Kamis, 29 Januari 2015

Kang Komar: Manajer-Manajer Tuhan



Manajer-Manajer Tuhan
Oleh: Komaruddin Hidayat

Tidak menyesal diprovokasi oleh Andy F Noya untuk menonton film Bollywood berjudul PK. Film yang dibintangi Aamir Khan dan Anushka Sharma ini merupakan kritik tajam terhadap intoleransi kehidupan beragama yang telah memecah belah persahabatan sesama manusia, bahkan telah menimbulkan konflik berdarah-darah di berbagai belahan dunia.

Kritik itu disajikan secara jenaka, kocak, dan sangat filosofis sehingga film yang berdurasi tiga jam ini terasa segar dan menghibur dari awal sampai akhir. Film ini mengingatkan saya pada film serupa, yaitu My Name is Khan yang dibintangi Shah Rukh Khan. My Name is Khan adalah kritik terhadap Barat yang selalu menaruh curiga pada Islam sebagai pemasok teroris. Kritikkritik dalam film itu disampaikan secara jenaka, namun sangat mengena dan menghibur.

Iklim perfilman di India memang memiliki kelebihan yang tidak dimiliki negara mana pun. Mereka secara bebas bisa memperolok-olok pejabat negara semisal polisi yang brengsek lewat film tanpa kena sensor. Begitu pun dalam film PK ini, berbagai simbol dan tokoh agama yang bagaikan manajer-manajer Tuhan dikritik. Tokoh agama selama ini kerap mencari untung dengan menjual kewibawaan, ajaran, dan simbol agama yang disakralkan, padahal itu tak luput dari pabrikasi ulah manusia.

Ceritanya dimulai ketika PK (Aamir Khan) yang datang dari planet lain mendarat ke Bumi untuk melakukan riset, namun dia tidak bisa kembali ke planet asalnya gara-gara jimat yang berupa kalung dicopet orang dan dibawa lari entah ke mana. Sebagai sosok alien , meskipun sangat cerdas, PK sama sekali tidak mengenal budaya manusia yang tinggal di Bumi.

Nama PK sendiri, atau Tipsy dalam bahasa Inggris, artinya orang yang setengah mabuk dan perilakunya aneh. Dia telanjang dan tidak tahu bahasa manusia. Semuanya serbaasing, sehingga orang memanggilnya PK. Beruntung dia bertemu seorang reporter TV cantik bernama Jaggu (Anushka Sharma) yang setia menolongnya. Jaggu melihat PK memiliki keunikan. Dia berempati dan berusaha bersahabat untuk menggali misteri siapa sesungguhnya PK yang aneh namun cerdas itu.

Di planet PK berasal, semuanya tanpa busana. Mereka berkomunikasi melalui pikiran langsung, tanpa sarana bahasa verbal. Oleh karena itu, dia heran dan merasa gaduh dengan bahasa manusia yang sedemikian banyak diksinya, namun banyak sekali kata-kata itu digunakan untuk menutupi kebohongannya.

Antara pikiran, ucapan, dan tindakan tidak selalu sinkron. Bahasa tidak selalu mendekatkan antarpribadi, tapi malah menutupi atau menciptakan pertengkaran. PK juga merasa aneh dan mulai belajar tentang busana. Antara laki-laki dan perempuan dipisahkan dan dibedakan oleh busananya. Padahal aslinya manusia terlahir telanjang, hadir dengan kelugasan dan kejujuran.

Lebih mengherankan lagi adalah pakaian dan tradisi keagamaan yang beraneka ragam dimana antar kelompok justru mengklaim dirinya paling benar atau paling merasa dekat dengan Tuhan. Kelompok-kelompok agama itu memiliki manajer yang meyakini dirinya sebagai mandataris Tuhan. Para manajer itu sebagai perantara dan juru selamat untuk menyampaikan keluh kesah dan permintaan kepada Tuhan.

Dengan cerdas dan jenaka, PK menjungkirbalikkan petuah-petuah para manajer Tuhan. Kalau istri sakit, misalnya, PK melarang datang ke kuil dan minta tolong pendeta untuk menyembuhkan dengan membayar uang. Namun, cintai dan rawatlah istri baik-baik dengan konsultasi ke dokter dan dibelikan obat.

Berbagai makanan sesajen untuk Tuhan itu lebih baik dibagikan kepada orang miskin ketimbang dipersembahkan Tuhan yang tidak memerlukan makan dan minum. Ketika PK melihat orang berdoa di depan patung Tuhan, dan patung-patung itu pun dijual di sekitar kuil, PK membelinya dan kemudian memanjatkan doa kepadanya.

Tetapi ketika doanya tidak terkabul, dia protes pada penjualnya dan ingin membeli yang lebih besar agar doanya terkabul. Tetapi lagi-lagi doanya tidak terkabul, maka dia mengolok-olok penjual patung Tuhan sebagai penipu. Adegan ini mengingatkan kita pada sosok Nabi Ibrahim ketika berdialog dengan Raja Namrud yang penyembah patung.

Secara cerdas, Ibrahim mematahkan semua argumen Namrud yang kemudian marah dan Ibrahim dibakar, namun selamat. Menurut PK, di sana ada dua macam Tuhan. Pertama , Tuhan di langit, yang mahagaib, yang merupakan Tuhan sejati Pencipta semesta ini dan seluruh manusia. Kedua, ada Tuhan-Tuhan yang diciptakan oleh manusia lalu disembah dan dibelanya seakan Tuhan lemah sehingga memerlukan pembelaan manusia.

Maka di Bumi, lalu muncul banyak Tuhan dan banyak agama. Masing-masing komunitas agama berdoa pada Tuhan ciptaannya sendiri. PK melihatnya dengan heran, ibarat melakukan komunikasi via telepon pada Tuhan yang sejati, banyak yang salah nomor sehingga doanya tidak sampai. Namun demikian, semuanya yakin bahwa Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan sejati.

Akibat adanya keragaman agama dengan doktrin dan pemeluknya yang militan, konflik antarpemeluk agama tak terhindarkan. Ada agama yang menyucikan hewan sapi, tetapi ada pula agama yang menyuruh menyembelih sapi agar dicintai Tuhannya. Masing-masing kelompok menciptakan identitas masingmasing yang terlihat pada keunikan pakaiannya, tempat sucinya dan adegan ritualnya.

Padahal, kata PK, ketika semuanya telanjang seperti penduduk planet dia berasal, semuanya sama karena di sana tak ada pakaian dan mereka berkomunikasi langsung melalui pikiran sehingga tidak ruwet dan tidak menimbulkan salah paham serta pertengkaran seperti di Bumi. Perilaku dan dialog kritis PK dengan tokoh-tokoh agama itu menjadi tersebar luas berkat inisiatif dan kecerdikan Jaggu sebagai reporter TV yang menyiarkannya secara langsung.

Pemirsa diajak membedakan antara substansi dan kemasan. Antara pembawa suara kebenaran dan manajer-manajer Tuhan yang bertindak bagaikan CEO institusi keagamaan. Setelah melakukan perjalanan panjang, lagi-lagi berkat bantuan Jaggu, jimatnya ketemu sehingga PK bisa kembali lagi ke planet asalnya.

Dia berpesan pada temannya yang hendak melakukan ekspedisi ke bumi. Pertama, Jangan terlalu percaya pada bahasa manusia, karena tidak bisa dipercaya sepenuhnya. Kedua , harus mengetahui fungsi dan makna pakaian, karena jika salah memilih bisa menimbulkan malapetaka. Ketiga , ini yang paling lucu dan pedas, kalau ada orang berbicara tentang Tuhan, sebaiknya kamu menyingkir jauh-jauh saja. []

Koran SINDO, Jum'at,  23 Januari 2015
Prof Dr Komaruddin Hidayat, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar