Mengenang Akhlak Kanjeng
Nabi Muhammad SAW
Yaa
rabbi salli 'alaa Muhammad,
Yaa rabbi salli 'alaihi wasallim. Yaa rabbi balligh hul wasillah, Yaa rabbi khushshah bil fadhiilah. |
Ya
Allah Tuhan kami, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad,
Ya Allah Tuhan kami, limpahkanlah rahmat dan salam kepadanya. Ya Allah Tuhan kami, sampaikanlah wasilah kepada Nabi Muhammad, Ya Allah Tuhan kami, istimewakanlah karunia-Mu kepadanya. |
|
|
Yaa
rabbi wardha 'anissha haabah,
Yaa rabbi wardha 'anis sulaalah. Yaa rabbi wardha 'anil masyaa-yikh, Yaa rabbi farham waalidiina. |
Ya
Allah Tuhan kami, ridailah para sahabatnya,
Ya Allah Tuhan kami, ridailah para keturunanya. Ya Allah Tuhan kami, ridailah para guru dan ulama, Ya Allah Tuhan kami, kasih sayangilah para orang tua kami. |
|
|
Yaa
rabbi warhamnaa jamii'a,
Yaa rabbi warham kulla muslim. Yaa rabbi waghfir likullli mudznib, Yaa rabbi laa taqtha' rajaana. |
Ya
Allah Tuhan kami, kasih sayangilah kami semua,
Ya Allah Tuhan kami, kasih sayangilah setiap orang muslim. Ya Allah Tuhan kami, ampunilah setiap orang muslim yang berdosa, Ya Allah Tuhan kami, janganlah Engkau putuskan harapan kami. |
|
|
Yaa rabbi yaa saami'
du'aana,
Yaa rabbi ballighnaa
nazuuruh.
Yaa rabbi
taghsyaanaa binuurih,
Yaa
rabbi hifdhaanak wa amaanak.
|
Ya Allah Tuhan kami,
Engkaulah yang mendengar do'a kami,
Ya Allah Tuhan kami,
sampaikanlah kami untuk menziarahi Nabi.
Ya Allah Tuhan kami,
terangilah kami dengan cahaya Nabi,
Ya
Allah Tuhan kami, lindungilah kami dan selamatkanlah kami.
|
|
|
Yaa rabbi waskin naa
jinaanak,
Yaa rabbi ajirnaa
min 'adzaabik.
Yaa rabbi warzuq nas
syahaadah,
Yaa rabbi hithnaa
bis sa'aadah.
|
Ya Allah Tuhan kami,
berilah kami tempat tinggal di surga-Mu,
Ya Allah Tuhan kami,
jauhkanlah kami dari adzab-Mu.
Ya Allah Tuhan kami,
berilah kami rezeki dengan mati syahid,
Ya Allah Tuhan kami,
bahagiakanlah kehidupan kami.
|
|
|
Yaa rabbi washlih
kulla mushlih,
Yaa rabbi wakfi kula
mu'dzii.
Yaa rabbi nakhtim
bil musyaffa',
Yaa rabbi salli
'alaihi wasallim.
|
Ya Allah Tuhan kami,
perbaikilah setiap orang yang berusaha untuk berbuat baik,
Ya Allah Tuhan kami,
hindarkanlah kami dari orang yang suka menyakiti.
Ya Allah Tuhan kami,
kami akhiri do'a kami dengan mengharap pertolongan,
Ya Allah Tuhan kami,
limpahkanlah rahmat dan salam kepada Nabi.
|
Allaahumma shalli wa
sallim wa baarik 'alaihi.
Ya Allah,
limpahkanlah rahmat, salam dan berkah kepada Nabi SAW.
Setelah Nabi
sallallahu 'alayhi wasallam wafat, seketika itu pula kota Madinah bising dengan
tangisan ummat Islam; antara percaya - tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah
meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab badui menemui
Umar dan dia meminta, "Ceritakan padaku akhlak Muhammad!". Umar
menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh
Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg
sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat
menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.
Orang Badui ini mulai
heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal,
bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup
menceritakan akhlak Muhammad Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar
merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan
sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad
sallAllahu 'alayhi wasallam. Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui
Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, "Ceritakan padaku keindahan
dunia ini!." Badui ini menjawab, "Bagaimana mungkin aku dapat
menceritakan segala keindahan dunia ini…." Ali menjawab, "Engkau tak
sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa
sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku
dapat melukiskan akhlak Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam, sedangkan Allah
telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS.
Al-Qalam[68]: 4)"
Badui ini lalu
menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam yang sering
disapa "Khumairah" oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu al-Qur'an
(Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur'an). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa
Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam itu bagaikan Al-Qur'an berjalan. Badui ini
tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus
melihat ke seluruh kandungan Qur'an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini
untuk membaca dan menyimak QS Al-Mu'minun [23]: 1-11.
Bagi para sahabat,
masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi
sallAllahu 'alayhi wasallam. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak
Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan
mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling
indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.
Mari kita kembali ke
Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam,
Aisyah hanya menjawab, "Ah semua perilakunya indah." Ketika didesak
lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri.
"Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam
selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, 'Ya Aisyah, izinkan
aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.'" Apalagi yang dapat lebih
membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul
kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang
juga seorang utusan Allah.
Nabi Muhammad
sallAllahu 'alayhi wasallam jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika
menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar
membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di
depan pintu. Aisyah berkata, "Mengapa engkau tidur di sini?" Nabi
Muhammmad menjawab, "Aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu
tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan
pintu." Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita
terhadap isteri kita? Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam mengingatkan,
"berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya
di hari akhir tentangnya." Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan
isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam
mereka.
Buat sahabat yang
lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang ke
Majelis Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta
izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya
tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam
memanggilnya. Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam memintanya duduk di dekatnya.
Tidak cukup dengan itu, Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam pun melipat sorbannya
lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat
tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak
menjadikannya alas duduk akan tetapi malah mencium sorban Nabi sallAllahu
'alayhi wasallam tersebut.
Senangkah kita kalau
orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba melayani kita
bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk kita. Bukankah kalau
mendapat kartu lebaran dari seorang pejabat saja kita sangat bersuka cita.
Begitulah akhlak Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam, sebagai pemimpin ia ingin
menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah
pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita meniru
akhlak Rasul Yang Mulia.
Nabi Muhammad
sallAllahu 'alayhi wasallam juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau
kita baca kitab-kitab hadits, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat
yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam selalu
memujinya. Abu Bakar- lah yang menemani Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam
ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasul sallAllahu
'alayhi wasallam sakit. Tentang Umar, Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam pernah
berkata, "Syetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu,
maka Syetan lewat jalan yang lain." Dalam riwayat lain disebutkan,
"Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam bermimpi meminum susu. Belum habis satu
gelas, Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam memberikannya pada Umar yang meminumnya
sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (ta'wil) mimpimu itu?
Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam menjawab "ilmu pengetahuan."
Tentang Utsman, Rasul
sallAllahu 'alayhi wasallam sangat menghargai Utsman karena itu Utsman menikahi
dua putri Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam, hingga Utsman dijuluki Dzu
an-Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam
bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang
menyebutkan keutamaan Ali. "Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah
pintunya." "Barang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang
munafik."
Lihatlah diri kita
sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan
satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan
yang satu itu dan melupakan yang sembilan. Ah…ternyata kita belum suka memuji;
kita masih suka mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi.
Saya pernah mendengar
ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah pun sangat menghormati Nabi
Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam. Buktinya, dalam Al-Qur'an Allah memanggil
para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika
memanggil Nabi Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam, Allah menyapanya dengan
"Wahai Nabi". Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau.
Para sahabat pun
ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi sallAllahu 'alayhi
wasallam. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap Rasul sallAllahu 'alayhi
wasallam. Mereka ingin Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam menunjuk pemimpin buat
mereka. Sebelum Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam memutuskan siapa, Abu Bakar
berkata: "Angkat Al-Qa'qa bin Ma'bad sebagai pemimpin." Kata Umar,
"Tidak, angkatlah Al-Aqra' bin Habis." Abu Bakar berkata ke Umar,
"Kamu hanya ingin membantah aku saja," Umar menjawab, "Aku tidak
bermaksud membantahmu." Keduanya berbantahan sehingga suara mereka
terdengar makin keras. Waktu itu turunlah ayat: "Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada
Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah
kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan
suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal- amal kamu dan kamu
tidak menyadarinya" (QS. Al-Hujurat 1-2)
Setelah mendengar
teguran itu Abu Bakar berkata, "Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang
aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang
membisikkan rahasia." Umar juga berbicara kepada Nabi sallAllahu 'alayhi
wasallam dengan suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu
Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para
sahabat Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam takut akan terhapus amal mereka karena
melanggar etiket berhadapan dengan Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam.
Dalam satu kesempatan
lain, ketika di Mekkah, Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam didatangi utusan
pembesar Quraisy, Utbah bin Rabi'ah. Ia berkata pada Nabi sallAllahu 'alayhi
wasallam, "Wahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang
sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan
kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada
sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau inginkan
kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kami"
Nabi sallAllahu
'alayhi wasallam mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak
sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti,
Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam bertanya, "Sudah selesaikah, Ya Abal
Walid?" "Sudah." kata Utbah. Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam
membalas ucapan utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat
sajdah, Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam pun bersujud. Sementara itu Utbah
duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.
Peristiwa ini sudah
lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi sallAllahu 'alayhi
wasallam dengan sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita
mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam
majelis ilmu. Yang menakjubkan sebenarnya adalah perilaku kita sekarang. Bahkan
oleh si Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi sallAllahu
'alayhi wasallam dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi sallAllahu 'alayhi
wasallam berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan
tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Dalam pengajian,
suara pembicara kadang-kadang tertutup suara obrolan kita. Masya Allah!
Ketika Nabi
sallAllahu 'alayhi wasallam tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan
kafir Mekkah yang meminta janji Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam bahwa Nabi
sallAllahu 'alayhi wasallam akan mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah
setelah perginya Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Selang beberapa waktu
kemudian. Seorang sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi sallAllahu
'alayhi wasallam. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya.
Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di Madinah.
Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam dan
melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam?
"Kembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga
Allah melindungimu." Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi sallAllahu
'alayhi wasallam janji adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi sallAllahu
'alayhi wasallam merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk
berhijrah, bagi Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam janji adalah janji; bahkan
meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita memandang harga
suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban bagaimana perilaku Nabi
sallAllahu 'alayhi wasallam telah menyerap di sanubari kita atau tidak.
Dalam suatu
kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam berkata
pada para sahabat, "Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak
ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas
karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada
kalian, ucapkanlah!" Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat
yang tiba-tiba bangkit dan berkata, "Dahulu ketika engkau memeriksa
barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu.
Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash
hari ini." Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani
berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap
"membereskan" orang itu. Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam pun
melarangnya. Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam pun menyuruh Bilal mengambil
tongkat ke rumah beliau. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi sallAllahu
'alayhi wasallam keheranan ketika Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam meminta
tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin
heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang
Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam berikan pada mereka.
Rasul memberikan
tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga
terlihatlah perut Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Nabi sallAllahu 'alayhi
wasallam berkata, "Lakukanlah!"
Detik-detik
berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat
tersebut malah menciumi perut Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam dan memeluk Nabi
seraya menangis, "Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan
merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu
wahai Rasulullah." Seketika itu juga terdengar ucapan, "Allahu
Akbar" berkali-kali. Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi
sallAllahu 'alayhi wasallam itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi sallAllahu
'alayhi wasallam tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu
bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sallAllahu 'alayhi
wasallam sebelum Allah memanggil Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam ke
hadirat-Nya.
Suatu pelajaran lagi
buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan
yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang kita sakiti
memaafkan kita. Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam pun sangat hati-hati karena
khawatir ada orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang
kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha
Agung ditengah miliaran umat manusia? Jangan-jangan kita menjadi orang yang
muflis. Na'udzu billah…..
Nabi Muhammad
sallAllahu 'alayhi wasallam ketika saat haji Wada', di padang Arafah yang
terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir
pidatonya itu Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam dengan dibalut sorban dan tubuh
yang menggigil berkata, "Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya
oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian
ditanya nanti, apa jawaban kalian?" Para sahabat terdiam dan mulai banyak
yang meneteskan air mata. Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam melanjutkan,
"Bukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah
telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian,
bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah
kusampaikan pada kalian wahyu dari Allah…..?" Untuk semua pertanyaan itu,
para sahabat menjawab, "Benar ya Rasul!"
Rasul sallAllahu
'alayhi wasallam pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, "Ya
Allah saksikanlah… Ya Allah saksikanlah… Ya Allah saksikanlah!". Nabi
sallAllahu 'alayhi wasallam meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah
menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa
kita mencintai Rasulullah sallAllahu 'alayhi wasallam. "Ya Allah
saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu
dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang
indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan
nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin
ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah
saksikanlah… Ya Allah saksikanlah... Ya Allah saksikanlah" []
KH. Dr. Nadirsyah
Hosen, LLM, MA, PhD
Ra'is Syuriah Pengurus Cabang Istimewa NU
Australia dan Selandia Baru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar