Selasa, 13 Desember 2016

(Ngaji of the Day) Baca Subhanallah atau Masya Allah saat Saksikan Keindahan?



Baca Subhanallah atau Masya Allah saat Saksikan Keindahan?

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Selamat pagi redaksi bahtsul masail NU Online yang terhormat. Nama saya Nuril Anwar. Saya mau bertanya. Dulu saya pernah membuat status atau pm di bbm yang intinya menyatakan keindahan dengan menulis "Subhanallah". Lalu teman saya mengirim pesan teguran, “Kok ‘Subhanallah?’ ‘Masya Allah’ dong, coba kamu buka Google.” Sementara membalas pesan itu, saya bertahan pada pendirian saya. Kami berdebat setelah itu. Pertanyaan saya, untuk menyatakan keindahan itu "Subhanallah" atau "Masya Allah?" Terima kasih. Wassalammu ‘alaikum wr. wb.

Nuril Anwar – Rembang

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya kepada kita semua. Manusia adakalanya terpesona dan takjub oleh sesuatu pemandangan indah, peristiwa luar biasa, kabar baik, sesuatu yang mencengangkan, atau bahkan hal-hal yang tampak di luar nalar.

Ketika menyaksikan atau bahkan mengalami hal yang membuat kita terpesona atau takjub, kita dianjurkan untuk menyusulnya dengan zikir-zikir yang telah diamalkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

Lafal tasbih pernah dipilih Rasulullah SAW ketika menyaksikan perilaku yang “tidak semestinya” dilakukan sahabatnya seperti riwayat Imam Bukhari dan Muslim berikut ini. Riwayat ini kami kutip dari kitab Al-Adzkar karya Imam An-Nawawi.

روينا في صحيحي البخارى ومسلم عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم لقيه وهو جنبٌ فانسل فذهب فاغتسل فتفقده النبي فلما جاء قال أين كنت يا أبا هريرة فقال يا رسول الله لقيتني وأنا جنبٌ فكرهت أن أجالسك حتى أغتسل فقال سبحان الله إن المؤمن لا ينجس

Artinya, “Sebuah hadits diriwayatkan kepada kami di dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA bahwa suatu hari Nabi Muhammad SAW berpapasan dengannya saat masih junub di sebuah jalan di Madinah. Abu Hurairah lalu pergi diam-diam meninggalkan Rasulullah kemudian mandi bersuci. Rasulullah SAW sendiri mencari ke mana sahabatnya menghilang. ‘Kamu tadi ke mana Abu Hurairah?’ tanya Rasulullah SAW setelah Abu Hurairah datang. ‘Saat tadi kita bertemu, aku masih kondisi junub ya Rasul. Aku enggan duduk bersamamu sebelum aku mandi,’ jawab Abu Hurairah. ‘Subhanallah, orang beriman itu tidak najis,’ sambut Rasulullah SAW,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar Al-Muntakhabah min Kalami Sayyidil Abrar Shallallahu Alaihi wa Sallama, Darul Hadits, Kairo, tahun 1424 H/2003 M, halaman 308).

Apakah ada ketentuan terkait pilihan lafal zikir ketika takjub atau terpesona oleh sesuatu? Sayidina Umar RA pernah melontarkan lafal takbir di depan Rasulullah SAW sebagai rasa terima kasih yang begitu besar karena tidak menceraikan istri-istrinya. Berikut ini kami kutip dari kitab Al-Futuhatur Rabbaniyyah alal Adzkarin Nawawiyyah.

باب التعجب بلفظ التسبيح والتهليل ونحوهما أى كالتكبير والحوقلة. وترجم البخارى باب التكبير والتسبيح عند التعجب، أخرج البخارى فى تعليقاته بصيغة الجزم عن ابن أبى ثور عن ابن عباس عن عمر قال قلت للنبى صلى الله عليه وسلم طلقت نسائك قال لا قلت الله أكبر

Artinya, “Bab takjub yang diekpresikan dengan lafal tasbih, tahlil, dan lafal serupa keduanya antara lain seperti lafal takbir, lâ hawla wa lâ quwwata illâ billâh (hawqalah). Imam Bukhari mendahului bab takbir dan tasbih ketika takjub oleh sesuatu. Ia meriwayatkan hadits dalam Ta‘liqat-nya dari Ibnu Abi Tsaur, dari Ibnu Abbas, dari Sayyidina Umar RA. ‘Aku bertanya, ‘Apakah benar ente ceraikan istri-istri ente?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Tidak.’ ‘Allâhu akbar,’ kujawab,’” (Lihat Muhammad bin Alan As-Shiddiqi, Al-Futuhatur Rabbaniyyah alal Adzkarin Nawawiyyah, Dar Ihya‘it Turatsil Arabi, Beirut, Libanon, juz 6 halaman 317).

Dari sini kami menyimpulkan bahwa sejumlah lafal zikir dapat digunakan untuk mengekspresikan ketakjuban karena melihat sebuah pemandangan indah atau kabar baik. Jadi, memang tidak ada lafal tertentu untuk kondisi tertentu. Dengan kata lain, kita boleh membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil, hawqalah, masya Allah, dan zikir serupa itu.

Saran kami, jagalah hubungan persahabatan. Sebaiknya hindari perdebatan-perdebatan tanpa dasar rujukan karya ulama yang jelas. Kalau pun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, baiknya kita saling menghargai pendapat satu sama lain.

Demikian yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb.

Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar