Belajar dari
Diplomasi Gus Dur kepada Para Kiai
KH Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) dikenal rajin melakukan silaturrahim kepada para kiai kampung dan
pesantren. Langkah tersebut ia tempuh bukan hanya untuk mendengar aspirasi dari
akar rumput, tetapi juga ia manfaatkan untuk melakukan diplomasi terkait
kondisi perpolitikan nasional dan internasional.
Riwayat tersebut
diungkapkan oleh Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Abdul Moqsith
Ghazali ketika mengisi materi dalam kegiatan Tadarus Islam Nusantara yang
digelar Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta, 9 Desember
2016 lalu.
Hal itu diterangkan
Kiai Moqsith untuk menanggapi maraknya berita maupun informasi palsu (hoax) di
dunia maya dan media sosial terkait kondisi perpolitikan nasional dan global
yang sedikit banyak mempengaruhi pemahaman keagamaan di lingkungan warga NU
sendiri di tingkat grass root. Sebab selama ini, simbol-simbol agama telah ditarik
untuk tujuan dan kepentingan politik kekuasaan.
Ia mengungkapkan, Gus
Dur tidak pernah lelah dan letih mengunjungi para kiai dan menjelaskan mengenai
peta politik global, peta politik Indonesia, apa yang sebenarnya terjadi,
khususnya di Ibukota Jakarta.
Menurutnya, mungkin
karena kita sibuk dengan diri sendiri, sibuk di Jakarta dengan berbagai
pekerjaan sehingga kita mengikhlaskan para kiai menerima informasi dari orang
lain. Dalam pandangannya, hal ini jangan sampai terjadi.
Melakukan diplomasi kepada
para kiai seperti yang dilakukan Gus Dur, menurutnya adalah langkah strategis
karena setiap perkataan dan tindakan kiai selama ini diikuti oleh masyarakat
dan santri. Sebab itu, apabila ada informasi yang belum tentu kebenarannya,
kiai bisa memberikan pemahaman yang benar terkait duduk persoalan yang
sebenarnya terjadi.
“Kalau sampai
radikalisasi hidup di dalam pikiran warga NU itu sendiri, ini alarm serius.
Karena asal mula radikalisasi berasal dari berita-berita hoax yang masuk ke
dalam gadget. Padahal, para kiai serta warga NU juga mengikuti grup-grup
Whatsapp. Menerima informsi begitu saja. Bayakngkan, atas dasar berita hoax,
mereka bertindak dan bersikap tanpa mencari fakta dan kebenaran yang
sesungguhnya,” papar Kiai Moqsith.
Dosen Pascasarjana
STAINU Jakarta ini memberi penegasan, ketika itu Gus Dur sendirian saja mampu
melakukan diplomasi yang berdampak pada penguatan jamaah dan jam’iyah NU.
Mestinya, generasi sekarang lebih bisa karena komunitas dan jejaring lebih luas
serta ditopang oleh kemudahan akses teknologi informasi yang membuat kita
terhubung langsung satu dengan yang lain.
Diplomasi tingkat
tinggi Gus Dur
Selain diplomasi
lahiriah, Gus Dur juga kerap melakukan diplomasi batiniah melalui ziarah kubur
ke makam para kiai pejuang dan pendiri bangsa. Sampai-sampai ketika ditanya,
mengapa lebih suka mengunjungi makam para kiai ketimbang para politisi saat
kondisi perpolitikan sedang bergejolak. “Sebab mereka yang meninggal sudah
tidak punya kepentingan,” jawab Gus Dur diplomatis.
Hal serupa juga Gus
Dur lakukan ketika melakukan lawatan ke luar negeri. Saat pertama kali
menginjakkan kakinya di sebuah negara, yang Gus Dur lakukan adalah melakukan
ziarah ke kuburan tokoh atau pendiri negara tersebut. Hal itu ia lakukan misal
ketika berziarah ke makam salah satu tokoh suku Aborigin di Australia sebelum
melakukan pertemuan resmi negara.
Saking seringnya
melakukan diplomasi berskala nasional maupun global, Gus Dur banyak memahami
karakter negara, tokoh per tokoh maupun orang per orang. Hal itu ia wujudkan
salah satunya dengan lihainya dia melontarkan joke atau humor ketika melakukan
diplomasi.
Seperti ketika ia
melakukan pertemuan resmi negara dengan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton
pada tahun 2000 silam. Dengan humor segarnya, Gus Dur mampu membuat sang
Presiden AS terbahak-bahak.
Koran-koran di
Amerika memuat foto Gus Dur bersama Bill Clinton dalam pertemuan itu dengan
gambar Clinton sedang tertawa ngakak sampai kepalanya mendongak. Sesuatu yang
tidak pernah bisa dilakukan oleh siapapun. Hal serupa juga ia lakukan ketika
berdiplomasi dengan Raja Fahd Arab Saudi, Presiden Kuba Fidel Castro, dan
Presiden Perancis Jacques Chirac.
Dalam skala nasional,
diplomasi dirinya dengan para kiai sampai-sampai menghasilkan kumpulan tulisan
tentang kiai-kiai yang ia deskripsikan secara komprehensif. Banyak ahli yang
menyebut bahwa tulisan-tulisan Gus Dur tersebut adalah sebuah Antropologi
Kiai.
Di mana Gus Dur
menggunakan pendekatan Ilmu Antroplogi untuk menarik saripati hikmah dan
pelajaran dari para kiai tersebut melalui masing-masing karakternya. Kumpulan
tulisan Antropologi Kiai tersebut dapat di baca dalam buku Kiai Nyentrik
Membela Pemerintah yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1997 oleh LKiS
Yogyakarta. Salam! []
(Fathoni Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar