Selasa, 23 November 2021

Antara Takeyari Bushido dan Shalawat Kamilah (2)

Saat pelatihan Hizbullah angkatan 2 di Cibarusah berlangsung, perkembangan Perang Asia Timur Raya tambah mengkhawatirkan bagi pemerintah militer Jepang di Indonesia. Setelah Jepang mengobral janji akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia, tokoh-tokoh nasionalis dan agama semakin yakin untuk merapatkan barisan. Mereka kompak semakin keras menuntut untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Bila diperlukan menggunakan cara-cara revolusioner.

 

Politis dan Militer

 

Masyumi, khususnya Nahdlatul Ulama bersungguh-sungguh dalam menyongsong kemerdekaan. Tokoh-tokohnya berbagi tugas di bidang-bidang politik dan militer. KH Wahid Hasyim dan KH Masykur konsentrasi di BPUPKI yang kemudian berkembang menjadi PPKI. Sedangkan KH Zainul Arifin fokus mempersiapkan pasukan militer untuk keperluan perang fisik.

 

Dengan berakhirnya Perang Dunia II di Eropa yang ditandai dengan penyerahan Jerman pada 8 Mei 1945, Jepang sebagai sekutu Jerman menolak untuk menyerah tanpa syarat kepada Tentara Sekutu. Amerika Serikat kemudian menjatuhkan bom atom atas Nagasaki pada 6 Agustus 1945, disusul atas Hiroshima 9 Agustus.

 

Ditengah kegentingan situasi demikianlah, KH Wahab Chasbullah memanggil tokoh-tokoh Hizbullah untuk berkumpul di kota Malang, Jawa Timur.

 

Berdzikir di Masjid Kauman

 

KH Saifuddin Zuhri dalam biografinya, Berangkat dari Pesantren mencatat pelatihan Hizbullah dipindahkan dari Cibarusah ke Masjid Kauman atau Masjid Agung kota Malang yang hingga kini masih berdiri megah di Jl. Merdeka Barat no.3 di daerah dekat Kauman, alun-alun kota Malang. Kelak kota Malang dijadikan Markas Tinggi Hizbullah dan setelah dikeluarkan Resolusi Jihad oleh Hadratusyaikh Hasyim Asy'ari menjadi basis perjuangan Sabilillah dan Mujahidin.

 

Masjid Kauman sendiri memiliki sejarah yang lumayan panjang.Dulunya masih berukuran kecil saja. Pertama kali dibangun pada tahun 1890 dan direnovasi untuk pertama kalinya selama 6 bulan dari 15 Maret hingga 13 September 1903. Bangunannya kokoh dari struktur baja berbentuk bujur sangkar. Atapnya model tajug tumpang dua. Bentuk dasar bangunan masih dipertahankan hingga sekarang ini.

 

Di masjid inilah sekira 200 tokoh Hizbullah berkumpul di bawah bimbingan kiai-kiai utama NU di antaranya: KH Hasyim Asy'ari, KH Bisri Syansuri, KH Sahal Mansur, KH M Dahlan, KH Thohir Bakri, KH Ahmad Munif Bangkalan, KH Abdul Jalil Kudus, dan beberapa lainnya lagi. Pelatihan di Masjid Kauman lebih menekankan tambahan siraman rohani dari kiai-kiai seperti amalan doa Hizbut Rifai dan Shalawat Kamilah.

 

Para tokoh Hizbullah juga dibekali tambahan "gerakan rohani" berupa teknik-teknik penyaluran tenaga dalam, unsur-unsur gerakan pencak silat dan sugesti zikir. Para kiai sepuh juga memanjatkan doa-doa khusus agar para pemuka Hizbullah siap lahir batin menghadapi perang besar. Selama seminggu digembleng secara rohani, tiba- tiba Kiai Wahab yang baru kembali dari Surabaya datang membawa seorang pemuda anggota PETA bernama Muhammad Wahib yang mengabarkan kalau Proklamasi Kemerdekaan RI telah dikumandangkan Sukarno dan Hatta di Jakarta.

 

Takbir pun sontak membahana memenuhi seantero Masjid. Bagaimanapun, Hizbullah telah siap lahir dan batin menghadapi peperangan sungguhan yang tak lama kemudian harus dihadapi. Allahu Akbar! []

 

(Ario Helmy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar