Mengabaikan
Hasil Istikharah
Ini seperti orang
yang sedang sakit, berkonsultasi kepada dokter tentang penyakitnya, kemudian
setelah diberi petunjuk dan arahan dari dokter malah mengabaikannya. Terhadap
orang ini patut dipertanyakan mengapa ia mengabaikan nasihat dokernya?
Secara bahasa makna
istikharah adalah meminta pilihan (thalabul khiyarah). Jadi shalat istikharah
adalah shalat yang tujuannya meminta pilihan dari Allah swt karena adanya dua
atau tiga hal yang harus dipilih salah satu. Sedangkan manusia tidak mampu
memilih sesuatu yang paling tepat.
Meminta pilihan
kepada Allah swt adalah tindakan yang paling tepat. Hal ini bisa dianalogikan
bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari sering meminta pendapat orang lain
yang dianggap memiliki wawasan lebih luas dan lebih pandai dalam menghadapi
masalah-masalah yang pelik. Biasanya, semakin pandai seseorang semakin baik
pula pertimbangan yang diberikan. Apalagi jika orang itu jujur, objektif dan
ikhlas, sehingga apa yang disarankan benar-benar mencerminkan solusi alternatif
terbaik.
Sementara itu Allah
swt yang bersifat kamal dan bersih dari segaa kekurangan merupakan pihak paling
tepat untuk dimintai petunjuk. Hal ini tidak berarti musyawarah dan diskusi
sesama manusia tidak perlu. Akan tetapi hendaknya dilakukan sebagai bahan pertimbangan
belaka.
Oleh karena itu,
hendaknya seseorang menggabungkan ikhtiyar lahir dan bathin. Artinya berusaha
semaksimal mungkin sesuai potensi dan kemampuan sekaligus juga memohon
bimbingan dari Allah swt. diantaranya dengan jalan istikharah.
Dengan demikian
sangat aneh jika seseorang melakukan istikharah kemudian tidak
melaksanakan hasilnya dalam tindakan nyata. Ini seperti orang yang sedang
sakit, berkonsultasi dengandokter tentang penyakitnya, kemudian setelah diberi
petunjuk dan arahan dari dokter malah mengabaikannya. Terhadap orang ini patut
dipertanyakan mengapa ia mengabaikan nasihat dokernya?
Dalam hal ini ada
tiga kemungkinan. Pertama, ia kurang mempercayai kebenaran nasehat dokter.
Kedua, ia lebih mempercayai pikiran sendiri. Ketiga, lebih mengutamakan
dorongan hawa nafsunya. Demikian tamsil ini dapat diterapkan pula pada kasus
seseorang yang mengabaikan hasil istikharahnya.
Imam ibn Jama’ah
dalam kitab Futuhat Rabbaniyyah syarah Al-Adzkar an-Nawawiyah memberikan
beberapa tip 1) agar sebelum beristikharah seseorang hendaknya bersikap
senetral mungkin terhadap al-ternatif-alternatif yang ada. 2) memantapkan hati
dengan kepasrahan total kepada kehendak Allah. Sehingga mereka yang mengabaikan
hasil istikharah dalam hal ini dianggap sebagai seseorang yang kurang pasrah
kepada Allah.
Sikap seperti ini
sangat bertentangan dengan sikap taslim (pasrah) dan tawakkal kepada Allah swt.
apalagi jika pengabaian itu didasari alasan akal dan kehendak nafsu. Mengingat
nasfu selalu akan menuju kepada kekejian (ammaratun bissu’). Begitu pula jika pengabaian
itu hanya karena pertimbangan akal. Sungguh tidak layak karena tidak semua
barang bisa ditimbang dengan akal. Dan akal biasanya lebih berpedoman pada
kenyataan dhohir.
Dengan demikian
tindakan mengabaikan hasil istikharah yang telah diyakini benar-benar dari
Allah tanpa ada keraguan adalah tindakan tidak tepat dan tidak terpuji bagi
seorang mukmin. Jika hal itu dilakukan berulang kali akan membahayakan bangunan
keimanan seseorang.
Jika masih tersisa
keraguan dari hasil istikharah, apakah itu pilihan Allah, sebaiknya istikharah
diulangi lagi hingga dua atau tiga kali. []
Disarikan dari KH.
MA. Sahal Mahfudz, Dialog Problematika Umat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar