Jalan Cahaya Makhluk
Semesta
Judul
Buku : Imam Abu Hamid Al-Ghazali,
Minhajul Abidin, Meraih Derajat Ahli Ibadah, diterjemahkan dari kitab Khulasatu
Minhaj Al-Abidin, karya KH. R Abdullah bin Nuh
Penerbit
: Jakarta, Noura Books
ISBN
: 978-602-1306-94-9
Peresensi
: Munawir Aziz, aktif di Gerakan Islam Cinta dan Gusdurian.
Kitab Minhaj
al-Abidin, karya Syaikh al-Ghazali menjadi penuntun jalan bagi umat muslim
untuk mendekat kepada Allah, Pencipta Langit dan Bumi. Kitab ini, berisi
petunjuk bagi setiap 'abid, atau ahli ibadah untuk mempersiapkan
kebaikan-kebaikan sebagai sarana ibadah. Bagaimana mempersiapkan ibadah agar
dapat menjadi ruang pertaubatan dan lading amal bagi makhluk? Imam Al-Ghazali
mengungkapkan secara mendalam dalam kitab Minhaj Al-Abidin. Nah, dari karya
Imam Al-Ghazali, seorang ulama asal Cianjur, Kiai Abdullah bin Nuh,
meringkasnya menjadi karya yang mudah dipahami.
Buku ini, Meraih
Derajat Ahli Ibadah, merupakan terjemahan dari kitab karya Abdullah bin Nuh,
yang meringkas Minhaj Al-Abidin, karya penting dari Syaikh Al-Ghazali. Dengan
membaca karya ini, pembaca dimudahkan untuk menikmati lapisan-lapisan makna
penuh gizi, dari renungan dan fatwa Imam Al-Ghazali. Kitab ini, meringkas
tema-tema penting terkait dengan taubat, ibadah, hingga tantangan bagi muslim
untuk khusyu' beribadah.
Dalam cacatan Syaikh
Abdullah bin Nuh, yang mengutip pendapat Syaikh Al-Ghazali, ada tiga hal
penting yang mendorong orang untuk bertaubat. Yakni: (1) Ingat akan kejahatan
dan buruknya dosa, (2) Ingat akan hebatnya siksaan Allah, serta pedihnya murka
Allah, (3) Ingat kelemahan diri dan kedurhakaan.
Lalu, apakah yang
dimaksud taubat itu? Taubat itu perbuatan hati, yakni membersihkan hati dari
dosa, berniat tidak akan mengerjakan dosa, serta mengagungkan Allah dan tidak
takut dimurkai Allah. Dengan makna yang sama, jika orang yang meninggalkan dosa
hanya karena malu terhadap orang lain atau takut dipenjara, tidak dapat
dianggap sebagai taubat kepada Allah (hal. 21). Intinya, taubat itu
terkait dengan pembersihan dosa, pembersihan hati dari kotoran-kotoran yang
selama ini melingkupi.
Kemudian, Syaikh
Abdullah bin Nuh, dengan merujuk pada pemikiran Al-Ghazali, mengatakan
bagaimana cara agar manusia dapat membersikan dosa. Menurutnya, ada tiga hal
yang dapat menuntun manusia, sebagai makhluk Allah, membersihkan dosa-dosa yang
selama ini menjadi kotoran. Di antaranya, (1) Dosa meninggalkan
kewajiban, semisal shalat, puasa, zakat, maka wajib mengqadha atau membayarnya,
(2) Dosa terhadap Allah, seperti minum arak atau makan riba, maka harus
menyesal dan bertaubat kepada Allah, (3) Dosa terhadap sesama makhluk, maka
harus meminta maaf dengan yang tersakiti. Jika perkara harta benda dengan
mengganti yang sepadan, dan jika terkait perkara jiwa maka harus meminta maaf
dengan sungguh-sungguh untuk mengharap pemaafan.
Pentingnya istiqomah
Dalam kitab ini,
Al-Ghazali mengajak manusia untuk senantiasa istiqomah beribadah. Ketika rajin
beribadah, tanjakan atau penghalang akan menghadang. Tanjakan ini, ada empat
hal, yakni: dunia, makhluk, setan dan nafsu.
Menurut al-Ghazali,
setan sebagai penghalang atas ibadah manusia, harus diperangi. Memperangi setan
dengan tiga perkara: (1) mengetahui tipu daya yang biasa digunakan oleh setan,
(2) setan harus dihina, jangan didengar ajakannya, (3) harus senantiasa zikir
dan ingat kepada Allah dengan lisan dan hati. Dengan demikian, memerangi setan
dengan menggunakan cara yang tepat, dapat menjadikan ibadah kita tenang.
Dalam hal ini, zikir
kepada Allah menjadi cara ampuh untuk mengusir setan. "Sesungguhnya, zikir
kepada Allah dapat menimpa setan, seperti penyakit lepra yang menimpa
manusia" sabda Rasulullah Saw. Imam Al-Ghazali, mengajak manusia untuk
mengenali tipu daya setan. Pertama, setan biasanya memasang jaring-jaringnya
berupa was-was atau godaan seperti panah untuk memanah hati manusia. Kedua,
setan mempunyai bermacam akal, seperti jaring-jaring yang dipasang olehnya
(hal. 34).
Imam Al-Ghazali
membahas tentang hati, kalbu dan perasaan khawatir yang dimiliki manusia.
Khawatir itu melintasi hati manusia, yang dapat mempengaruhi tindakan maupun
ibadah-ibadah yang dikhususkan kepada Allah. Menurut Imam Al-Ghazali, khawatir
ada empat bagian, yakni: (1) khawatir yang diadakan Allah tanpa disertai ajakan
malaikat atau setan, dinamakan khatir, (2) khawatir yang diadakan Allah setelah
ajakan malaikat Mulhim, dinamakan Ilham, (3) khawatir yang diadakan Allah
setelah ajakan setan, namanya waswasah, (4) khawatir yang diadakan Allah dan
sesuai dengan tabiat manusia, dinamakan hawa nafsu.
Dengan demikian,
khawatir terkait bagaimana seseorang mengelola hati. Bagi muslim yang memiliki
iman, hatinya selalu tersambung dengan kemahakuasaan Allah. Sayyidina Salman
Ra, berkata: "hamba yang zuhud terhadap dunia, hatinya terang oleh cahaya
hikmah dan anggota badannya saling membantu untuk beribadah. Selain itu, amal
ibadahnya orang zuhud sangat berharga di sisi Allah Swt".
Menurut Al-Ghazali,
dalam melaksanakan ibadah dan menjaga kebaikan dalam rangka ketaatan pada
Allah, senantiasa ada halangan. Hambatan dan halangan ini, di antaranya ujub,
perasaan bangga atas ibadahnya, serta ingin dihormati. Lawan ujub itu dzikrul
minnah, artinya ingat kenikmatan yang ada merupakan pemberian Allah dengan
karunia taufik dari-Nya. Dzikrul minnah merupakan ibadah batin yang wajib ada
pada setiap orang, agar tidak menjadi ujub. Demikianlah, melalui kitab ini,
Al-Ghazali mengajak manusia untuk senantiasa mengingat fitrahnya sebagai hamba,
yang memiliki kewajiban beribadah kepada Allah. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar