Ibadah puasa disyariatkan kepada umat Nabi Muhammad saw. Ibadah puasa diwajibkan bagi umat Islam selama bulan Ramadhan pada setiap tahunnya. Ibadah puasa sejatinya bukan syariat baru. Ibadah puasa telah disyariatkan kepada umat-umat terdahulu sebelum umat Nabi Muhammad saw.
Ibadah puasa mengandung banyak manfaat dan keutamaan bagi umat manusia baik
secara jasmani maupun secara rohani. Oleh karena itu, ibadah puasa tidak hanya
disyariatkan kepada umat terdahulu, tetapi juga umat Nabi Muhammad saw, umat
akhir zaman.
Ibadah puasa sendiri cukup unik. Ibadah puasa berbeda dari jenis ibadah
lainnya. Pada ibadah puasa, umat Islam diperintahkan untuk menahan dan
meninggalkan sesuatu (takhalli), bukan diperintahkan untuk melakukan sesuatu.
Karena sifatnya yang takhalli, ibadah puasa tidak terlihat secara kasatmata.
Sifat takhalli ini menempatkan ibadah puasa menjadi istimewa.
Imam Al-Ghazali menjelaskan keistimewaan ibadah puasa. Imam Al-Ghazali dalam
karyanya yang terkenal Ihya Ulumiddin menjelaskan hakikat puasa. Imam Al-Ghazali
menyebut secara singkat dan tepat perihal hakikat puasa sebagaimana berikut:
أن
الصوم كف وترك وهو في نفسه سر ليس فيه عمل يشاهد وجميع أعمال الطاعات بمشهد من
الخلق ومرأى والصوم لا يراه إلا الله عز و جل فإنه عمل في الباطن بالصبر المجرد
Artinya: “Puasa itu menahan diri dan meninggalkan (larangan puasa). Puasa pada
hakikatnya sebuah rahasia. Tidak ada amal yang tampak padanya. Kalau semua
ibadah disaksikan dan dilihat oleh makhluk, ibadah puasa hanya dilihat oleh
Allah saw. Puasa adalah amal batin, murni kesabaran,” (Imam Al-Ghazali, Ihya
Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 293).
Dari penjelasan ini, kita dapat mengerti bahwa keutamaan dan inti ibadah puasa
adalah kesabaran dengan ganjaran tiada tara. Kita dapat mengerti mengapa hadits
qudsi selalu mengatakan, “Ibadah puasa (dipersembahkan) untuk-Ku. Aku sendiri
yang akan membalasnya.”
Puasa mengambil seperempat bagian dari keseluruhan keimanan karena “Puasa itu
setengah dari kesabaran,” (HR At-Tirmidzi). Sedangkan, “Kesabaran mengambil
setengah bagian dari keimanan,” (HR Abu Nu’aim dan Al-Khatib).
Adapun manfaat dari puasa adalah menurunkan keinginan-keinginan syahwat yang
menjadi lahan subur setan. Dengan lapar dan haus puasa, lahan subur dan medan
pacu setan menyempit dan terbatas.
Ibadah puasa bermanfaat untuk menaklukkan setan karena syahwat-syahwat itu
merupakan jalan masuk setan, "musuh” Allah. Sedangkan syahwat pada manusia
itu menguat oleh sebab makan dan minum.
Dari sini kemudian, ibadah puasa menjadi pintu ibadah dan tameng atau perisai
bagi mereka yang berpuasa. Ibadah puasa mempersempit ruang gerak setan di dalam
tubuh orang yang berpuasa.
قال
صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى
الدَّمِ فَضَيِّقُوْا مَجَارِيَهُ بِالجُوْعِ
Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Sungguh, setan itu berjalan pada anak Adam
melalui aliran darah. Oleh karena itu, hendaklah kalian mempersempit aliran
darah itu dengan rasa lapar,’ (HR. Muttafaq alaihi),” (Al-Ghazali, 2018 M:
I/293).
Ketika puasa membatasi, mempersempit ruang gerak, dan menutup jalan bagi setan,
maka orang yang berpuasa layak diistimewakan oleh Allah dengan ganjaran yang
tak terduga baik kuantitas maupun kualitasnya. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar