Doa ibarat ikatan yang menghubungkan seorang hamba dengan Tuhannya. Hakikat berdoa adalah mengakui kelemahan diri, karena ketika memohon kepada Tuhannya, maka secara sadar dia mengakui bahwa Allah adalah Dzat yang Mahakuasa atas segala sesuatu.
Nabi Muhammad saw merupakan seorang hamba yang paling dekat dengan Tuhannya,
bahkan kekasih yang sangat dicintai. Meskipun demikian, beliau senantiasa
memohon dan berdoa kepada Tuhannya di segala perkara. Sebab, doa mengandung
dzikir, pengakuan, ketulusan, dan kemesraan antara hamba dan Sang Maha
Pencipta.
Sebagaimana yang tertulis pada artikel pertama bahwa doa yang terbaik adalah
doa yang dipanjatkan oleh Nabi Muhammad saw. Mengikuti dan membaca doa
sebagaimana yang beliau ajarkan, merupakan bentuk meneladaninya.
Berikut adalah doa-doa Nabi Muhammad saw yang termaktub dalam Al-Qur’an,
melanjutkan sembilan doa yang sudah dimuat dalam artikel sebelumnya:
Kesepuluh, tercantum dalam surat Ali Imran 8-9:
رَبَّنَا
لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ
رَحْمَةً ۚاِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ، رَبَّنَآ اِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ
لِيَوْمٍ لَّا رَيْبَ فِيْهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيْعَادَ
Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan
setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami
rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi. Ya Tuhan kami, Engkaulah
yang mengumpulkan manusia pada hari yang tidak ada keraguan padanya. Sungguh,
Allah tidak menyalahi janji" (QS Ali 'Imran: 8-9).
Imam Al-Qurtubi menjelaskan bahwa doa ini merupakan permohonan yang dipanjatkan
oleh orang-orang yang mendalam ilmunya. Namun demikian, doa ini juga dapat
dipahami bahwa ini adalah perintah kepada Nabi Muhammad saw untuk menggunakan
doa di atas. (Tafsir al-Qurthubi, 4: 19).
Hal ini diperkuat oleh riwayat yang disampaikan Ummu Salamah bahwa Nabi
Muhammad saw menggunakan redaksi doa di atas.
عَنْ
أُمِّ سَلَمَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: "يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ
قَلْبِي عَلَى دِينِكَ" ثُمَّ قَرَأَ: {رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا
بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ}
Artinya: “Diceritakan dari Ummu Salamah bahwa Nabi Muhammad saw, berkata:
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati ku atas agamamu”.
Kemudian beliau membaca doa 'rabbanâ lâ tuzigh qulûbanâ ba‘da idz hadaitanâ wa
hab lanâ mil ladungka raḫmah, innaka antal-wahhâb'." (Tafsir Ibnu Katsir,
2: 13).
Syekh Thahir bin Asyur mengatakan dalam tafsirnya bahwa ayat di atas adalah doa
yang diajarkan Nabi Muhammad saw kepada umatnya. (Ibnu Asyur, at-Tahrir wa
Tanwir fi Tafsir Al-Qur’an, 3: 169).
Kesebelas, tercantum dalam surat al-Anbiya’ ayat 112:
رَبِّ
احْكُمْ بِالْحَقِّ وَرَبُّنَا الرَّحْمٰنُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوْنَ
Artinya: “Ya Tuhanku, berilah keputusan dengan adil. Dan Tuhan kami Maha
Pengasih, tempat memohon segala pertolongan atas semua yang kamu katakan"
(QS Al-Anbiya’: 112).
Syekh Sayyid ath-Thanthawi mengatakan dalam tafsirnya At-Tafsir al-Wasith li al
Al-Qur’an al-Karim bahwa setelah menyampaikan risalah dan amanah yang
diembannya, Nabi dengan khusyuk memanjatkan doa tersebut kepada Tuhannya.
(Sayyid Thanthawi, At-Tafsir al-Wasith, 9: 261).
Said menceritakan dari Imam Qatadah bahwa para Nabi terdahulu berdoa:
رَبَّنَا
افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ
Kemudian Rasulullah diperintahkan untuk berdoa:
رَبِّ
احْكُمْ بِالْحَقِّ وَرَبُّنَا الرَّحْمَنُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ
Demikian pula ketika Rasul berjumpa dengan musuh dan mengetahui bahwa beliau
berada di posisi yang benar sedangkan musuhnya berada di posisi yang salah,
maka Nabi Muhammad saw juga berdoa dengan doa tersebut. (Tafsir al-Qurthubi,
11: 351).
Ibnu Katsir mengutarakan bahwa Zaid bin Aslam menyampaikan, bahwa dulu ketika
Nabi menyaksikan peperangan, Nabi Muhammad saw membaca doa di atas.
عَنْ
زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا شَهِدَ قِتَالًا قَالَ: {رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّ}
Artinya: “Diceritakan dari Zaid bin Aslam, dulu Nabi Muhammad Saw, ketika
menyaksikan peperangan, beliau membaca doa di atas. (Tafsir Ibnu Katsir, 5:
388).
Keduabelas, tercantum dalam surat al-Mu’minun ayat 118:
رَبِّ
اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرّٰحِمِيْنَ
Artinya: "Ya Tuhanku, berilah ampunan dan (berilah) rahmat, Engkaulah
pemberi rahmat yang terbaik" (QS Al-Mu'minun: 118).
Redaksi doa ini merupakan perintah Allah swt, kepada Nabi Muhammad supaya
mendapatkan mendapatkan ampunan dan kucuran rahmat dari-Nya. Seorang hamba yang
menggunakan doa di atas, dia akan mendapatkan ampunan dan rahmat dari Allah
swt.
Imam ath-Thabari menjelaskan makna doa di atas sebagai berikut: “Katakan wahai
Muhammad, Ya Tuhan ku rahasiakanlah dosa-dosa ku dengan ampunan-Mu, rahmatilah
aku dengan menerima taubatku kepada-Mu, jangan hukum aku atas keburukan yang
aku lakukan, Engkau, Wahai Tuhan ku, sebaik-baik Dzat yang merahmati pendosa,
penerima taubat, dan tidak menghukum atas kesalahannya”. (Imam ath-Thabari,
Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Al-Qur’an, 19: 85).
Imam al Alusi mengatakan bahwa dalam doa ini terkandung isyarat agar seorang
hamba sebaiknya tidak terlena oleh amal-amal yang telah dilakukan serta
memberikan petunjuk agar seorang hamba bergantung kepada rahmat Tuhan Yang Maha
Menguasai dan Mahatinggi. (Al-Alusi, Tafsir Ruh al Ma’ani fi Tafsir Al-Qur’anil
Adzim wa Sab’i al Matsani, 9: 272).
Ketigabelas, tercantum dalam surat ash-Shaffat ayat 180-181:
سُبْحٰنَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلٰمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ،
وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
Artinya: “Mahasuci Tuhanmu, Tuhan Yang Mahaperkasa dari sifat yang mereka
katakan. Selamat sejahtera bagi para rasul. Segala puji bagi Allah Tuhan
seluruh alam" (QS As-Saffat Ayat 180-182).
Doa ini merupakan pemungkas dari rangkaian doa yang dipanjatkan seorang
hamba. Bila doa diawali dengan memuji kepada Allah, maka juga harus diakhiri
dengan memuji atas kekuasaan Allah.
Sebagaimana kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kita, doa ini
dibaca bersama di akhir pertemuan/ majlis pengajian.
Imam al-Qurthubi menyatakan bahwa beliau menerima sanad yang sangat panjang,
yang tersambung kepada sahabat Said al-Khudri. Beliau mendengar Nabi
menyampaikan berulang kali: “Barang siapa yang suka mendapatkan timbangan
pahala yang sempurna di hari kiamat, maka bacalah di akhir pengajiannya atau
majlisnya:
سُبْحٰنَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلٰمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
Senada dengan pernyataan di atas, Ibnu Katsir mengutip riwayat yang disampaikan
oleh ath-Thabrani: “Barang siapa yang membaca doa di atas tiga kali setiap
selesai shalat, maka (kelak) dia akan mendapatkan timbangan pahala yang
sempurna.
Keempatbelas, tercantum dalam surat at-Taubah ayat 129:
حَسْبِيَ اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۗ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ
Artinya: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya
aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang
agung" (QS at-Taubah: 129).
Doa-doa di atas secara tersurat merupakan wahyu yang diterima oleh Nabi
Muhammad saw yang termaktub dalam Al-Qur’an. Dengan demikian, selayaknya kita
sebagai umat Nabi Muhammad saw meneladaninya dalam berdoa. Namun, dalam
beberapa doa yang berasal dari Al-Qur’an, terdapat redaksi yang mengalami
penambahan kata atau kalimat, sebagai bentuk pensucian dan pengagungan kepada
Allah swt. []
Ustadz Moh. Fathurrozi, Founder Al-Qur’an Khairu Jalis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar