Suatu kali Ibnu Mas’ud ra pernah bertanya pada Rasulullah saw tentang amal apa yang paling disukai Allah swt. Rasulullah pun menjawab, “Shalat pada waktunya”. Lalu Ibnu Mas’ud melanjutkan pertanyaan, “Lalu apa?” “Berbakti pada kedua orangtua”, jawab Rasulullah. Ibn melanjutkan dengan pertanyaan yang sama “Lalu apa?” Rasulullah kembali memberi jawaban “Jihad di jalan Allah”. Percakapan tersebut terdokumentasikan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. (Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, [Beirut, Dar Thuqin Najah: 2001], juz I, halaman 112; dan Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, [Beirut, Dar Ihya’it Turatsil ‘Arabi], juz I, halaman 90).
Namun, menurut penuturan Abu Hurairah ra, Rasulullah pernah ditanya dengan
pertanyaan seperti yang diajukan Ibn Mas’ud. Beliau menjawab sebagai berikut:
الإِيْمَانُ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ، قيل: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ. قِيْلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: حَجٌّ مَبْرُوْرٌ
Artinya, “Amal paling utama adalah iman pada Allah dan Rasul-nya. Kemudian Rasulullah ditanya kembali: “Selanjutnya apa?” Rasulullah menjawab: “Jihad di jalan Allah”. Lalu Rasulullah ditanya lagi: “Selanjutnya apa?” Rasulullah menjawab: “Haji yang mabrur”. (Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, juz I, halaman 112; dan Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, juz I, halaman 14).
Sahabat yang lain, yaitu Abdullah Ibn ‘Amr ra juga menceritakan tentang hal
serupa yang juga terdokumentasikan dalam Shahih Bukhari dan Muslim:
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم: أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ؟ قَالَ: تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأَ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
Artinya, “Seseorang bertanya pada Rasulullah saw: “Hal apa yang paling baik dalam Islam?” Rasulullah menjawab: “Memberi makan dan mengucap salam pada orang yang kau kenal dan yang tidak kau kenal”. (Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, juz I, halaman12; dan Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim, juz I, halaman 65).
Utsman bin ‘Affan ra sendiri sebagaimana dicatat Imam Al-Bukhari meriwayatkan
hadits: “Yang terbaik di antara kamu sekalian adalah yang belajar dan
mengajarkan Al-Qur’an”.
Sabda Rasulullah terkait ibadah paling utama banyak ditemukan dalam kitab-kitab hadits. Melihat jawaban dan sabda Rasulullah yang berbeda-beda tentang satu hal yang sama, menimbulkan pertanyaan, bagaimana cara mengompromikan (jam’u) hadits-hadits Rasulullah tersebut?
An-Nawawi menukil pendapat Abu Bakr Al-Qaffal atau dikenal dengan Al-Qaffal Al-Kabir. Menurutnya, ada dua untuk cara mengompromikan hadits-hadits tersebut.
Pertama, jawaban yang diberikan Rasulullah saw menyesuaikan dengan kondisi masa pada saat menjawab pertanyaan dan keadaan orang yang bertanya. Hal ini dibuktikan dengan hadits riwayat Ibn ‘Abbas ra:
حَجَّةٌ لِمَنْ لَمْ يَحُجَّ أَفْضَلُ مِنْ أَرْبَعِيْنَ غَزْوَةً، وَغَزْوَةٌ لِمَنْ حَجَّ أَفْضَلُ مِنْ أَرْبَعِيْنَ حَجَّةً
Artinya, “Haji bagi orang yang belum pernah melaksanakannya lebih utama daripada 40 kali berperang di jalan Allah. Berperang di jalan Allah lebih utama daripada 40 kali haji bagi orang yang sudah melaksanakannya (haji).”
Qadhi ‘Iyadh juga setuju dengan cara pertama ini.
Kedua, sabda-sabda Rasulullah tersebut mengira-ngirakan huruf min. Maka maknanya menjadi “Sebagian dari ibadah yang paling utama adalah ...”.
Sebagaimana orang Arab biasa mengatakan, “Fulan adalah manusia paling cerdas”, namun sudah maklum, bahwa maksud ucapan itu bukan membandingkan Fulan dengan seluruh manusia, namun hanya menyatakan bahwa Fulan masuk kategori manusia dengan kecerdasan istimewa. (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim [Beirut: Dar Ihya’it Turatsil ‘Arabiy, 1972], juz 2, hlm. 77). Wallahu a’lam. []
Ustadz Rif'an Haqiqi, Pengajar di Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyyah Berjan Purworejo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar