Ihwal kehadiran Ramadhan selalu membuat umat Islam di seluruh penjuru dunia bergembira. Tak terkecuali di Indonesia. Meski masih dalam situasi pandemi, setidaknya ada yang berbeda dengan Ramadhan dua tahun sebelumnya. Berbagai pelonggaran pembatasan untuk beribadah menjadikan alasan untuk kembali meramaikan masjid dan rumah ibadah yang telah lama dirindukan selama pandemi.
Di bulan Ramadhan, umat Islam melaksanakan kewajiban ibadah puasa satu bulan lamanya. Puasa sendiri hakikatnya adalah menahan diri. Tidak hanya menahan diri dari rasa lapar dan haus, tapi juga menahan diri dari segala hal yang tidak pantas untuk dikerjakan, salah satunya yaitu menahan diri dari hawa nafsu.
Orang yang berpuasa semestinya dapat mengontrol hawa nafsunya. Salah satu contoh hawa nafsu yang tidak terkontrol dan bisa mengarah pada perbuatan buruk adalah tidak bijak dalam bermedia sosial dengan melakukan penyebaran hoaks. Hoaks secara istilah merupakan perbuatan menyebarluaskan berita palsu dengan tujuan negatif.
Dampak hoaks secara nyata terjadi dan terlihat di Indonesia. Banyak orang dengan mudahnya melihat dan membaca suatu berita dan langsung mempercayai berita tersebut. Mereka tidak menyadari bahwa berita yang tersebar khususnya di media sosial tidak semua benar. Banyak berita yang membanjiri media sosial dengan cepat merupakan berita yang tidak benar.
Setidaknya terdapat dua faktor sosiologis mengapa penyebaran berita hoaks terjadi begitu cepat. Pertama, teknologi informasi yang berkembang pesat memberikan akses besar pada mayoritas masyarakat Indonesia untuk melihat dan membaca berita melalui situs atau media sosial. Dimana sebelumnya, hanya kalangan tertentu yang bisa mengakses informasi melalui internet.
Terdapat pemahaman yang dangkal di bidang teknologi pada mayoritas masyarakat Indonesia sehingga terjebak dengan jebakan teknologi. Hasilnya, berita palsu yang ditulis melalui blog atau laman tidak resmi dianggap suatu kebenaran layaknya media massa memberitakan fakta.
Kedua, terjadi pergeseran arah penyebaran informasi yang dilakukan oknum media massa memanfaatkan kelemahan intelektual masyarakat Indonesia untuk menggiring opini masyarakat dengan tujuan tertentu.
Dua hal ini merupakan sepenggal kecil faktor mengapa Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat penyebaran hoaks yang tinggi. Hal demikian juga meruntuhkan semangat positif masyarakat Indonesia yang mulai aktif dengan teknologi informasi dan peduli pada perkembangan toleransi dan persatuan.
Menyikapi berita hoaks, Al-Quran secara tegas menyebut dalam Surat Al Hujarat ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”
Di bulan yang penuh berkah ini, penting untuk mengendalikan akal dan perilaku dalam menyikapi berita hoaks. Membaca dari sumber yang ilmiah dan akademis penting untuk ditekankan, terlebih guna mewujudkan bangsa Indonesia yang berilmu dan berakhlak. Terus belajar hingga akhir hayat, karena sejatinya ilmu yang dimiliki manusia hanya secuil.
اطلبوا العلم من المهد الى اللحد
Artinya: "Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai liang lahat"
Setelah membiasakan untuk memperoleh informasi dari sumber ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, penting juga untuk kita mengedepankan tabayyun (klarifikasi). Tradisi tabayyun merupakan tradisi ajaran Islam yang dapat menjadi solusi dari zaman ke zaman. Terutama bagi informasi-informasi yang berpotensial memunculkan konflik dalam masyarakat. Metode tabayyun merupakan proses klarifikasi sekaligus analisis atas informasi dan situasi serta problem yang dialami umat. Harapannya akan mendapatkan hasil kesimpulan yang lebih bijak, arif dan lebih tepat sesuai keadaan saat ini.
Kita semua diingatkan oleh sebuah hadits Nabi saw yang mengkategorikan sebagai pembohong bagi setiap orang yang menyampaikan setiap hal yang didengarnya:
عَنْ أَبِي ىُرَيْ رَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْوُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْوِ وَ سَلَّمَ قال : كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا، أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Artinya: "Dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw beliau bersabda, “Cukuplah seseorang (dianggap) berdusta jika ia menceritakan semua yang ia dengar.” (HR. Muslim)
Ramadhan adalah titik balik melawan hawa nafsu. Dengan puasa untuk tidak menyebarkan hoaks, sesungguhnya kita berupaya meningkatkan kualitas ibadah di bulan Ramadhan. Hoaks diberantas, puasa pun berkualitas. Insyaallah. Amin. []
Nurul Badruttamam, Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU/Pengasuh Pesantren Mardlotillah Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar