Sayyidah Khadijah binti Khuwailid merupakan istri pertama Nabi Muhammad SAW. Bukan hanya menjadi penopang dakwah Nabi, Sayyidah Khadijah juga merupakan perempuan pertama yang dapat merasakan jiwa Nubuwah (kenabian) pada diri suaminya.
Sejak muda, Nabi Muhammad mempunyai kebiasaan merenung dan menyepi. Kebiasaan
ini tidak surut meskipun Nabi Muhammad sudah menikah dengan Sayyidah Khadijah.
Para Sejarawan mengistilahkan kebiasaan Nabi tersebut dengan upaya pencarian
dan kegelisahaan spiritual. Dalam keadaan yang sering gelisah dan menyendiri
itu, Sayyidah Khadijah adalah pelipur dan penenang Nabi Muhammad yang paling
utama.
Awal pertemuan dengan Nabi Muhammad, Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup
Muhammad (1980) mengungkapkan, Sayyidah Khadijah saat itu menyebarkan kabar
bahwa dirinya bermaksud memberi upah orang-orang Quraisy untuk menjalankan
perdagangannya ke Syam. Kebetulan, Nabi Muhammad dengan pamannya itu pernah
mengadakan perjalanan ke negeri tersebut tatkala berusia 12 tahun.
Nabi Muhammad yang saat itu umurnya sudah beranjak 25 tahun didorong oleh
pamannya, Abi Thalib untuk mengambil kesempatan tersebut sebagai tambahan
rezeki karena kondisi ekonomi pamannya itu tidak mencukupi. Sebelumnya, Nabi
Muhammad telah menjalani pekerjaan sebagai penggembala agar memperoleh rezeki
dari kambing-kambing yang digembalakannya.
Pertemuan Sayyidah Khadijah dengan Nabi Muhammad diawali dengan laporan
Maisarah, seorang perempuan budak milik Khadijah. Maisarah menceritakan sosok
Muhammad kepada Sayyidah Khadijah bahwa pemuda tersebut berwatak halus dan
tinggi budi pekertinya.
Sayyidah Khadijah semakin tertarik bahwa barang dagangan yang dibawa Nabi
Muhammad laku dengan untung besar karena begitu amanah. Nabi Muhammad
lebih banyak mendatangkan keuntungan daripada yang dilakukan orang lain
sebelumnya.
Dalam waktu singkat, kegembiraan Sayyidah Khadijah tersebut telah berubah
mejadi rasa cinta sehingga dia yang kala itu sudah berumur 40 tahun tertarik
untuk menikahi Nabi Muhammad. Sebelumnya, beberapa pemuka Quraisy pernah
melamar Sayyidah Khadijah, tetapi semua ditolaknya. Sayyidah Khadijah yakin
bahwa pemuka-pemuka tersebut melamar hanya karena memandang hartanya.
Awalnya Nabi Muhammad juga tidak yakin karena beliau merasa tidak punya apa-apa
sebagai persiapan perkawinan. Setelah diyakinkan seorang bernama Nufaisa bahwa
Sayyidah Khadijah menaruh hati kepadanya dan mau menikahinya, Nabi Muhammad
hanya bertanya, “Dengan cara bagaimana saya (menikahi Sayyidah Khadijah)?”
Akhirnya keluarga dari kedua belah pihak bertemu untuk menentukan tanggal
perkawinan.
Sejak menikah dengan Sayyidah Khadijah, Nabi Muhammad semakin dermawan kepada
para fakir miskin dan budak. Perilaku ini sesungguhnya sudah ada sejak Nabi
Muhammad belum menikah dan menjadi semakin intens ketika ia berumah tangga.
Nabi Muhammad berumah tangga dengan Sayyidah Khadijah selama kurang lebih 25
tahun. Dalam rentang waktu tersebut, mereka dikaruniai enam anak yaitu dua
putra dan empat putri. Dua putra mereka dinamai Qasim dan Abdullah, sementara
empat putri mereka adalah Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah.
Ringkasnya, 25 tahun rumah tangga Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah
diliputi kebahagiaan dan keriangan. Dan selama itu pula Nabi Muhammad tidak
mengambil istri lagi. Baru setelah Khadijah meninggal, ia 'memilih' poligami.
Ini berarti periode poligami Nabi Muhammad lebih singkat (hanya 12 tahun)
dibanding masa monogaminya.
Ringkas kisah, Ummul Mukminin, Sayyidah Khadijah menghembuskan nafas
terakhir di pangkuan Rasulullah SAW. Sayyidah Khadijah wafat pada hari ke-11
bulan Ramadhan tahun ke-10 kenabian, tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah ke
Yatsrib (Madinah). Sayyidah Khadijah wafat pada usia 65 tahun saat usia
Rasulullah sekitar 50 tahun. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar