Kamis, 02 Maret 2017

BamSoet: Supremasi Hukum dan Arus Investasi



Supremasi Hukum dan Arus Investasi
Oleh: Bambang Soesatyo

SUPREMASI hukum yang belum terwujud akan menghambat akselerasi pembangunan dan arus masuk modal asing. Tantangannya terpulang pada iktikad semua institusi penegak hukum, karena cita-cita mewujudkan supremasi hukum itu sudah terpatri dalam agenda reformasi, yakni reformasi hukum. Momentum mengakselerasi pembangunan sekarang ini jangan sampai berujung sia-sia hanya karena kegagalan mewujudkan supremasi hukum.

Supremasi hukum menjadi bagian tak terpisahkan dari semua aspek penyelenggaraan pembangunan nasional. Sebab, supremasi hukum otomatis akan mewujudkan tertib pembangunan nasional itu sendiri. Pemanfaatan anggaran pembangunan akan bebas dari korupsi karena kuasa anggaran dan mitra kerja taat hukum.

Arus masuk modal asing pun tidak lagi terganjal oleh keharusan menyediakan dana lebih untuk menyuap pejabat atau mengurus perizinan. Segala sesuatunya berproses dan dikerjakan seturut peraturan perundang- perundangan yang berlaku.

Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo mendorong para menteri mempromosikan Indonesia kepada komunitas investor di berbagai negara. Memberi sambutan pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Tahun 2017 di Bali, Presiden meminta agar para investor tahu dan mendapatkan informasi yang akurat tentang kinerja positif perekonomian Indonesia per 2016. Menurut Presiden, pertumbuhan ekonomi tahun 2016 yang mencapai 5,02% dan inflasi 3,02% menjadi modal yang baik untuk menarik minat investor berinvestasi di Indonesia. ”Kondisi yang baik seperti ini yang harus disampaikan ke investor,” kata Presiden Jokowi di forum itu.

Apakah dengan dua data atau indikator ini sudah cukup untuk bisa meyakinkan investor dari mancanegara? Jawabannya, belum tentu, atau bahkan sama sekali tidak cukup. Persepsi orang luar terhadap keseluruhan aspek tentang Indonesia juga patut disimak pemerintah.

Maka, adalah relevan untuk menyimak dan memahami persepsi sebagian investor Jepang misalnya. Ternyata, tingginya data tentang kasus korupsi di Indonesia terus menjadi perhatian investor di Jepang. Kecenderungan ini terungkap dalam regulasi training ‘Study for the Amendment to the Law’di Osaka, pada 12- 22 Februari 2017, yang juga dihadiri sejumlah pakar hukum dari Indonesia.

Mereka sempat berkunjung ke kantor firma hukum Oh-Ebashi LPC & Partners yang cukup dikenal karena sering menangani kepentingan para investor Jepang di berbagai negara. Dalam diskusi dengan advokat senior Kobayashi Kazuhiro, para pakar hukum dari Indonesia menerima sejumlah catatan kritis. Kobayashi, misalnya, mengemukakan bahwa para investor Jepang sangat mengkhawatirkan maraknya praktik korupsi, yang membuat para pemilik modal ragu berinvestasi di Indonesia. ”Bahkan ada hakim yang menerima suap,” kata Kobayashi.

Memang, fakta menunjukkan bahwa sudah puluhan hakim dijerat penegak hukum karena terlibat korupsi, termasuk panitera dan pejabat lain di bidang peradilan. Selain itu, investor jepang juga prihatin karena data Corruption Perceptions Index (CPI) 2016 yang dipublikasikan oleh Transparency International (TI) memperlihatkan nilai Indonesia hanya naik satu poin dari tahun sebelumnya dan turun dua peringkat. Tahun lalu 2016, Indonesia meraih poin 37 dan menempati urutan ke-90 dari 176 negara. Persepsi sebagian investor Jepang tadi tentu layak diterima sebagai masukan kepada pemerintah. Selain informasi dan data tentang pertumbuhan ekonomi, calon investor asing juga peduli tentang aspek supremasi hukum.

Artinya, jika pemerintah ingin menggencarkan promosi tentang potensi investasi di Indonesia, pemerintah juga harus memberi gambaran yang komprehensif tentang supremasi hukum di Indonesia. Sebab, supremasi hukum menjadi penentu tertib proses investasi dan tertib biaya.

Momentum Akselerasi

Persepsi negatif sebagian investor Jepang tentang Indonesia itu sudah ditanggapi sejumlah pakar hukum di dalam negeri. Para pakar hukum umumnya sepakat bahwa sekaranglah waktunya untuk bersungguh-sungguh dan konsisten melakukan pembenahan untuk mewujudkan supremasi hukum. Kesan darurat pengadilan atau darurat hukum harus dihilangkan. Perekrutan hakim tidak boleh lagi asal-asalan.

Momentumnya tepat. Faktor pertama adalah fakta bahwa pemerintah sedang mencoba mengakselerasi pembangunan infrastruktur pada hampir semua daerah. Faktor kedua, pemerintah telah memprakarsai program percepatan reformasi hukum yang akan diaktualisasikan melalui tujuh agenda pembenahan. Meliputi pelayanan publik, penataan regulasi, pembenahan manajemen perkara, penguatan SDM penegak hukum, penguatan kelembagaan, pembangunan budaya hukum di masyarakat, dan pembenahan lembaga pemasyarakatan.

Kalau semua agenda pembenahan ini bisa dituntaskan, Indonesia memiliki modal yang kuat untuk mewujudkan supremasi hukum. Kebetulan, dari sisi yudikatif, ada faktor yang serba baru di Mahkamah Agung (MA). Ketua MAyang baru, Hatta Ali, terpilih belum lama ini. Sekretaris MA, Achmad Setyo Pudjoharsoyo, juga baru ditunjuk Presiden pada pekan pertama Februari 2017. Maka, tidak mengada-ada jika masyarakat berharap banyak dari kepemimpinan baru di MA itu.

Sebab, sama seperti persepsi sebagian investor di Jepang, masyarakat Indonesia juga punya persepsi buruk tentang praktik penegakan hukum yang sarat penyimpangan, termasuk yang dilakukan oknum hakim hingga panitera. Kini, masyarakat menunggu dan ingin mendengar program kerja Ketua MA dan Sekretaris MA yang baru.

Kalau MA tidak segera melakukan pembenahan dan beradaptasi dengan langkah-langkah pemerintah membenahi sektor hukum, supremasi hukum di negara ini akan sulit diwujudkan. Untuk mewujudkan supremasi hukum, kontribusi MA seharusnya signifikan. Kegagalan mewujudkan supremasi hukum akan menjadi sumber kerusakan pada semua sektor dan aspek kehidupan masyarakat.

Karena itu, sumbang saran atau usulan program dari MAsangat diperlukan dalam upaya mewujudkan supremasi hukum itu. Kehadiran Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud dari Arab Saudi di Indonesia yang relatif lama adalah sebuah momentum khusus bagi Indonesia. Akan ada penandatanganan investasi oleh Aramco untuk pembangunan kilang minyak di Cilacap dan sejumlah proyek lain bernilai Rp 94,5 triliun.

Kehadiran Raja Arab Saudi dan rombongan plus rencana investasi tersebut mencerminkan masih adanya kepercayaan kepada Indonesia. Komunitas investor di berbagai negara tentu saja akan menyimak berbagai kesepakatan kedua negara di bidang ekonomi. Rangkaian kesepakatan itu mencerminkan kepercayaan para investor Arab terhadap sistem hukum di Indonesia. []

SUARA MERDEKA, 1 Maret 2017
Bambang Soesatyo | Ketua Komisi III DPR RI, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar