Sebentar lagi bulan suci Ramadhan hadir. Bulan latihan diri untuk bertahan dalam petunjuk yang benar; bertahan dalam pelatihan praktis yang nyata, dan bertahan dalam pengelolaan jiwa yang terasa. Di bulan ini Al-Qur’an sebagai petunjuk manusia diturunkan, memberi peta jalan hidup kepada manusia, tentang mana yang harus dilalui dan mana yang tidak boleh dilalui.
Dengan begitu banyak kemuliaannya, sudah sepantasnya kita menyambut bulan suci Ramadhan dengan penuh suka cita, sembari memanjatkan doa, melantunkan harapan, dan mengucapkan “selamat datang”. Ya, mengucapkan “marhaban ya Ramadhan” (selamat datang bulan Ramadhan). Tentu, ucapan selamat datang akan kurang terserap hati jika tidak dibarengi doa.
Imam Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani (w. 360 H) membuat bab khusus dalam Kitâb al-Duâ’ tentang hal ini. Nama babnya adalah al-Qaul ‘Inda Dukhûl Ramadlân (doa/ucapan yang [dibaca] saat memasuki bulan Ramadhan). Berikut doa-doa yang dikumpulkan oleh Imam ath-Thabrani:
Pertama, doa yang diriwayatkan Sayyidina ‘Ubadah bin al-Shamith (34 H). Dalam hadits tersebut Rasulullah mengajarkan doa atau kalimat yang dibaca saat Ramadhan datang. Berikut riwayatnya (sanadnya hasan):
عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه, قال: كان رسول الله صلي الله عليه وسلم يعلمنا هؤلاء الكلمات إذا جاء رمضان أن يقول أحدنا: أللهمَّ سَلِّمْنِي مِنْ رَمَضَانَ، وَسَلِّمْ رَمَضَانَ لِي، وَتَسَلَّمْهُ مِنِّي مُتَقَبَّلًا
“Dari ‘Ubadah bin al-Shamith radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari kami bacaan berikut ini untuk dibaca oleh salah satu dari kami saat Ramadhan datang: “Allahumma salimnî min ramadlâna wa sallim ramadlâna lî wa tasallamhu minnî mutaqabbalan” (Ya Allah, sampaikan aku [dengan selamat menuju bulan] Ramadhan. Sampaikanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah [amal-amal]ku [di bulan] Ramadhan.” (Imam Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani, Kitâb al-Du’â’, Kairo: Dar al-Hadits, 2007, hlm. 311)
Imam ath-Thabrani juga memasukkan doa yang sama dengan periwayat dan redaksi sedikit berbeda. Diriwayatkan oleh Imam Makhul al-Syami (w. 112 H) bahwa ia membaca doa ini saat memasuki bulan Ramadhan:
أللهمَّ سَلِّمْنِي لِرَمَضَانَ، وَسَلِّمْ رَمَضَانَ لِي، وَتَسَلَّمْهُ مِنِّي مُتَقَبَّلًا
“Allahumma salimnî li ramadlâna wa sallim ramadlâna lî wa tasallamhu minnî mutaqabbalan” (Ya Allah, sampaikan aku [dengan selamat] kepada [bulan] Ramadhan. Sampaikanlah Ramadhan kepadaku (juga) dan terimalah [amal-amal]ku [di bulan] Ramadhan).” (Imam Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani, Kitâb al-Du’â’, 2007, hlm. 312)
Kedua, doa yang berasal dari Imam Abdul ‘Aziz bin Abi Rawad (w. 159 H), seorang ahli hadits, ahli ibadah dan imam Masjid al-Haram. Imam Abdullah bin Mubarak memamndangnya sebagai “a’badinnâs” (orang yang paling luar biasa ibadahnya di antara manusia). Ia murid langsung dari Sayyidina Salim bin Abdullah bin Umar (w. 106 H), Imam Nafi’ (w. 117 H), dan lain sebagainya. Berikut riwayat doa yang berasal darinya (sanadnya hasan):
عن عبد العزيز بن أبي رواد قال: كان المسلمون يدعون عند حضرة شهر رمضان: اللّٰهمَّ أَظَلَّ شَهْرُ رَمَضَانَ وَحَضَرَ، فَسَلِّمْهُ لِي وَسَلِّمْنِي فِيهِ وَتَسَلَّمْهُ مِنِّي، اللهمَّ ارْزُقْنِي صِيَامَهُ وَقِيَامَهُ صَبْرًا واحْتِسَابًا، وَارْزُقَنِي فِيْهِ الْجَدَّ وَالْإِجْتِهَادَ والقُوَّةَ والنَّشَاطَ، وَأَعِذْنِي فِيهِ مِنَ السّآمَةِ وَالفَتْرَةِ وَالكَسَلِ والنُّعَاسِ, وَوَفِّقْنِي فيه لِلَيْلَةِ الْقَدْرِ وَاجْعَلهَا خَيْرًا مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Dari Abdul Aziz bin Abi Rawad, ia berkata: “(Kaum) muslimin berdoa saat bulan Ramadhan hadir: “Allahumma adhalla syahru ramadhâna wa hadlara, fa sallimhu lî wa sallimnî fîhi wa tasallamhu minnî. Allahummarzuqnî shiyâmahu wa qiyâmahu shabran wahtisâban, warzuqnî fîhil jadda wal ijtihâda wal quwwata wan nasyâtha, wa a’idznî fîhi minassâmati wal fatrati wal kasali wan na’âsi, wawaffiqnî fîhi li lailatil qadri waj’alhâ khairan min alfi syahrin.” (Ya Allah, bulan Ramadhan sudah membayangi dan datang. Maka, sampaikanlah [bulan] Ramadhan kepadaku, dan sampaikanlah aku [dengan selamat] ke dalamnya, dan terimalah [amal-amal]ku [di bulan] Ramadhan. Ya Allah, karuniailah aku kesabaran dan [niat tulus] mengharap [pahala dan ridha-Mu] atas puasa [Ramadhan]ku dan [qiyamul lail]ku. [Ya Allah], karuniailah aku dalam [bulan] Ramadhan kesungguhan hati, ketekunan, kekuatan, dan vitalitas. [Ya Allah], lindulingah aku dalam [bulan] Ramadhan dari kebosanan, lemah lesu, kemalasan, dan lemas/[banyaknya kantuk]. [Ya Allah], sukseskanlah aku dalam [mendapatkan] lailatul qadar di [bulan] Ramadhan [ini], dan jadikanlah [pahala atau kebaikan]nya [lebih] baik dari seribu bulan.” (Imam Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani, Kitâb al-Du’â’, 2007, hlm. 312)
Ketiga, doa yang diriwayatkan Imam Abu ‘Utsman an-Nahdi (w. +91-100 H), seorang tabi’in dan ahli hadits dari Basrah. Ia meriwayatkan hadits dari Sayyidina Umar bin al-Khattab, Sayyidina Ali bin Abu Thalib, Sayyidina Abdullah bin Mas’ud dan banyak sahabat lainnya (Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’i al-Rijâl, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992, juz 17, hlm. 425-426). Berikut riwayatnya (sanadnya hasan):
عن أبي عثمان النهدي قال: قالت عائشة رضي الله عنها: لما حضر رمضان قلت: يا رسول الله, قد حضر رمضان فما أقول؟ قال: قولي: اللهمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي.
“Dari Abu ‘Utsman an-Nahdi, ia berkata: “(Sayyidah) ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Ketika Ramadhan datang, aku berkata: “Ya Rasulullah, sungguh Ramadhan telah tiba, maka apa (yang harus) kuucapkan?” Rasulullah berkata: “Ucapkanlah: “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annî” (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Memaafkan, mencintai “maaf”, maka maafkanlah diriku). (Imam Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani, Kitâb al-Du’â’, 2007, hlm. 312)
Itulah doa-doa menyambut Ramadhan yang telah dikumpulkan oleh Imam Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani (w. 360 H), seorang ahli hadits besar dalam sejarah Islam, yang sosoknya oleh Imam Ibnu Katsir (w. 774 H) digambarkan dengan kalimat:
الطبراني هو الإمام الحافظ الثقة. الرحال الجوال، محدث الإسلام
“(Imam) ath-Thabrani adalah imam al-hafidz (hafal banyak hadits sekaligus perawinya) yang otoritasnya tidak diragukan (tsiqqah), seorang pengelana (pengetahuan), (dan) ahli haditsnya Islam.” (Imam Ibnu Katsir, Jâmi’ al-Masânîd wa al-Sunan, Beirut: Dar al-Fikr, 1994, juz 3, hlm. 117)
Semoga bulan puasa kali ini menjadi bulan puasa yang aman dan nyaman, sekaligus menjadi titik awal perbaikan diri kita bersama. Selamat menyambut dan menunanaikan ibadah puasa. Wallahu a’lam bish-shawwab... []
Muhammad Afiq Zahara, alumni Pondok Pesantren Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar