Konsep Nur Muhammad dalam
Al Quran
Bismilahirrahmanirrahim
Walhamdulillah Wassholatu Wassalamu `Ala Rasulillah, Wa'ala Aalihie Washohbihie
Waman Walaah amma ba'du…
PENGANTAR
Beberapa kalangan
dalam ummat Islam mempersoalkan konsep Nur Muhammad (Cahaya Muhammad atau Ruh
Muhammad) sebagai suatu konsep yang tidak memiliki dasar dalam 'aqidah Islam.
Padahal, konsep Nur Muhammad adalah suatu konsep 'aqidah Ahlussunnah wal
Jama'ah yang diterima dan diakui oleh ijma'
(konsensus) ulama ilmu kalam dan ulama' tasawwuf (awliya' Allah) dalam kurun waktu yang
panjang, sebagai suatu konsep yang memiliki sumber dalilnya dari Quran dan
Hadits Nabi sallAllahu
'alayhi wasallam. Konsep 'aqidah Nur Muhammad sall-Allahu 'alayhi wasallam
menyatakan antara lain bahwa cahaya atau ruh dari Nabi Besar Muhammad sall-Allahu 'alayhi wasallam
adalah makhluq pertama yang diciptakan sang Khaliq,
Allah Subhanahu wa Ta'ala,
yang kemudian darinya, Ia Subhanahu
wa Ta'ala menciptakan makhluq-makhluq lainnya. Pada artikel ini,
insha Allah akan dijelaskan, dalil-dalil qath'i
(bukti yang pasti) berupa ayat-ayat Al Quran yang menyebutkan atribut Nabi sall-Allahu 'alayhi wasallam
sebagai Nur (cahaya) yang dikaruniakan Allah Ta'ala bagi segenap alam semesta.
Akan kita dapati pula, penjelasan dari berbagai ulama ahli tafsir (mufassir) akan makna
ayat-ayat tersebut.
================================
Allah Subhanahu wa
Ta'ala sendirilah yang menyebut Rasulullah sall-Allahu 'alayhi wasallam sebagai
Nuur (cahaya), atau sebagai "Siraajan Muniiran" (makna literal: Lampu
yang Bercahaya).
Hal ini dapat kita
perhatikan dari ayat-ayat berikut:
1.
dalam QS. Al-Maidah 5:15
قَدْ جَاءكُم مِّنَ اللّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُّبِينٌ
"…Qad jaa-akum
min-Allahi nuurun wa kitaabun mubiin"
"…Sungguh telah
datang padamu dari Allah, nuur (cahaya) dan kitab yang jelas dan
menjelaskan"
2.
dalam QS.An-Nur 24:35
مَثَلُ نُورِهِ
كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا
كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونِةٍ لَّا
شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ
نَارٌ نُّورٌ عَلَى نُورٍ
"…Matsalu
nuurihi kamisykaatin fiihaa mishbaah, al-mishbaahu fii zujaajah; az-zujaajatu
kaannahaa kaukabun durriyyun yuuqadu min syajaratin mubaarakatin zaituunatin
laa syarqiyyatin wa laa gharbiyyatin yakaadu zaituhaa yudhii-u wa lau tamsashu
naarun; nuurun 'alaa nuurin…"
"…Perumpamaan
cahaya-Nya adalah seperti suatu misykat (bundel) di mana di dalamnya ada suatu
lampu, lampu itu ada dalam gelas, dan gelas itu seperti bintang yang berkelip,
dinyalakan dari pohon yang terberkati, suatu zaitun yang tak terdapat di timur
maupun di barat, yang minyaknya saja hampir-hampir sudah bercahaya sekalipun
api belum menyentuhnya; cahaya di atas cahaya…"
3.
dalam QS. Al-Ahzab 33: 45-46
يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِداً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً
وَدَاعِياً إِلَى
اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجاً مُّنِيراً
"Yaa Ayyuhan
Nabiyyu inna arsalnaaka Syahiidan wa Mubassyiran wa Nadziiran. Wa Daa-'iyan
ila-Allahi bi-idznihii wa Sirajan Muniiran"
"Wahai Nabi
sesungguhnya Kami telah mengutusmu sebagai seorang Saksi, Seorang Pembawa kabar
gembira, dan seorang Pemberi Peringatan, dan sebagai Seorang Penyeru (Da'i)
kepada Allah dengan izin-Nya, dan sebagai suatu Lampu yang menebarkan
Cahaya".
TAFSIR
DAN INTERPRETASI AYAT
I.
Mengenai ayat pertama (5:15)
- Qadi 'Iyad
berkata, "Beliau (Nabi) dinamai cahaya (Nuurun)
karena kejelasan perkaranya dan karena fakta bahwa Nubuwwahnya (Kenabiannya) telah dijadikan
amat jelas, dan juga karena menerangi cahaya orang-orang mukmin dan 'arif
billah dengan apa yang beliau bawa."
- Suyuti
dalam Tafsir al-Jalalayn,
Fayruzzabadi
dalam Tafsir Ibn 'Abbas
berjudul Tanwir al-Miqbas
(hlm. 72), Shaykh al-Islam, Imam Fakhr al-Din ar-Razi, Mujaddid
abad keenam, dalam Tafsir
al-Kabir-nya (11:189), Qadi Baydawi dalam Tafsirnya yang berjudul Anwar al-Tanzil, al-Baghawi
dalam Tafsir-nya berjudul Ma'aalim
al-Tanzil
(2:23), Imam
al-Shirbini dalam Tafsirnya berjudul al-Siraj al-Munir (hlm.
360), pengarang Tafsir Abi
Sa'ud (4:36), dan Thana'ullah Pani Patti dalam Tafsir al-Mazhari-nya
(3:67) berkata: "Apa yang dimaksudkan sebagai suatu Cahaya (Nuurun) adalah: Muhammad,
sallalLahu 'alayhi wasallam."
- Ibn Jarir al-Tabari
dalam Tafsir Jami' al-Bayan-nya
(6:92) berkata: "Telah datang padamu Cahaya (Nuurun) dari Allah: Ia maksudkan dengan
Cahaya adalah: Muhammad, sallalLahu
'alayhi wasallam, dengan mana Allah telah menerangi kebenaran,
membawa Islam maju dan memunahkan kesyirikan. Karena itu beliau (Nabi) adalah
suatu cahaya (nuurun)
bagi mereka yang telah tercerahkan oleh beliau dan oleh penjelasannya akan
kebenaran."
- al-Khazin
dalam Tafsir-nya
(2:28) mengatakan serupa: "Telah datang padamu Cahaya (Nuurun) dari Allah
bermakna: Muhammad, sallalLahu 'alayhi wasallam. Allah menyebut beliau cahaya
tidak dengan alasan apa pun melainkan karena seseorang terbimbing olehnya
(Muhammad SallAllahu 'alayhi
wasallam) dengan cara yang sama seperti seseorang terbimbing oleh
cahaya dalam kegelapan."
- Sayyid Mahmud
al-Alusi dalam tafsirnya berjudul Tafsir Ruhul Ma'ani (6:97) secara serupa
berkata: "Telah datang padamu suatu cahaya (Nuurun) dari Allah: adalah, suatu cahaya
yang amat terang yaitu cahaya dari cahaya-cahaya dan yang terpilih dari semua
Nabi, sallalLahu 'alayhi wasallam."
- Isma'il al-Haqqi
dalam komentarnya atas Alusi berjudul Tafsir Ruh al-Bayan (2:370) secara serupa
juga berkata: "Telah datang padamu Cahaya (Nuurun) dari Allah dan suatu Kitab yang
menjelaskan segala sesuatu: dikatakan bahwa makna yang awal (yaitu NUUR) adalah Rasulullah, sallalLahu 'alayhi wasallam,
dan yang berikutnya (Kitabun
Mubin, penerj) adalah Quran….
Rasulullah
sallAllahu
'alayhi wasallam disebut Cahaya (Nuurun)
karena yang pertama yang dibawa keluar dari kegelapan kelalaian dengan cahaya
dari kekuatan-Nya, adalah cahaya (Nuur)
Muhammad, sallalLahu
'alayhi wasallam, sebagaimana beliau (Nabi Sall-Allahu 'alayhi
wasallam) pernah bersabda: 'Hal pertama yang
Allah ciptakan adalah cahayaku."
Riwayaat ini
berkenaan dengan pertanyaan Jabir ibn 'Abd Allah yang bertanya tentang apa yang
diciptakan Allah pertama kali sebelum segala sesuatu lainnya.
Riwayat ini
diriwayatkan oleh 'Abd al-Razzaq (wafat 211H) dalam Musannaf-nya, menurut Imam Qastallani
dalam al-Mawahib al-Laduniyya (1:55) dan Zarqani
dalam Syarah al-Mawahib
(1:56 dari edisi Matba'a
al-'amira di Kairo). Tidak ada keraguan akan Abd Razzaq sebagai rawi (periwayat Hadits). Bukhari
mengambil 120 riwayat darinya, Muslim 400. Riwayat ini dinyatakan pula sahih oleh Abd al-Haqq
ad-Dihlawi (wafat 1052), ahli hadits India, juga disebut oleh 'Abd al-Hayy
al-Lucknawi (wafat 1304 H) ahli hadits kontemporer India.
Demikian pula oleh Al-Alusi dan Bayhaqi
dengan matan
[redaksi susunan kata hadits, penerj.] yang berbeda, dan juga oleh beberapa
ulama lain.
Sebagai suatu catatan
khusus adalah suatu fakta bahwa kaum Mu'tazili
[kaum yang terlalu mengandalkan ra'yu
atau logika akal, penerj.] berkeras bahwa Cahaya dalam ayat 5:15 merefer hanya
pada Quran dan tidak pada Nabi. Alusi berkata dalam kelanjutan kutipan di
atas: "Abu 'Ali al-Jubba'i berkata bahwa cahaya/nuurun berkaitan dengan
Quran karena Quran membuka dan memberikan jalan petunjuk dan keyakinan.
al-Zamakhshari (dalam al-Kasysyaf 1:601) juga puas dengan penjelasan ini."
Penjelasan yang lebih dalam akan dua pendapat ini dijelaskan oleh Shah 'Abd al-'Aziz
al-Multani dalam al-Nabras
(hlm. 28-29): "al-Kasysyaf memproklamasikan dirinya sebagai Bapak
Mu'tazilaa… Abu 'Ali al-Jubba'i adalah seperti Muhammad ibn 'Abd al-Wahhab-nya
kaum Mu'tazila Basra." Kesamaan antara pendapat Mu'tazila dengan Wahhabi
dan "Salafi" modern ditekankan oleh Imam Kawtsari di
banyak tempat di kitab Maqalat-nya,
di mana beliau menunjukkan bahwa seperti halnya Mu'tazilah, penolakan kaum
Wahhabi (dan juga Salafi modern, penerj.) atas karakteristik awliya' adalah
kamuflase atas penolakan (karakteristik) yang sama dari diri para Nabi.
Ada suatu penjelasan
yg patut dicatat di antara Ahlus
Sunnah yang mendeskripsikan makna Nabi baik kepada Cahaya (Nuurun) maupun Kitab, al-Sayyid al-Alusi
berkata dalam Ruh al-Ma'aani
(6:97): "Saya tidak menganggapnya dibuat-buat bahwa yang dimaksud baik dengan
Cahaya (Nuurun)
maupun Kitabun Mubin adalah sang Nabi, konjungsi dengan cara yang sama seperti
yang dikatakan al-Jubba'i (bahwa baik Cahaya maupun Kitab adalah Quran). Tidak
ada keraguan bahwa dapat dikatakan semua merefer ke Nabi. Mungkin Anda akan ragu
utk menerima ini dari sudut pandang 'ibara
(ekspresi); tapi cobalah dari sudut pandang 'isyarah."
- Al-Qari
berkata dalam Syarah
al-Shifa' (1:505, Mecca ed), bahwa "Telah pula dikatakan bahwa
baik Cahaya maupun Kitab merefer pada Muhammad sall-Allahu 'alayhi wasallam, karena beliau
adalah suatu cahaya yang cemerlang dan sumber dari segala cahaya, beliau adalah
pula suatu kitab/buku yang mengumpulkan dan memperjelas segala rahasia."
Ia juga berkata (1:114, Madina ed.): "Dan keberatan apa untuk mempredikatkan
kedua kata benda itu pada Nabi, karena beliau secara hakikat adalah Cahaya yang
Terang karena kesempurnaan penampilannya (tajallinya)
di antara semua cahaya, dan beliau adalah suatu Kitab Nyata karena beliau
mengumpulkan keseluruhan rahasia dan membuat jelas seluruh hukum, situasi, dan
alternatif."
II.
Mengenai ayat kedua (QS. 24:35)
- Imam Suyuti
berkata dalam al-Riyad
al-Aniqa: Ibn Jubayr dan Ka'b al-Akhbar berkata: "Apa yang
dimaksud dengan cahaya (nuurun) kedua (dalam ayat tersebut, penerj.) adalah
Nabi sall-Allahu 'alayhi
wasallam karena beliau adalah Rasul dan Penjelas dan Penyampai dari
Allah apa-apa yang memberi pencerahan dan kejelasan." Ka'b melanjutkan:
"Makna dari 'Minyaknya hampir-hampir bercahaya' adalah karena kenabian
Nabi akan dapat diketahui orang sekalipun beliau tidak mengatakan bahwa beliau
adalah seorang Nabi, sebagaimana minyak itu juga akan mengeluarkan cahaya tanpa
tersentuh api."
- Ibn Kathir
mengomentari ayat ini dalam Tafsir-nya
dengan mengutip suatu laporan via Ibn 'Atiyya dimana Ka'b al-Ahbar menjelaskan
firman-firman Allah: "…yakadu
zaytuha yudhi-u wa law lam tamsashu nar…", sebagai bermakna:
"Muhammad sall-Allahu
'alayhi wasallam sudah hampir jelas sebagai seorang Nabi bagi
orang-orang, sekalipun beliau tidak mengumumkannya."
- Qadi 'Iyad
berkata dalam al-Syifa'
(edisi English p. 135): Niftawayh berkata berkaitan dengan
kata-kata Allah: "…minyaknya
hampir-hampir bercahaya sekalipun api tidak menyentuhnya…"
(24:35): "Ini adalah perumpamaan yang Allah berikan berkaitan dengan
Nabi-Nya. Ia berkata bahwa makna ayat ini adalah bahwa wajah ini (wajah
Rasulullah SAW, pen.) telah hampir menunjukkan kenabiannya bahkan sebelum
beliau menerima wahyu Quran, sebagaimana Ibn Rawaha berkata:
Bahkan jika
seandainya tidak ada tanda-tanda nyata di antara kami, wajahnya telah bercerita
padamu akan berita-berita."
- Di antara mereka
yang berkata bahwa makna "matsalu
nuurihi" — perumpamaan Cahaya-Nya — adalah Nabi Muhammad sall-Allahu 'alayhi wasallam
adalah: Ibn
Jarir at-Tabari dalam Tafsir-nya
(18:95), Qadi 'Iyad dalam al-Syifa',
al-Baghawi
dalam Ma'alim al-Tanzil
(5:63) dalam catatan al-Khazin, dari Sa'id ibn Hubayr dan
ad-Dahhak, al-Khazin dalam Tafsir-nya
(5:63), Suyuti
dalam ad-Durr al-Mantsur
(5:49), Zarqani
dalam Syarah al-Mawahib
(3:171), al-Khafaji dalam Nasim
ar-Riyad (1:110, 2:449).
- al-Nisaburi
dalam Ghara'ib al-Quran
(18:93) berkata: "Nabi adalah suatu cahaya (Nuurun) dan suatu lampu yang memancarkan
cahaya."
- al-Qari
dalam Syarah al-Shifa'
berkata: "Makna yang paling jelas adalah untuk mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan cahaya (Nuur)
adalah Muhammad sall-Allahu
'alayhi wasallam."
III.
Mengenai ayat ketiga (QS. 33: 45-46)
- Qadi al-Baydawi
berkata dalam Tafsir-nya:
"Itu adalah matahari berdasarkan firman-Nya: "Telah Kami jadikan
matahari sebagai suatu lampu"; atau, itu mungkin berarti suatu
lampu".
- Ibn Kathir
menyatakan dalam Tafsirnya:
"Firman-Nya: '…dan
suatu lampu yang bersinar', adalah: statusmu (Wahai Nabi, penj)
nampak dalam kebenaran yang telah kau bawa sebagaimana matahari nampak saat
terbitnya dan bercahaya, yang tak bisa disangkal siapa pun kecuali yang
keras-kepala."
- Raghib al-Asfahani
dalam al-Mufradat
(1:147) berkata: "kata itu (lampu) digunakan untuk segala sesuatu yang
mencahayai."
- al-Zarqani
dalam Syarah al-Mawahib
(3:171) berkata: "Beliau dinamai Lampu karena dari satu lampu muncul
banyak lampu, dan cahayanya tidak berkurang."
- `Abd Allah ibn
Rawaha al-Ansari cucu dari penyair Imru' al-Qays berkata
tentang Nabi sall-Allahu
'alayhi wasallam:
law lam takun fihi
ayatun mubina lakana manzaruhu yunabbi'uka bi al-khabari
"Bahkan
seandainya, tidak ada ayat (tanda) berkenaan dengan ia (SAW), yang nyata dan
jelas sungguh memandangnya saja sudah bercerita padamu akan khabar/berita"
Ibn
Hajar
meriwayatkannya dalam al-Isaba
(2:299) dan berkata: "Ini adalah syair terindah dengan mana Nabi pernah
dipuji." Ibn Sayyid al-Nas berkata tentang Ibn Rawaha ini dalam Minah al-Madh (hlm.. 166):
"Ia terbunuh
sebagai syahid di perang Mu'ta pada 8 JumadilAwwal sebelum Fathu Makkah
(Penaklukan Makkah). Di hari itu ia adalah salah satu dari komandan. Ia adalah
salah seorang dari penyair yang berbuat kebaikan dan biasa menangkis segala
bahaya yang menyerang Rasulullah. Adalah berkenaan dengan dia dan dua temannya
Hassan (ibn Tsabit) dan Ka'b (ibn Zuhayr) yang disinggung dalam ayat "Kecuali mereka yang beriman dan
berbuat kebajikan dan bedzikir pada Allah sebanyak-banyaknya."
(As-Syu'ara 26:227)."
- Dan sebagai atribut
dari Allah adalah Dzu al-Nur
yang berarti Sang
Pencipta cahaya, dan Penerang langit dan bumi dengan cahaya-cahaya-Nya, juga
sebagai Penerang qalbu orang2 mukmin dengan petunjuk/hidayah. Imam Nawawi
berkata Syarah Sahih Muslim,
dalam komentarnya atas doa Nabi yang dimulai dengan: "Ya Allah, Engkaulah
Cahaya Langit dan bumi dan milik-Mu lah segala puji…" (Kitab Salat al-Musafirin
#199):
"Para ulama
berkata bahwa makna "Engkau adalah cahaya langit dan bumi" adalah:
Engkaulah Dzat Yang menyinari mereka (langit dan bumi) dan Pencipta cahaya
mereka. Abu 'Ubayda berkata: "Maknanya adalah bahwa dengan cahaya-Mu
penduduk langit dan bumi memperoleh hidayah."
al-Khattabi berkata dalam
komentarnya atas nama Allah an-Nur: "Itu berarti Ia yang dengan cahaya-Nya
yang buta dapat melihat, dan yang tersesat dapat terbimbing, di mana Allah
adalah cahaya langit dan bumi, dan adalah mungkin bahwa makna al-Nur adalah:
Dzu al-Nur, dan adalah tidak benar bahwa al-Nur adalah atribut dari Zat Allah,
karena itu hanyalah atribut dari aksi (sifatu
fi'li), yaitu: Ia adalah Pencipta dari cahaya." Yang lain
berkata: "Makna cahaya langit dan bumi adalah: Sang Pengatur matahari dan
bulan dan bintang-bintang mereka (langit dan bumi)."
Penutup
"Kebenaran
adalah dari Tuhanmu, dan janganlah kau termasuk mereka yang ragu" (kutipan maknawi
dari Quran).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar