Rabu, 01 Maret 2023

(Ngaji of the Day) Teladan Sikap Sahabat Nabi dalam Menghadapi Ujian Keluarga

Pergantian tahun 2021 menuju 2022 meninggalkan catatan menarik dalam kasus perceraian. Pembaca bisa googling, laporan gugat cerai istri kepada suami di beberapa kota mencapai angka 1.000 lebih. Sekadar contoh Klaten 1.268, Madiun 1.185, dan Pasuruan 1.362 kasus. Bermacam latar belakang gugatan cerai istri diajukan, dari perselingkuhan, ekonomi, hingga pertengkaran yang tidak berkesudahan. 


Memang, umumnya kehidupan keluarga tidak terlepas dari ujian. Hampir jarang sekali ada keluarga yang bebas dari ujian hidup. Namun demikian yang paling penting adalah bagaimana masing-masing suami istri menyikapinya, sehingga hubungan antara keduanya tetap dalam suasana sakinah, mawaddah, wa rahmah, dalam kondisi apapun. Fragmen kehidupan sepasang suami istri sahabat Nabi saw berikut—sebagaimana dihikayatkan oleh Syekh Abddurahman bin Abdissalam as-Shafuri (wafat 894 H/1489 M), sejarawan berdarah Yordania—adalah teladannya.


Konon kehidupan sepasang suami istri dari generasi sahabat ini sangat nyaman. Nyaris tidak ada masalah apapun dalam keluarga mereka. 

 

Suatu malam, suami meminta istrinya untuk mengambil minuman. Setelah istri bergegas mengambilkannya, ia temukan suami sudah tidur sangat nyenyak. Sebagai istri shalihah, ia tetap berdiri di dekat kepala suami, menunggunya hingga pagi hari.


Suami kaget dan keheranan, saat bangun ternyata si Istri masih berdiri di sisi kepalanya. “Udah kamu ingin minta apa?” ucapnya secara spontan. Di luar dugaan si istri menginginkan permintaan yang di luar nalar. “Ceraikan aku,” tegasnya. 


Mendengar permintaan gugat cerai itu tentu si suami tercengang dan enggan menurutinya. Namun si istri bersikeras meminta cerai. “Bila kamu mau membalas kebaikanku, maka ceraikan aku,” kata. Kemudian mereka sepakat untuk mengadukan kasus ini kepada Nabi saw, dan berangkatlah mereka untuk menghadapnya. 


Di tengah jalan, belum juga sampai ke tempat Nabi saw, suaminya tersandung dan kakinya pecah berdarah. Melihat kondisi suaminya, muncul pikiran lain dari si istri. 


“Sekarang pulang saja, tidak ada alasan lagi bagiku untuk menggugat cerai kepadamu. Sebab kamu pernah berkata kepadaku, dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda, ‘Siapa saja yang Allah kehendaki mendapatkan kebaikan, maka Allah akan memberi ujian kepadanya.’ Selama hidup setahun bersamamu hampir kamu tidak mendapatkan ujian hidup apapun, maka kuduga pasti Allah ta’ala tidak mencintaimu. Sekarang ketika kamu mendapat ujian tersandung di jalan ini, aku sadar bahw Allah benar-benar mencintaimu,” tukas si Istri penuh keyakinan. (Abdurrahman bin Abdissalam as-Shafuri, Nuzhatul Majâlis wa Muntakhabun Nafâ-is, [Beirut, Dârul Kutubil ‘Ilmiyyah], halaman 100).


Hadits yang dimaksud istri sahabat itu secara lengkap adalah hadits shahih sebagaimana berikut:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْراً يُصِبْ مِنْهُ. رواه البخاري 


Artinya, “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: ‘Rasulullah saw bersabda: ‘Siapa saja yang Allah kehendaki mendapatkan kebaikan maka Allah akan memberinya ujian’.” (HR Al-Bukhari).


Dari sepenggal kisah pasangan dua sahabat dapat diambil hikmah, dalam menghadapi ujian hidup, utamanya ujian dalam kehidupan berkeluarga, baik ujian ekonomi, kesehatan atau lainnya, sudah semestinya suami istri menghadapinya secara bijak.


Bukan masalah seberapa besar ujian yang menyapa, tapi tentang bagaimana cara menghadapinya. Ujian bukan mala petaka, namun tanda cinta dari Tuhan terhadap para hamba-Nya. Sehingga dalam kondisi apapun, keluarga yang dibina dapat menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Keluarga yang tangguh dalam menghadapi segala medan kehidupan. Wallâhu a’lam. 
[]

 

Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar