NAPAK TILAS 2016 (1)
Kiai As’ad Baca
Ratibul Haddad Sebelum Dicegat Serdadu Jepang
Kisah perjuangan KH
As’ad Syamsul Arifin yang sukses “menumpas” serdadu Jepang di Desa
Garahan, Kecamatan Silo, Jember, Jawa Timur, bukan semata-mata
mengandalkan usaha fisik tapi juga doa dan wiridan yang tak putus-putus
meluncur dari bibir sang kiai dan para pejuang lainnya.
Hal ini terekam dalam penelusuran tim pencari fakta peringatan “Napak Tilas Nasional 2016, Sejarah Perjuangan Pengusiran Penjajah Jepang di Curah Damar” yang akan digelar pada 9-10 November 2016.
Alkisah, saat itu Desa Garahan menjadi markas serdadu Jepang untuk Jember bagian timur. Kiai As’ad selaku Komandan Hizbulloh Kawasan Timur Indonesia, berinisiatif untuk mengusir mereka sejauh mungkin. Maka Kiai As’ad dan sejumlah kiai serta petinggi tentara Hizbulloh berkumpul di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Sumberwringin, Kecamatan Sukowono terkait rencana itu. Dan memang, pesantren yang ketika itu diasuh oleh Kiai Umar tersebut, sejak lama menjadi markas perjuangan melawan penjajah.
Pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah Kiai As’ad dan rombongan menuju markas Jepang di Desa Garahan. Desa Garahan sendiri terletak sekitar 45 kilometer ke arah tenggara dari Pondok Pesantren Raudlatul Ulum yang menjadi start gerilya. Mereka berjalan kaki melewati arah selatan. Sampai di Desa Sumberwaru, tepatnya di rumah Kiai Sholeh, sekitar 5 kilometer dari start, Kiai As’ad dan rombongan berhenti. Di situ Kiai As’ad berembuk, mencari cara yang tepat untuk menghadapi serdadu Jepang.
“Seperti kata Nyai Sholeh, beliaulah yang saat itu selama sekian hari melayani kebutuhan konsumsi Kiai As’ad dan rombongan. Nanaknya dini hari untuk makan setelah rapat dan koordinasi dengan para kiai,” tukas Ketua Panitia Bidang Perlengkapan sekaligus tim pencari fakta Napak Tilas 2016, Ustadz Fauzi kepada NU Online di Jember, Selasa (13/9).
Setelah dirasa cukup berkoordinasi, Kiai As’ad dan rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Namun sekitar 4 kilometer kemudian, Kiai As’ad dan rombongan kembali berhenti, tepatnya di Pesantren Sayyidul Ali, Desa Sukorejo, Kecamatan Sukowono. Saat itu pesantren tersebut diasuh oleh KH. Syarkowi. “Di situ Kiai As’ad hanya satu malam. Beliau dan rombongan membaca rotibul haddad semalam suntuk,” lanjut Ustadz Fauzi yang juga alumni Pondok Pesantren Salafiyah-Syafi’iyah, Asembagus, Situbondo tersebut.
Keesokan harinya, Kiai As’ad dan rombongan bergerak menuju Desa Garahan. Tapi perjalanan belum begitu jauh, serdadu Jepang sudah menunggu di sungai Kramat. Mereka mencegat Kiai As’ad, hingga pertempuran pun tak bisa dihindari. Atas pertolongan Allah, Kiai As’ad berhasil memaksa mereka lari terbirit-birit, menyelinap dalam kelebatan hutan. []
Bersambung…
(Aryudi A Razaq)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar