Membaca syahadat merupakan pintu masuk pertama seseorang pada agama Islam. Setiap individu umat Islam harus membaca syahadat yang merupakan rukun Islam pertama. Dalam syahadat terkandung makna kesaksian pada dua hal yakni bersaksi bahwa Allah sebagai Tuhannya dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Kalimat syahadat menggunakan bahasa Arab yang redaksi lengkapnya adalah sebagai
berikut:
أَشْهَدُ
أَنْ لَآإِلهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
"Asyhadu an lā ilāha illallāhu, wa asyhadu anna muhammadar
rasūlullāh."
Artinya: "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku
bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah".
Selain selalu membaca dalam shalat, setiap hari, umat Islam juga sering
mendengar lantunan syahadat yang dikumandangkan oleh muazin saat melantunkan
azan. Saat melantunkan syahadat pada azan, seorang muazin harus benar-benar
memperhatikan dan memahami bacaan syahadat. Jangan sampai huruf-huruf yang
menjadi elemen syahadat hilang dan panjang-pendeknya tidak sesuai dengan kaidah
yang ada.
Biasanya kekeliruan ini disebabkan beberapa faktor di antaranya tidak memahami
bacaan syahadat karena hanya bermodalkan hafal. Selain itu bisa dikarenakan
faktor lagu atau irama yang digunakan sehingga tidak sadar membuat kekeliruan
dalam bacaan. Seringnya kekeliruan ini dibiarkan, maka yang bersangkutan akan
merasa bahwa hal itu benar dan menjadi kebiasaan.
Hal ini penting diperhatikan oleh para muazin karena jika terjadi kekeliruan,
maka secara otomatis makna yang terkadung dalam bacaan syahadat juga akan
keliru. Dan dalam tulisan ini diingatkan 5 kekeliruan yang sering dilakukan
oleh para muazin saat membaca syahadat dalam azan.
1. Menghilangkan huruf Ha pada kata أَشْهَدُ
Terkadang kita mendengarkan azan seorang muazin yang membaca أَشْهَدُ menjadi أَشَدُ.
Menghilangkan huruf Ha pada kata tersebut tentu akan merubah maknanya. أَشْهَدُ bermakna “Aku bersaksi” sedangkan أَشَدُ bisa mengarah ke makna “keras”. Pelafalan
huruf ش juga tidak boleh mengarah kepada
pelafalan huruf س karena ini juga akan mengubah
lagi makna syahadat ke makna yang lain.
2. Tidak membaca idgham huruf Nun pada huruf Lam
Pada bacaan أَنْ لَآ terdapat huruf nun yang
berharakat sukun bertemu dengan huruf lam. Dalam ilmu tajwid, bacaan ini
dihukumi idgham bi la ghunnah, yakni memasukkan atau melebur huruf nun
pada huruf lam dengan dibaca tanpa berdengung.
Pada praktiknya, ada muazin yang membacanya tidak menggunakan kaidah idgham bi
la ghunnah, namun seolah-olah menghilangkan huruf nun sama sekali sehingga
terdengar bacaan أَلَآ. Dengan membaca أَنْ لَآ menjadi أَلَآ tentu
juga akan mengubah makna dari “Sesungguhnya tidak ada” menjadi “Ingatlah”.
Selain menghilangkan huruf Nun, kekeliruan yang ada pada bacaan ini adalah
mengganti hukum membacanya dari idgham bi la ghunnah menjadi idgham bi ghunnah.
Yakni dengan menekan dan memperpanjang bacaan أَنْ لَآ
menjadi “alla” (huruf lam didengungkan lama).
3. Membaca pendek huruf لَآ
Kekeliruan ini yang sering muncul di antara kekeliruan yang lain. Muazin
membaca kalimat ‘lā’ pada لَآإِلهَ إِلَّا اللهُ yang
seharusnya panjang dengan bacaan pendek. Hal ini sering sering diakibatkan
karena muazin menekan bacaan أَنْ sehingga
tidak memperhatikan bahwa bacaan di depannya berupa لَآ
harus dibaca panjang.
Padahal huruf لَآ ini menjadi poin penting
dalam membaca syahadat yang berarti “tidak”. Jika لَآ dibaca
dengan pendek menjadi لَ, maka artinya akan
berubah jauh dan bisa mengarah menjadi arti “Sesungguhnya”. Secara otomatis
makna dari syahadat akan berubah drastis karena mengakui sesungguhnya Tuhan
selain Allah. Naudzu billah.
4. Membaca huruf إِلَّا tanpa tasydid
Kekeliruan selanjutnya adalah membaca huruf إِلَّا
pada kalimat إِلَّا اللهُ tanpa
tasydid sehingga menjadi إِلَى اللهُ.
Ini juga bisa merubah makna syahadat 180 derajat dari makna aslinya. Karena إِلَّا dalam kalimat syahadat ini memiliki
arti “kecuali” sementara إِلَى memiliki
arti “ke”. Kekeliruan ini bila dibiarkan saja akan menjadi kebiasaan yang sulit
untuk diubah. Sehingga para muazin harus benar-benar memahami dan meresapi
makna syahadat pada poin ini.
5. Membaca huruf أَنَّ dengan panjang
Jika 4 kekeliruan sebelumnya berada pada kalimat tauhid yang ditujukan untuk
kesaksian kepada Allah, kekeliruan satu ini terjadi pada kalimat kesaksian
kepada Nabi Muhammad sebagai utusan Allah. Terkadang terdengar muazin membaca
huruf أَنَّ yang harusnya dibaca pendek, namun
malah dipanjangkan menjadi أَنَّا. Hal ini tentu juga
akan merubah makna yang tadinya أَنَّ bermakna
“sesungguhnya” menjadi أَنَّا yang bermakna
“Bahwasanya kami”.
Terkait dengan kata أَنَّ ini, juga sering
memunculkan kekeliruan lain dalam membaca kalimat Tauhid yang tidak menggunakan
kata أَنَّ di dalamnya yakni kalimat لَآإِلهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ.
Dalam kalimat ini, huruf أَنَّ yang merupakan
huruf nashab tidak ada sehingga mengakibatkan kaidah bacaan dalam ilmu nahwu
(tata bahasa) berubah.
Kata “Muhammad” jika diawali dengan أَنَّ maka
akan berharakat fathah menjadi أَنَّ مُحَمَّدًا.
Namun jika tidak ada أَنَّ di depan kata
“Muhammad” maka akan berharakat dhammah menjadi مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللهِ.
Sehingga perlu diingat perubahan harakat kata “Muhammad” dalam kondisi ada أَنَّ berharakat fathah dan tidak ada أَنَّ maka berharakat dhammah yang selengkapnya
sebagai:
لَآإِلهَ
إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ
Dan
أَشْهَدُ
أَنْ لَآإِلهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Demikian 5 kekeliruan yang sering dilakukan oleh para muazin yang kurang
memperhatikan bacaan dan makna syahadat dalam azan. Hal-hal ini sering terjadi
pada muazin anak-anak yang masih dalam proses latihan dan pembiasaan. Namun
juga kekeliruan ini ada juga yang dilakukan oleh muazin dewasa dan tua karena
sedari awal tidak ada yang mengingatkannya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam
bis shawab. []
H Muhammad Faizin, Pengurus Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur'an (LPTQ)
Pringsewu, Lampung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar