Tanya:
Assalamu'alaikum bapak kyai saya mau bertanya:
1. Apakah taubat meminta maaf yang berkaitan dengan haqqul adam tidak cukup secara global dan harus ditafsil (menyebutkan kesalahan kita). Seperti menggibah, mengejek, memfitnah,dll. Dan apabila harus ditafsil apakah tidak terlalu sulit.
2. Apabila seseorang punya sifat pemalu misalnya malu bila bertemu dengan orang lain dan sering tidak percaya diri apakah berdosa? Soalnya katanya orang yang tidak pede tandanya bahwa orang itu dihinakan oleh Allah.
Terimakasih
Wassalam,
Afif
Jawab:
Bapak Afif yang kami hormati.
Pada dasarnya, Islam mengajarkan kepada umatnya agar menjadi manusia pemaaf. Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berani meminta maaf. Karenanya, mereka yang memiliki kesalahan harus meminta maaf dan bertaubat, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia yang terkait. Karena ini umat Islam, khususnya di Nusantara, memiliki tradisi berlebaran dan saling memaafkan.
Secara sosial dan syar'i, posisi orang yang meminta maaf adalah sedang berada di bawah mereka yang akan memaafkan. Seperti juga khitob (objek anjuran) pada hadits, "Al-yadul Ulya Khoirun min Yadis Sufla, (Tangan di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah)", adalah pada yang memberi, maka pada banyak ayat-ayat Al-Qur'an tentang permaafan,objeknya adalah juga pada orang-orang yang memaafkan.
Kita dapat mencontohkan beberapa ayat di bawah ini:
"Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Kuasa." (QS. An-Nisa', 4 : 149).
"........dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Maidah, 5: 13)
"Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik." (QS. Al-Hijr, 15: 85)
".......dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. At-Taghoobun, 64: 14)
Hadits dan ayat-ayat di atas menunjukkan, hendaknya orang yang memaafkan memiliki mental yang lebih baik daripada yang meminta maaf. Artinya hendaknya orang-orang yang dimintai maaf hendaknya memiliki jiwa yang lebih besar daripada mereka yang meminta maaf, yang telah menunjukkan kebesaran jiwa terlebih dahulu.
Pada intinya, seseorang yang meminta maaf tidak wajib menyebutkan kesalahannya secara rinci. Kecuali memang diminta oleh yang memberika maaf karena mungkin membutuhkan klarifikasi atas hal-hal tertentu.
Demikian terima kasih.
KH. Ahmad Zubaidi M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar