dilakukan Gus Dur, menurutnya adalah langkah strategis karena setiap perkataan dan tindakan kiai selama ini diikuti oleh masyarakat dan santri. Sebab itu, apabila ada informasi yang belum tentu kebenarannya, kiai bisa memberikan pemahaman yang benar terkait duduk persoalan yang sebenarnya terjadi.

“Kalau sampai radikalisasi hidup di dalam pikiran warga NU itu sendiri, ini alarm serius. Karena asal mula radikalisasi berasal dari berita-berita hoax yang masuk ke dalam gadget. Padahal, para kiai serta warga NU juga mengikuti grup-grup Whatsapp. Menerima informsi begitu saja. Bayakngkan, atas dasar berita hoax, mereka bertindak dan bersikap tanpa mencari fakta dan kebenaran yang sesungguhnya,” papar Kiai Moqsith.

Dosen Pascasarjana STAINU Jakarta ini memberi penegasan, ketika itu Gus Dur sendirian saja mampu melakukan diplomasi yang berdampak pada penguatan jamaah dan jam’iyah NU. Mestinya, generasi sekarang lebih bisa karena komunitas dan jejaring lebih luas serta ditopang oleh kemudahan akses teknologi informasi yang membuat kita terhubung langsung satu dengan yang lain.

Diplomasi tingkat tinggi Gus Dur

Selain diplomasi lahiriah, Gus Dur juga kerap melakukan diplomasi batiniah melalui ziarah kubur ke makam para kiai pejuang dan pendiri bangsa. Sampai-sampai ketika ditanya, mengapa lebih suka mengunjungi makam para kiai ketimbang para politisi saat kondisi perpolitikan sedang bergejolak. “Sebab mereka yang meninggal sudah tidak punya kepentingan,” jawab Gus Dur diplomatis.

Hal serupa juga Gus Dur lakukan ketika melakukan lawatan ke luar negeri. Saat pertama kali menginjakkan kakinya di sebuah negara, yang Gus Dur lakukan adalah melakukan ziarah ke kuburan tokoh atau pendiri negara tersebut. Hal itu ia lakukan misal ketika berziarah ke makam salah satu tokoh suku Aborigin di Australia sebelum melakukan pertemuan resmi negara.

Saking seringnya melakukan diplomasi berskala nasional maupun global, Gus Dur banyak memahami karakter negara, tokoh per tokoh maupun orang per orang. Hal itu ia wujudkan salah satunya dengan lihainya dia melontarkan joke atau humor ketika melakukan diplomasi. 

Seperti ketika ia melakukan pertemuan resmi negara dengan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton pada tahun 2000 silam. Dengan humor segarnya, Gus Dur mampu membuat sang Presiden AS terbahak-bahak. 

Koran-koran di Amerika memuat foto Gus Dur bersama Bill Clinton dalam pertemuan itu dengan gambar Clinton sedang tertawa ngakak sampai kepalanya mendongak. Sesuatu yang tidak pernah bisa dilakukan oleh siapapun. Hal serupa juga ia lakukan ketika berdiplomasi dengan Raja Fahd Arab Saudi, Presiden Kuba Fidel Castro, dan Presiden Perancis Jacques Chirac.

Dalam skala nasional, diplomasi dirinya dengan para kiai sampai-sampai menghasilkan kumpulan tulisan tentang kiai-kiai yang ia deskripsikan secara komprehensif. Banyak ahli yang menyebut bahwa tulisan-tulisan Gus Dur tersebut adalah sebuah Antropologi Kiai. 

Di mana Gus Dur menggunakan pendekatan Ilmu Antroplogi untuk menarik saripati hikmah dan pelajaran dari para kiai tersebut melalui masing-masing karakternya. Kumpulan tulisan Antropologi Kiai tersebut dapat di baca dalam buku Kiai Nyentrik Membela Pemerintah yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1997 oleh LKiS Yogyakarta. Salam! []

(Fathoni Ahmad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar