Fazlur Rahman dalam Simposium (V)
Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Alangkah beratnya mengubah paradigma berfikir suatu masyarakat
tradisional yang sudah berlangsung ratusan tahun. Mungkin karena alasan inilah
Fazlur Rahman, sebagaimana dikatakan oleh Gazo, cara revolusi tidak akan ada
hasilnya. Jalan terbaik adalah melaui metode perbaikan bertahap (reform) dan
penyuntikan tenaga baru (revitalization)
pada tradisi keagamaan. Komentar Imtiyaz Yusuf atas nasib Ismail al-Faruqi dan
Fazlur Rahman yang mencoba mengubah cara berfikir umat, tetapi lebih banyak
gagalnya itu, sebagai berikut: “Kecemburuan internal, kebencian, dan tiadanya
sportivitas terhadap dedikasi mereka berdampingan dengan kelesuan yang masih
saja melemahkan umat Islam dari dalam hingga hari ini.”
Presiden Ayup Khan yang berupaya melindungi Fazlur Rahman akhirnya
tidak berdaya berhadapan dengan tembok konservatisme yang sangat tebal
itu memberi catatan berikut ini, seperti dikutip oleh Imtiyaz Yusuf: Dr Fazlur
Rahman, direktur Institut Riset Islam, berada di bawah kritik permusuhan dari
kawasan pedalaman, dikipasi oleh para mulla bodoh.
dengan motif politik. Tuduhan-tuduhan, yang sepenuhnya palsu
dibuat untuk menentang beberapa perkataan yang terdapat dalam karyanya, Islam,
yang ditulis beberapa tahun yang lalu dan yang kemudian diterbitkan oleh Oxford
University Press. Buku ini adalah karya kesarjanaan kelas tinggi, ditulis untuk
masyarakat Eropa dan merupakan sebuah upaya menghilangkan kesan-kesan
palsu tentang Islam…Orang-orang ini tidak mengizinkan Islam menjadi wahana
kemajuan. Bagaimana corak hari depan Islam yang semacam itu di abad penalaran
dan ilmu pengetahuan tidak sulit untuk diperkirakan.
Diaspora Ismail al-Faruqi dan Fazlur Rahman dari bumi Muslim ke
dunia belahan Barat berlangsung sampai keduanya menemui ajalnya masing-masing:
yang pertama dibunuh oleh seorang Muslim fanatik, yang kedua wafat karena
penyakit diabetes yang telah lama dideritanya.
Berbeda dengan Fazlur Rahman yang menempatkan al-Qur’an sebagai
pusat perhatian utamanya, Ismail al-Faruqi banyak berenang dalam fenomenologi
berbagai agama, menilai sisi-sisi positif dan negatif agama-agama itu. Inilah
di antara kesan Imtiyaz Yusuf tentang suasana kuliah Ismail al-Faruqi di
Universitas Temple: “Kuliah pertama yang saya ikuti dengannya adalah mengenai
al-Qur’an, di mana meskipun terdapat perbedaan pribadi dan pemikiran dengan
Fazlur Rahman dari Universitas Chicago, buku teks kuliah tidak lain dari karya
Fazlur Rahman terbaik The (sic)
Major Themes of the Qur’an.” Artinya Ismail al-Faruqi di mata Imtiyaz Yusuf
sangat menghargai kesarjanaan seseorang, sekalipun bisa saja berbeda dalam
beberapa butir pemikiran.
Untuk mengenang kematian Ismail al-Faruqi secara tragis tahun
1986, Fazlur Rahman menulis artikel yang dikutip Imtiyaz Yusuf di bawah judul:
“Palestine and My Experiences with the Young Faruqi 1958-1963”: Ismail, dalam
pandangan saya, memiliki salah satu minda terbaik di kalangan generasi muda
Arab dan dapat menghargai dengan baik butir-butir
filosofis yang sangat pelik, meskipun punya kecenderungan kecil
untuk menggunakan hasrat intelektualnya atas kajian khazanah Islam klasik.
Semuanya ini baginya terlihat sebagai sebuah potongan serba putih, sementara
Barat modern semua dilihatnya sebagai sebuah potongan serba hitam.
Secara pribadi Ismail sangat menyenangkan. Dia selalu tersenyum
dan tidak pernah sekali pun kejadian selama kami hampir tiga tahun bersama di
McGill saat dia bertengkar dengan seseorang.
Tampaknya dia mengembangkan persahabatan erat khusus dengan saya
dan kami berbincang tentang masalah-masalah intelektual kadang-kadang
berlangsung berjam-jam, tidak jarang lewat telepon. Saya tidak punya mobil
karena tidak bisa menyopir lantaran pandangan mata yang lemah.
Sering dan dalam waktu yang lama dia akan jemput saya ke rumah
untuk berangkat ke Institut. Saya menikmati persahabatan itu dan kegiatan
intelektualnya yang tak pernah padam.
Akhirnya, tidak semua catatan makalah dalam simposium tentang
Fazlur Rahman di Universitas Inönü yang sempat saya rekamkan di sini. Analisis
Fazlur Rahman tentang proses turunnya wahyu yang menyulut protes di Pakistan,
mohon tuan dan puan baca sendiri dalam karya-karyanya yang sebagian sudah
terdapat terjemahan dalam bahasa Indonesia. Selamat. []
REPUBLIKA, 21 Juni 2016
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua
Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar