Di Antara Wasiat
Sunan Gunung Jati
Jika kita berziarah
ke makam Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati di Cirebon, maka
dapat ditemukan di salah satu sudut area makam, tepatnya di dinding serambi
Masjid Agung Gunung Jati, terpampang secara jelas sebuah kalimat "Insun
titip tajug lan fakir miskin." Kalimat yang sudah cukup familiar khususnya
bagi masyarakat Cirebon, dan diyakini merupakan wasiat terakhir Sunan Gunung
Jati tidak lama sebelum beliau wafat.
Secara harfiah arti
dari wasiat tersebut ialah, "Saya titip tajug (sejenis mushalla atau
langgar yang dipergunakan pula buat mengaji) dan fakir miskin." Lewat
wasiat dimaksud, Sunan Gunung Jati berpesan kepada umat Islam secara umum agar
sepeninggal beliau keberadaan tajug dan fakir miskin senantiasa diopeni, dijaga
dan diperhatikan. Dengan kata lain keduanya jangan diterlantarkan begitu saja.
Menurut salah satu
tokoh dan kiai dari Plered, Cirebon, KH Jamhari, tajug yang dimaksud dalam
wasiat di atas dalam konteks sekarang mempunyai batasan arti yang lebih luas,
tidak hanya terbatas mushalla atau langgar saja. Tapi mencakup pula pondok
pesantren, madrasah diniyah dan majlis ta'lim lainnya. Demikian pula yang
dikehendaki dari istilah fakir miskin, bukan sekedar para pengemis yang
meminta-minta, melainkan terutama adalah para santri dan pelajar yang
benar-benar sedang menimba ilmu dan memerlukan bantuan demi kelangsungan
studinya. Terhadap tempat-tempat untuk mengaji dan para santri, Sunan Gunung
Jati menitipkan keduanya supaya umat Islam sepeninggal beliau ikut merawat dan
membantu dan membidani kelestariannya.
Berdasarkan
pengamatan penulis saat nyantri di salah satu pesantren di Cirebon tahun 2012,
dengan adanya wasiat dari Sunan Gunung Jati ini, khususnya di beberapa daerah
di Cirebon, masyarakat sekitar pesantren memperlakukan dengan begitu baik para
santri. Misalnya tidak sedikit masyarakat ketika bulan Ramadhan saat mereka
bersedekah dan membayar zakat fitrah diberikan langsung kepada para santri yang
masih di pesantren. Itu dilakukan tidak lain karena teringat pesan Sunun
Gunung Jati di atas.
Kendati tidak
sepopuler bila dibandingkan wasiat pertama di atas, sebagian masyarakat Cirebon
juga mengenal mutiara pesan lain yang juga diyakini bersumber dari Syekh Syarif
Hidayatullah. Pesan tersebut berbunyi, "Sugih bli rerawat, mlarat bli
gegulat," artinya "menjadi kaya bukan untuk pribadi, menjadi
miskin, bukan untuk menjadi beban bagi orang lain."
Dua wasiat atau pesan
Sunun Gunung Jati di atas substansinya sama dan saling menguatkan, yaitu di samping
mengingatkan umat Islam supaya nguri-uri tempat ibadah dan majlis tempat
menimba ilmu, di sisi lain juga mendorong kepada golongan orang yang kuat dan
mampu agar senantiasa memiliki empati dan kepedulian kepada fakir miskin atau
kelompok yang lemah dalam berbagai seginya baik lemah secara ekonomi, ilmu
maupun politik. Sementara pesan kedua secara tersirat menekankan supaya
golongan lemah yang mendapatkan uluran tangan atau santunan dari orang
lain tidak menjadi bergantung selamanya pada bantuan orang lain tersebut.
Melainkan mereka nantinya juga dituntut bisa mengembangkan kehidupan yang
mandiri dalam berbagai aspeknya. []
M Haromain, Pengajar
di Pesantren Nurun ala Nur Wonosobo, bergiat Forum Santri NU Temanggung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar