Rabu, 01 Maret 2017

(Ngaji of the Day) Hukum Sembahyang di Masjid yang Ada Makamnya



Hukum Sembahyang di Masjid yang Ada Makamnya

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online yang saya hormati, kami ingin menanyakan sembahyang di masjid-masjid yang terdapat makam di balik tembok atau di dalamnya. Bahkan ada juga makam para wali di pelataran masjid. Bagaimana hukumnya? Soalnya ada yang bilang sembahyang itu harus di masjid yang benar-benar bebas dari makam di pekarangannya. Mohon keterangan lebih jelasnya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Karta – Bogor

Jawaban:

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Sejauh pengamatan kami, tidak ada larangan perihal pemakaman jenazah di pekarangan masjid. Karenanya umat Islam ketika memperluas masjid nabawi tidak bersusah payah memindahkan makam Rasulullah SAW. Dan mereka juga kemudian memakamkan dua sahabatnya, Abu Bakar As-Shiddiq RA dan Umar RA di dekat makam Rasulullah SAW. Dengan demikian makam ketiganya berada bukan lagi di pekarangan masjid, tetapi di dalam masjid.

Adapun kesahihan ibadah sembahyang di masjid yang terdapat makam di pekarangan atau di dalamnya tidak bergantung pada keberadaan makam itu sendiri. Kesahihan sembahyang di sana bisa dilihat dari seberapa jauh kelengkapan syarat dan rukun sembahyang itu sendiri.

Ada baiknya kita melihat pandangan Syekh Muhammad Ibarahim Al-Hafnawi yang bermadzhab Hanafi sebagai berikut.

الصلاة في المساجد التي بها أضرحة ومقابر لبعض الأولياء الصالحين صلاة صحيحة  متى استوفت الشروط واللأركان المقررة شرعا، لأن الصلاة لله تعالى وليست لصاحب الضريح أو القبر، ولا يمكن أبدا القول ببطلان الصلاة أو حرمتها في المساجد التي بها أضرحة، وإلا لوجب القول ببطلان صلاة المسلمين وحرمتها في المسجد النبوي الشريف حيث يضم قبره صلى الله عليه وسلم وقبر صاحبيه أبي بكر وعمر رضي الله عنه

Artinya, “Sembahyang di masjid yang di dalamnya terdapat makam para wali yang saleh adalah ibadah shalat yang sah sejauh syarat dan rukun yang ditetapkan menurut syara‘ terpenuhi. Karena, sembahyang itu ditujukan kepada Allah, bukan ahli kubur. Sehingga sampai kapan pun tidak boleh ada pendapat ” (Lihat M Ibarahim Al-Hafnawi, Fatawa Syar‘iyyah Mu‘ashirah, Kairo, Darul Hadits, cetakan ketiga, 2012 M/ 1433 H, halaman 160-161).

Dari penjelasan di atas, kita memahami betapa niat menempati posisi sangat penting di sini. Niat yang memuat kebulatan hati dan pemusatan pikiran dalam ibadah ditujukan kepada Allah SWT semata, bukan pada ahli kubur (meskipun ia seorang nabi, wali, dan orang saleh lainnya) yang terletak di pekarangan masjid.

Dari keterangan di atas juga, kita dapat menyimpulkan bahwa sembahyang itu di mana pun tempatnya tetap sah dengan catatan syarat dan rukunnya dipenuhi sesuai aturan syara’ (agama Islam) seperti lazimnya disebutkan dengan rinci di dalam kitab-kitab fikih.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar