Sejarah di Balik Lahirnya Lagu ‘Kebangsaan’
Yaa Lal Wathan
Menteri Sosial RI Khofifah Indar Parawansa
mengusulkan lagu gubahan Pahlawan Nasional KH Abdul Wahab Chasbullah yang
popluer berjudul Yaa Lal Wathan dijadikan sebagai lagu perjuangan nasional
karena terbukti menyemayamkan cinta tanah air dan nasionalisme kuat di dada
para pejuang terutama anak-anak muda saat itu. Peresmian lagu tersebut
rencananya akan dilaksanakan pada momen Hari Pahlawan Nasional 10 November 2016
mendatang.
Di balik rasa bangga dengan hasil karya nyata
Mbah Wahab yang mampu membakar semangat perjuangan bangsa Indonesia tersebut,
baik kiranya masyarakat Indonesia mengetahui sejarah di balik penciptaan lagu
itu. Semangat Abdul Wahab muda sekitar tahun 1914 setelah pulang dari menuntut
ilmu di Mekkah merasa tidak bisa memaksimalkan seluruh kemampuan berpikir dan
bergeraknya saat menjadi salah satu bagian dari Syarikat Islam (SI) dengan
tokoh utamanya Haji Oemar Said Tjokroaminoto (1883-1934 M).
Kiai Wahab merasa tidak puas jika belum
mendirikan organisasi sendiri. Karena dalam pandangannya, SI terlalu
mengutamakan kegiatan politik, sedangkan dirinya menginginkan tumbuhnya
nasionalisme di kalangan pemuda melalui kegiatan pendidikan.
Singkatnya pada tahun 1916, KH Wahab
Chasbullah berhasil mendirikan perguruan Nahdlatul Wathan atas bantuan beberapa
kiai lain dengan dirinya menjabat sebagai Pimpinan Dewan Guru (keulamaan).
Sejak saat itulah Nahdlatul Wathan dijadikan markas penggemblengan para pemuda.
Mereka dididik menjadi pemuda yang berilmu dan cinta tanah air (Choirul Anam,
2010: 29).
Bahkan setiap hendak dimulai kegiatan
belajar, para murid diharuskan terlebih dahulu menyanyikan lagu perjuangan
dalam bahasa Arab ciptaan Mbah Wahab sendiri. Kini lagu tersebut sangat populer
di kalangan pesantren dan setiap kegiatan Nahdlatul Ulama (NU), yakni Yaa Lal
Wathan yang juga dikenal dengan Syubbanul Wathan (pemuda cinta tanah air).
Benih-benih cinta tanah air ini akhirnya bisa menjadi energi positif bagi
rakyat Indonesia secara luas sehingga perjuangan tidak berhenti pada tataran
wacana, tetapi pergerakan sebuah bangsa yang cinta tanah airnya untuk merdeka
dari segala bentuk penjajahan. Berikut syair lagu yang kini masyhur itu:
يَا لَلْوَطَن يَا
لَلْوَطَن يَا لَلْوَطَن
حُبُّ الْوَطَن مِنَ
الْإِيْمَان
وَلَا تَكُنْ مِنَ
الْحِرْمَان
اِنْهَضُوْا أَهْلَ
الْوَطَن
إِنْدُونَيْسيَا
بِيْلَادِيْ
أَنْتَ عُنْوَانُ
الْفَخَامَا
كُلُّ مَنْ يَأْتِيْكَ
يَوْمَا
طَامِحًا يَلْقَ
حِمَامَا
“Pusaka hati wahai tanah airku
Cintamu dalam imanku
Jangan halangkan nasibmu
Bangkitlah, hai bangsaku!
Indonesia negriku
Engkau Panji Martabatku
S’yapa datang mengancammu
‘Kan binasa dibawah dulimu!”
Semangat nasionalisme Kiai Wahab yang
berusaha terus diwujudkan melalui wadah pendidikan juga turut serta melahirkan
organisasi produktif seperti Tashwirul Afkar yang berdiri tahun 1919. Selain
itu, terlibatnya Kiai Wahab di berbagai organisasi pemuda seperti Indonesische
Studieclub, Syubbanul Wathan, dan kursus Masail Diniyyah bagi para ulama muda
pembela madzhab tidak lepas dari kerangka tujuan utamanya, yakni membangun
semangat nasionalisme bangsa Indonesia yang sedang terjajah.
Kiai Wahab telah membuktikan diri bahwa
internalisasi semangat nasionalisme sangat efektif diwujudkan melalui ranah
pendidikan. Hal ini dilakukan dengan masif di berbagai pesantren sehingga peran
kalangan pesantren sendiri diakui oleh dr Soetomo (Bung Tomo) sebagai lembaga
yang sangat berperan dalam membangun keilmuan kokoh bagi bangsa Indonesia
sekaligus dalam pergerakan nasional untuk mewujudkan kemerdekaan. []
(Fathoni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar