Kiai Romly Tamim, Penyusun Doa Istighotsah
Kata "Istighotsah" (إستغاثة)
adalah bentuk masdar dari Fi'il Madli Istaghotsa (إستغاث) yang berarti mohon pertolongan. Secara
terminologis, istigotsah berarti beberapa bacaan wirid (awrad) tertentu yang
dilakukan untuk mohon pertolongan kepada Allah SWT atas beberapa masalah hidup
yang dihadapi.
Istighotsah ini mulai banyak dikenal oleh
masyarakat khususnya kaum Nahdliyyin baru pada tahun 1990 an. Di Jawa Timur,
ulama yang ikut mempopulerkan istighotsah adalah Almarhum KH Imron Hamzah (Rais
Syuriyah PWNU Jatim waktu itu). Namun di kalangan murid Thariqah, khususnya
Thariqah Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, Isighotsah ini sudah lama dikenal dan
diamalkan.
Bacaan istighotsah yang banyak diamalkan oleh
warga Nahdliyyin ini, bahkan sekarang meluas ke seluruh penjuru negeri
sebenarnya disusun oleh KH Muhammad Romly Tamim, seorang Mursyid Thariqah
Qadiriyah wan Naqsyabandiyah, dari Pondok Pesantren Rejoso, Peterongan,
Jombang. Hal ini dibuktikan dengan kitab karangan beliau yang bernama
Al-Istighatsah bi Hadrati Rabb al-Bariyyah" (tahun 1951) kemudian pada
tahun 1961 diterjemah ke dalam bahasa Jawa oleh putranya KH Musta'in Romli.
KH Muhammad Romly Tamim adalah salah satu
putra dari empat putra Kiai Tamim Irsyad (seorang Kiai asal Bangkalan Madura).
Keempat putra Kiai Tamim itu ialah Muhammad Fadlil, Siti Fatimah, Muhammad
Romly Tamim, dan Umar Tamim.
KH Muhammad Romly Tamim lahir pada tahun 1888
H. di Bangkalan Madura. Sejak masih kecil, beliau diboyong oleh orang tuanya
KH. Tamim Irsyad ke Jombang. Di masa kecilnya, selain belajar ilmu dasar-dasar
agama dan Al-Qur'an kepada ayahnya sendiri juga belajar kepada kakak iparnya
yaitu KH Kholil (pembawa Thariqah Qodiriyah wa Naqsyabandiyah di Rejoso).
Setelah masuk usia dewasa, beliau dikirim
orang tuanya belajar ke KH. Kholil di Bangkalan, sebagaimana orang tuanya
dahulu dan juga kakak iparnya belajar ke beliau. Kemudian setelah dirasa cukup
belajar ke Kiai Kholil Bangkalan, beliau mendapat tugas untuk membantu KH
Hasyim Asy'ari mengajarkan ilmu agama di Pesantren Tebuireng, sehingga akhirnya
beliau diambil sebagai menantu oleh Kiai Hasyim yaitu dinikahkan dengan
putrinya yang bernama Izzah binti Hasyim pada tahun 1923 M. Namun pernikahan
ini tidak berlangsung lama karena terjadi perceraian.
Setelah perceraian tersebut, Mbah Yai Romly,
begitu biasa dipanggil, pulang ke rumah orang tuanya, Kiai Tamim di Rejoso
Peterongan. Tak lama kemudian beliau menikahi seorang gadis dari desa Besuk,
kecamatan Mojosongo. Gadis yang dinikahi tersebut bernama Maisaroh. Dari
pernikahannya dengan Nyai Maisaroh ini, lahir dua orang putra yaitu Ishomuddin
Romly (wafat tertembak oleh tentara Belanda, saat masih muda), dan Musta'in
Romly.
Putra kedua Kiai Romly yang tersebut
terakhir ini kemudian menjadi seorang Kiai besar yang berwawasan luas. Hal ini
terbukti saat beliau menjadi pengasuh di Pondok Pesantren Darul'Ulum Rejoso,
beliau mendirikan sekolah-sekolah umum di dalam pesantren disamping
madrasah-madrasah diniyah yang sudah ada. Sekolah-sekolah umum itu di antaranya
SMP, SMA, PGA, SPG, SMEA, bahkan juga memasukkan sekolah negeri di dalam
pesantren yaitu MTs Negeri dan MA Negeri. Sekolah-sekolah tersebut masih
berjalan hingga sekarang.
Di samping menjadi Ketua Umum Jam'iyyah Ahli
Thariqoh Mu'tabaroh dan Mursyid Thariqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah pada saat
itu, Dr. KH. Musta'in Romly yang kemudian menjadi menantu KH. Abdul Wahab
Chasbullah Tambakberas ini juga merupakan satu-satunya Kiai pertama di
Indonesia yang mendirikan sebuah Universitas Islam yang cukup ternama pada saat
itu (tahun 1965), yaitu Universitas Darul'Ulum Jombang.
Kemudian setelah Nyai Maisaroh wafat, Mbah
Yai Romly menikah lagi dengan seorang gadis putri KH. Luqman dari Swaru
Mojowarno. Gadis itu bernama Khodijah. Dari pernikahannya dengan istri ketiga
ini lahir putra-putra beliau yaitu: KH Ahmad Rifa'iy Romli (wafat tahun 1994),
beliau adalah menantu Kiai Mahrus Ali Lirboyo, KH A. Shonhaji Romli (wafat
tahun 1992), beliau adalah menantu Kiai Ahmad Zaini Sampang, KH. Muhammad
Damanhuri Romly (wafat tahun 2001), beliau adalah menantu Kiai Zainul Hasan
Genggong, KH. Ahmad Dimyati Romly (menantu Kiai Marzuki Langitan), dan KH. A.
Tamim Romly, M.Si. (menantu Kiai Shohib Bisri Denanyar).
KH. Muhammad Romly Tamim, adalah seorang Kiai
yang sangat alim, sabar, sakhiy, wara', faqih, seorang sufi murni, seorang
Mursyid Thariqah Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, dan pengasuh Pondok Pesantren
Darul'Ulum Rejoso, Peterongan, Jombang.
Di antara murid-murid beliau yang terkenal
dan menjadi Kiai besar ialah KH. Muhammad Abbas (Buntet Cirebon), KH. Muhammad
Utsman Ishaq (Sawahpuluh Surabaya), KH. Shonhaji (Kebumen), KH. Imron Hamzah
(Sidoarjo).
KH. Muhammad Romly Tamim, disamping seorang
mursyid, beliau juga kreatif dalam menulis kitab. Di antara kitab-kitab
karangannya ialah: al-Istighotsah bi Hadrati Rabbil-Bariyyah, Tsamratul
Fikriyah, Risalatul Waqi'ah, Risalatush Shalawat an-Nariyah. Beliau wafat di
Rejoso Peterongan Jombang pada tanggal 16 Ramadlan 1377 H atau tanggal 6 April
1958 M.
Tata Cara Istighotsah
Melaksanakan istighotsah, boleh dilakukan
secara bersama-sama (jamaah) dan boleh juga dilakukan secara sendiri-sendiri.
Demikian juga waktunya, bebas dilakukan, boleh siang, malam, pagi, atau
sore. Seseorang yang akan melaksanakan istighotsah, sayogianya ia sudah
dalam keadaan suci, baik badannya, pakaian dan tempatnya, dan suci dari
hadats kecil dan besar.
Juga tidak kalah pentingnya, seseorang yang
mengamalkan istighotsah menyesuaikan dengan bacaan dan urutan sebagaimana yang
telah ditentukan oleh pemiliknya (Kiai Romly). Hal ini penting disampaikan,
sebab tidak sedikit orang yang merubah bacaan dan urutan istighotsah
bahkan menambah bacaan sehingga tidak sama dengan aslinya. Padahal urutan
bacaan istighotsah ini, menurut riwayat santri-santri senior Kiai Romli adalah
atas petunjuk dari guru-guru beliau, baik secara langsung maupun lewat mimpi.
Diceritakan, sebelum membuat wirid
istighotsah ini, beliau Kiai Romli melaksanakan riyaddloh dengan puasa selama 3
tahun. Dalam masa-masa riyadlohnya itulah beliau memperoleh ijazah wirid-wirid
istighotsah dari para waliyulloh. Wirid pertama yang beliau terima adalah wirid
berupa istighfar, dan karena itulah istighfar beliau letakkan di urutan pertama
dalam istighosah. Demikian juga urutan berikutnya adalah sesuai dengan urutan
beliau menerima ijazah dari para waliyyulloh lainnya. Oleh karena
itu sebaiknya dalam mengamalkan istighotsah seseorang menyesuaikan
urutan wirid-wirid istighotsah sesuai dengan aslinya.
Setelah siap semuanya, barulah seseorang
menghadap qiblat untuk memulai istighotsah dengan terlebih dahulu menghaturan
hadiah pahala membaca surat al-Fatihah untuk Nabi, keluarga dan shahabatnya,
tabi'in, para wali dan ulama khususnya Shahibul Istighatsah Hadratusy Syaikh
KH. Muhammad Romly Tamim. []
(Ishomuddin Ma’shum, dosen Universitas Darul
Ulum Jombang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar