Tradisi ngaji pasanan di pondok pesantren lazim dilakukan ketika bulan suci Ramadhan tiba. Tradisi ngaji pasanan sudah berlangsung lama di pesantren dan menyebarluas di tengah masyarakat melalui masjid, mushola, madrasah diniyah, dan lain-lain. Seperti yang juga dahulu dilakukan oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur.
KH Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001) mencatat, KH
Hasyim Asy’ari biasa menggelar ngaji pasaran kitab Shahih Bukhari dan
menamatkannya selama bulan Ramadhan.
Di pesantren mana pun, kitab hadits tersebut biasa dibaca. Namun ketika
Hadratussyekh yang membaca kitab Shahih Bukhari, kiai-kiai dan para santri dari
luar daerah berduyun-duyun untuk mondok di Tebuireng karena ingin mendengarkan
KH Hasyim Asy’ari membaca kitab Al-Bukhari.
Dari banyak ilmu yang dimiliki KH Hasyim Asy’ari, beliau paling menonjol
sebagai seorang ulama ahli hadits. Orang yang pernah melihat sendiri cara
Hadratussyekh membaca kitab Shahih Bukhari, mengatakan bahwa beliau sebenarnya
telah hafal seluruh isi kitab hadits masyhur ini seolah-olah sedang membaca
kitab karangannya sendiri.
Orang-orang yang belajar kitab Al-Bukhari di hadapan KH Hasyim Asy’ari merasa puas, selain belajar dari guru yang terpandang, juga karena paling tidak dapat menikmati suasana Ramadhan bersama KH Hasyim Asy’ari di pesantrennya, Tebuireng.
KH Saifuddin Zuhri dalam Berangkat dari Pesantren (2013: 202) juga
mengungkapkan cerita yang didapatkannya dari para ulama alumnus Tebuireng,
Hadhratussyekh KH Hasyim Asy’ari—seperti kebanyakan ulama di Indonesia—termasuk
golongan fuqaha. Artinya orang yang sangat dalam penguasaannya tentang
ilmu-ilmu keislaman.
Dalam redaksi lain, Kiai Saifuddin Zuhri mengatakan, sudah menjadi wiridan
(kebiasaan rutin) tiap bulan Ramadhan, Hadratussyekh membaca kitab hadits
al-Bukhari, kitab kuning berisi himpunan hadits Nabi Muhammad sebanyak 7.275
hadits.
Kepakarannya terlihat bukan hanya ketika ia membaca kitab hadits dengan cermat
dan cepat, tetapi juga ketika Hadratussyekh mengontekstualisasikan dengan
dinamika kehidupan dan perubahan zaman.
Zuhairi Misrawi dalam Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Moderasi, Keumatan, Kebangsaan (2010) merupakan salah satu pemilik sanad Kitab Hadits Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Ini menunjukkan bahwa KH Hasyim Asy’ari telah hafal ribuan hadits yang
diperoleh dari guru-gurunya dengan sanad keilmuan yang jelas. Geneologi atau
sanad sebuah kitab tidak bisa diijazahkan kepada seseorang tidak menguasai dan
memahami kitab tersebut.
Perihal Kiai Hasyim Asy’ari yang telah hafal ribuan hadits ini ditegaskan oleh
Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Ubaidillah
Shodaqoh (2019). Bahkan menurut Kiai Ubaidullah, kealiman Kiai Hasyim Asy’ari
mendekati tingkatan seorang mujtahid. Mujtahid dapat dikatakan ialah orang yang
-dengan ilmunya yang tinggi dan lengkap- telah mampu menggali dan menyimpulkan
hukum-hukum Islam dari sumber-sumbernya yang asli seperti Al-Qur'an dan Hadits.
Meskipun hafal ribuan hadits dan kealimannya mendekati level mujtahid, Kiai
Hasyim Asy’ari masih memberikan ruang musyawarah dengan kiai-kiai di Jawa dan
Madura seperti misalnya saat mencetuskan Fatwa Resolusi Jihad pada 22 Oktober
1945 dalam rangka melawan agresi militer Belanda II.
KH Hasyim Asy'ari yang hafal ribuan hadits, kealimannya mendekati mujtahid, tetapi untuk mengumumkan Fatwa Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang telah beliau tulis masih mengundang ulama se-Jawa dan Madura. Hal ini merupakan teladan dan bentuk sikap tawadhu’ karena konteks perjuangan saat itu membutuhkan gagasan, pikiran, dan perjuangan kolektif seluruh elemen bangsa. []
(Fathoni Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar