Ketika Subhan ZE
Bertemu Jenderal Soeharto
Saat ini, nama Subhan
ZE sayup-sayup terdengar. Kisah tentang pemuda kelahiran Kepanjen, Malang Jawa
Timur, yang besar dan tumbuh di Kudus, tidak banyak dikisahkan dalam ruang
publik. Seolah, nama Subhan ZE hanya menjadi penghias dari gerakan politik NU pada
masa transisi kekuasaan, dari Soekarno ke Soeharto. Bagaimana kisah-kisah
Subhan ZE mewarnai panggung politik negeri ini?
Pada detik-detik
menjelang tragedi 1965, Subhan ZE dekat dengan Harry Tjan Silalahi.
Subhan menggerakkan massa di bawah gerbong KAP-Gestapu (Kesatuan Aksi
Pengganyangan Gerakan September Tiga Puluh), yang dikoordinasi bersama Harri
Tjan dan beberapa rekan. Harry Tjan merupakan Sekretaris Jenderal Partai
Katolik. Baik Subhan ZE maupun Harry Tjan sering bertemu Soeharto, yang pada waktu
itu menjadi Pangkostrad/Pangkopkamtib.
Bersama Subhan ZE,
Harry Tjan pada suatu kesempatan, menemui Soeharto di Markas Kostrad. Keduanya
berdiskusi tentang kemungkinan aksi massa untuk mendukung Gestapu. Menjelang
akhir pertemuan, Subhan menyampaikan aksi massa berikutnya dengan mengucapkan
kata Insya Allah. Mendengar itu, Soeharto amat terganggu: "Mengapa harus
pakai Insya Allah?". Ketika sudah keluar dari ruangan, Subhan yang berasal
dari keluarga santri, berkomentar kepada Harry: "Wah, Soeharto ini memang
abangan tulen". Kisah ini dilukiskan oleh Salim Haji Said, dalam bukunya
'Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto' (Mizan, 2016).
Kisah Subhan ZE
memang unik. Ia berada di garda depan dalam gerakan politik menjelang 1965,
akan tetapi tersingkir dari panggung republik ketika Soeharto tampil sebagai
presiden. Subhan tidak sejalan dengan visi politik Orde Baru. Dalam dinamika
sejarah, NU pernah mengalami masa rumit, terutama pada transisi Orde Lama
menuju Orde Baru.
Ketika itu, Subhan ZE
menggalang kekuatan untuk menurunkan presiden Soekarno dan membubarkan Partai
Komunis Indonesia. Pihak Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
mendukung penuh langkah Subhan, yang menggerakkan pemuda dan massa dalam
komando KAP-Gestapu. Kalangan militer dan NU menjalin hubungan mesra, karena
kepentingan yang sama. Namun, ironisnya hubungan manis antara militer dan NU
berubah menjadi ketegangan politik, ketika Subhan ZE justru sering mengkritik
Jenderal Soeharto, yang menjadi presiden menggantikan Soekarno.
Figur Subhan ZE
sebagai representasi gerakan NU, menjadikan organisasi ini terkena dampaknya.
Ketika pemerintah Orde Baru berusaha membatasi ruang gerak politik Subhan, NU
juga terkena dampaknya. Betapapun, Subhan ZE berjasa besar dalam menggiring isu
strategis serta bermain sebagai figur utama pada masa krusial dalam sejarah
negeri ini. Subhan menjadi jaminan dari gerak politik pemuda, pada masa itu.
Meski, jika dibaca pada konteks zaman sekarang, langkah Subhan tidak bisa
menjadi stempel dari gerakan NU pada masa 1965, terutama sikapnya terhadap
gerakan komunis dan PKI. Beberapa kiai NU, juga tidak serta merta mendukung
langkah frontal yang dilakukan Subhan.
Karir Subhan ZE di
Nahdlatul Ulama, bermula ketika ia memimpin Lembaga Pendidikan Maarif Cabang
Semarang, pada 1953. Sejak itu, nama Subhan ZE melesat cepat menjadi bintang
gemerlap yang disukai anak-anak muda NU, juga disegani aktifis muda dari
organisasi lain. Pada saat Kongres NU di Medan pada 1956, Subhan diangkat
menjadi Ketua Departemen Ekonomi PBNU.
Kemudian, pada 1962,
ketika NU menyelenggarakan Kongres di Solo, ia menjadi Ketua IV PBNU. Pada
rentang waktu itulah, menjadi masa keemasan Subhan ZE di pentas politik dan
ormas negeri ini. Subhan ZE menjadi idola baru bagi pemuda-pemuda ketika negeri
ini sedang mencari referensi, mencari panutan dalam gerakan kepemudaan.
Kisah-kisah Subhan ZE
masih banyak yang tersimpan dalam memori, dalam laci sejarah bangsa ini. Meski
telah ada beberapa buku yang mengulas, tapi sejarah hidup dan pemikiran Subhan
ZE masih menjadi misteri. Sudah saatnya, ingatan akan Subhan ZE dibongkar,
disegarkan kembali sebagai referensi politik pemuda santri masa kini. Tentu,
dengan konteks zaman dan arah politik yang berbeda, namun dengan visi dan
integritas yang sama: menjaga bangsa, menjaga marwah gerakan kita. []
Munawir Aziz, Esais
dan peneliti (Twitter: @MunawirAziz).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar