Pertanyaan:
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Redaktur NU Online, mohon bertanya, beberapa waktu lalu ayah saya meninggal dunia setelah beberapa tahun sakit stroke. Saya merasa sangat berdosa dan menyesal karena kurang peduli kepadanya.
Selama sakitnya, saya kurang perhatian dan bersikap tidak baik ke almarhum.
Dari segi kemampuan sebetulnya saya mampu, tapi saya merasa tidak berusaha
maksimal untuk mengobatinya. Mohon bimbingannya, apa yang harus saya lakukan
untuk menebus kesalahan kepada almarhum? Terima kasih.
(Nis R.)
Jawaban:
Wa’alaikumus salam wr.wb. Penanya dan pembaca budiman, semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua.
Sebagai anak sudah semestinya kita berbakti kepada orang tua, apalagi dalam
usia senja atau dalam kondisi mereka sedang sakit. Allah berfirman:
وَقَضَى
رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا، إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا
أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Artinya: “Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia.” (Al-Isra ayat 23).
Saking pentingnya birrul walidain atau berbakti kepada kedua orang tua Allah
memosisikannya sebagai amal saleh kedua setelah beribadah kepadanya sebagaimana
ayat di atas.
Nah lalu bagaimana dengan pertanyaan di atas, ketika anak merasa berdosa karena
kurang maksimal dalam berbakti kepada ayahnya? Adakah cara tertentu untuk
menebus kesalahan terhadap orang tua yang sudah wafat?
Berbakti kepada orang tua tidak mengenal batas, apakah orang tua masih hidup
atau sudah wafat. Demikian pula meminta ridha, kerelaan, membahagiakan orang
tua tetap bisa dilakukan meskipun mereka telah wafat.
Suatu kali ada pernah ditanyakan kepada Imam Abul Laits as-Samarqandi (333-373
H), pakar fiqih Hanafi, ahli hadits sekaligus sosok ulama sufi asal Samarkand,
Uzbekistan sekarang, andaikan ada kedua orang tua yang wafat dalam kondisi
murka terhadap anaknya, apakah anaknya tersebut dapat meminta ridhanya?
Imam Abul Laits menjawab bahwa anak itu masih dapat membuat kedua orang tua
meridhainya dengan tiga hal. Pertama, anak tersebut menjadi orang yang saleh.
Kedua, menyambung silaturrahim terhadap kerabat dan teman-teman karib kedua
orang tuanya. Ketiga, memohonkan ampunan, mendoakan, dan sedekah atas nama
mereka.
Imam Abul Laits menekankan, meskipun semuanya baik dan dapat membuat kedua
orang tua yang telah wafat meridhai anaknya, namun yang paling penting adalah
yang pertama, yaitu si anak berupaya secara sungguh-sungguh menjadi orang yang
shaleh. Sebab tidak ada yang paling membahagiakan orang tua yang sudah wafat
daripada kesalehan dari si anak sendiri.
Jadi, semakin saleh anak, maka semakin bahagia dan semakin ridha orang tua
terhadapnya, meskipun orang tua sudah meninggal dunia. Imam Abul Laits
menegaskan:
لأَنَّهُ
لا يَكُونُ شَيْءٌ أَحَبَّ إلَيْهِمَا مِنْ صَلاحِهِ
Artinya: “Karena tidak ada sesuatu pun yang lebih menyenangkan kedua orang tua
yang sudah meninggal daripada kesalehan anaknya.” (Abul Laits as-Samarqandi,
Tanbihul Ghafilin, [Manshurah, Maktabah al-Iman: 1994], halaman 94).
Kembali pada pertanyaan, adakah cara tertentu untuk menebus kesalahan terhadap
orang tua yang sudah wafat? Maka jawabannya adalah ada yaitu: (1) berusaha
menjadi pribadi yang saleh; (2) menyambung silaturrahim terhadap kerabat dan
teman-teman karib kedua orang tua; dan (3) memohonkan ampunan, mendoakan,
dan sedekah atas nama mereka. Namun dari ketiga cara ini yang paling utama
adalah yang pertama, yaitu anak berusaha secara sungguh-sungguh untuk semakin
menjadi pribadi yang saleh, semakin saleh, dan semakin saleh.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat dan dapat dipahami secara baik. Kami
selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. Wassalamu
’alaikum wr. wb.
Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar