Urban Sufism
Oleh: Komaruddin Hidayat
Akhir 1990 saya kembali ke Jakarta setelah selesai menamatkan
doktor di Turki. Almarhum Nurcholish Madjid (Cak Nur) dan Utomo Danandjaja (Mas
Tom) meminta saya untuk bergabung ke Yayasan Paramadina.
Keduanya tidak memberi pengarahan apa pun tentang apa yang mesti
aku lakukan di Paramadina. Keduanya memberi kebebasan terserah saya mau apa,
yang penting mau bergabung mengembangkan Paramadina yang sudah dikenal sebagai
gerakan moral-intelektual keislaman, dengan basis utama kelas menengah kota dan
kalangan elite. Yang menonjol dari kegiatan Paramadina kala itu adalah
menyelenggarakan Klub Kajian Agama (KKA) setiap bulan, bertempat di hotel
berbintang.
Peserta datang dengan membeli karcis. Panitia menyediakan minuman
dan makanan ringan, serta makalah yang hendak disajikan malam itu. Cak Nur
selalu menjadi pembicara, didampingi pembicara tamu secara bergantian. Topik
kajian pun begitu beragam, semuanya disajikan dalam makalah ilmiah. Sebelum
dimulai, ada kalanya para peserta disuguhi permainan piano.
Melihat antusiasme kelas menengah terhadap studi islam dengan
pendekatan ilmiah, dialogis, tanpa semangat menggurui, maka saya bersama Elza
Taher dan Budhi Munawar Rahman lalu menyusun paket-paket studi Islam layaknya
sebuah forum kuliah di universitas. Pusatnya di Pondok Indah Plaza Tiga,
Jakarta Selatan. Setiap tema kuliah, kami pecah-pecah menjadi 8-16 topik
pertemuan, dengan menghadirkan dosen secara bergantian sesuai minat dan bidang
keahliannya.
Dalam kajian tematik ini, saya selalu hadir mendampingi dosen
tamu. Kalau dosen tidak hadir, saya sebagai gantinya. Mungkin tahun itu
Paramadina merupakan pionir menyelenggarakan studi Islam secara tematik,
terstruktur, dan sangat diminati kalangan eksekutif. Peserta hadir ke
Paramadina sesuai dengan mata kuliah yang dipilihnya.
Pada Sabtu banyak peserta yang mengikuti kuliah pagi hari, pukul
10.00-12.00 WIB, diteruskan mengambil kuliah sore pukul 14.00-16.00 WIB.
Beberapa topik kajian itu antara lain: Pengantar Studi Islam, Sirah Muhammad,
Tema-Tema Pokok Alquran, Hukum Islam, Filsafat Islam, Sejarah Islam, Ilmu
Kalam, dan Tasawuf. Karena diisi oleh beragam dosen, kajian Islam ini tanpa
disengaja menerapkan pendekatan interdisipliner. Islam didekati secara
historis, rasional, filosofis, dengan pedoman dasar Alquran dan semangat
tasawuf, yaitu penghayatan akan kasih sayang Allah. Semesta ini hadir karena
cinta-Nya.
Manusia diciptakan karena cinta-Nya. Para Rasul diutus karena
cinta-Nya. Islam adalah agama cinta. Itulah salah satu pesan yang terkandung
perintah agar memulai semua tindakan dengan bacaan basmalah.
Bismillahirrahmanirrahim. Jadi, kajian Islam di Paramadina berangkat dari wahyu
Alquran, lalu didekati dengan berbagai disiplin ilmu, seperti Sejarah,
Filsafat, Hukum, dan Tasawuf. Oleh karena itu, beberapa peneliti asing
menempatkan Paramadina sebagai pionir gerakan urban sufism atau sufisme
perkotaan.
Sebuah pendekatan tasawuf populer, dengan menekankan bimbingan
untuk meraih pencerahan intelektual dan hati. Ini berbeda dari tarekat yang
dibimbing oleh guru spiritual secara langsung dengan bacaan zikir atau wirid
dalam jumlah tertentu. Metode yang dirintis Paramadina ini sekarang sudah
tumbuh di berbagai tempat. Salah satu kelebihan Paramadina adalah berbagai
ceramah yang disajikan ditulis dan diterbitkan dalam bentuk buku, terutama
ceramah oleh Nurcholish Madjid.
Sekian banyak buku karangan Nurcholish Madjid pada awalnya adalah
makalah-makalah di Paramadina, yang ditulis secara serius dengan standar
ilmiah. Tak banyak penceramah yang juga penulis serius. Yang menonjol tentu
saja Pak Quraish Shihab. Karya-karya tulisnya akan menjadi amal jariah dan
umurnya menjadi lebih panjang dari usia biologisnya. Kita mengenal Imam Ghozali
pun lewat dan karena warisan karya tulisnya, terutama Ihya Ulumuddin. []
Komaruddin Hidayat ; Guru Besar Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah
KORAN SINDO, 10 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar