Menahan Kentut Apakah
Membatalkan Shalat?
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum. Pak ustadz saya ada dua
pertanyaan. 1. Ketika kita sedang shalat tidak lama kemudian kita merasa akan ada
angin yg keluar dari dubur tapi kita mencoba menahannya apa batal shalat
kita? 2. Ketika kita sedang shalat dan di dalam shalat ada hal yang
membuat kita batal apakah kita harus langsung keluar barisan apa gimana ?
Wassalam.
Andri Novarinto
Jawaban:
Wa’alaikum salam wr. Wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati
Allah swt. Ada dua pertanyaan yang diajukan kepada kami. Dan kami akan mencoba
menjawa pertanyaan yang pertama terlebih dahulu. Sementara untuk pertanyaan
kedua sudah pernah kami
bahas di rubrik Bahtsul Masail ini.
Memang sering kali kali ketika di
tengah-tengah shalat tiba-tiba kepengin kentut. Karena di tengah-tengah shalat,
maka kita pun biasanya berusaha sekuat mungkin untuk menahan kentut tersebut
agar jangan sampai keluar.
Sepanjang pengetahuan kami, persoalan menahan
kentut di tengah shalat tidak pernah dibicarakan secara langsung dalam hadits
Rasulullah saw, tetapi yang kami temukan adalah hadits yang terkait menahan
keinginan untuk makan ketika makanan telah disuguhkan dan menahan kencing atau
buang air besar ketika dalam shalat.
لَا
صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْاَخْبَثَانِ
“Tidak ada shalat di hadapan makanan, begitu
juga tidak ada shalat sedang ia menahan air kencing dan air besar
(al-akhbatsani)”. (H.R. Muslim)
Yang dimaksud dengan “tidak ada shalat”
adalah tidak sempurna shalatnya (seseorang). Sedang maksud “di hadapan makanan”
adalah ketika makanan dihidangkan dan ia ingin memakannya. Begitu juga ketika
menahan air kencing dan buang air besar.
Hadits di atas, menurut Imam Muhyiddin Syaraf
an-Nawawi mengandung hukum makruh shalat bagi seseorang ketika makanan telah
dihidangkan dan ia ingin memakannya, dan bagi orang yang menahan kencing dan
buang air besar. Makruh artinya boleh dikerjakan tetapi lebih baik
ditinggalkan. Kenapa menjalankan shalat dalam kondisi seperti itu dihukumi
makruh? Karena dapat mengganggu pikiran dan menghilangkan kesempurnaan
kekhusu’annya.
Jadi, yang menjadi illah al-hukm atau alasan
hukum kemakruhannya adalah hilangnya kekhusu’an. Sehingga dari sini dapat
dipahami bahwa sesuatu yang menimbulkan hilangnya kemakruhan seperti kasus di
atas dapat dihukumi sama. Sebagaimana dikemukakan oleh Imam Muhyiddin Syaraf
an-Nawawi. Lebih lanjut menurut beliau kemakruhan tersebut menurut pandangan
dari kalangan madzhab syafii dan selainnya, dengan catatan selagi waktu
shalat itu masih longgar.
وَفِي
رِوَايَةٍ لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ
الْاَخْبَثَانِ فِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ كَرَاهَةُ الصَّلَاةِ بِحَضْرَةِ
الطَّعَامِ الَّذِي يُرِيدُ أَكْلُهُ لِمَا فِيهِ مِنَ اشْتِغَالِ الْقَلْبِ بِهِ
وِذِهَابِ كَمَالِ الْخُشُوعِ وَكَرَاهَتِهَا مَعَ مُدَافَعَةِ الْأَخْبَثَيْنِ
وَهُمَا الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَيُلْحَقُ بِهَذَا مَا كَانَ فِي مَعْنَاهُ
مِمَّا يُشْغِلُ الْقَلْبَ وَيُذْهِبُ كَمَالَ الْخُشُوعِ وَهَذِهِ الْكَرَاهَةُ
عِنْدَ جُمْهُورِ أَصْحَابِنَا وَغَيْرُهُمْ إِذَا صَلَّى كَذَلِكَ وَفِي
الْوَقْتِ سَعَةٌ
“Dalam sebuah riwayat dikatakan: ‘Tidak ada
shalat di hadapan makanann, begitu juga tidak shalat sedang ia menahan air
kencing dan air besar’. Dalam hadits-hadits ini mengandung kemakruhan shalat
ketika makanan dihidangkan dimana orang yang sedang shalat itu ingin
memakannya. Hal ini dikarenakan akan membuat hatinya kacau dan hilangnya
kesempurnaan kekhusu’an. Kemakruhan ini juga ketika menahan kencing dan buang
air besar. Dan di-ilhaq-kan dengan hal tersebut adalah hal sama yang mengganggu
hati dan menghilangkan kesempurnaan kekhusu’an. Hukum kemakruhan ini menurut
mayoritas ulama dari kalangan kami (madzhab syafii) dan lainnya. Demikian itu
ketika waktu shalatnya masih longgar”. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Minhaj
Syarh Muslim bin al-Hajjaj, Bairut-Dar Ihya` at-Turats al-‘Arabi, cet ke-2,
1393 H, juz, 5, h. 46)
Berpijak dari keteranngan ini maka ketika ada
seseorang yang menahan kentut ketika menjalankan shalat maka shalatnya menjadi
makruh sepanjang waktunya masih longgar. Yaitu, apa bila ia membatalkan shalat
dan masih ada sisa waktu untuk menjalankan shalat yang telah dibatalkan. Sebab,
menahan kentut dalam shalat juga termasuk hal yang bisa merusak atau
menghilangkan kekhusu’an.
Karenanya, ketika orang tersebut melakukan
shalat dalam keadaan seperti itu maka ia melakukan hal yang dimakruhkan. Sedang
menurut madzhab syafii dan mayoritas ulama shalatnya tetap sah, namun
disunnahkan untuk mengulanginya. Sedangkan menurut madzhab zhahiri shalatnya
batal sebagaimana dikemukan oleh Qadli Iyadl.
وَإِذَا
صَلَّى عَلَى حَالِهِ وَفِي الْوَقْتِ سَعَةٌ فَقَدْ ارْتَكَبَ الْمَكْرُوهَ
وَصَلَاتُهُ صَحِيحَةٌ عِنْدَنَا وَعِنْدَ الْجُمْهُورِ لَكِنْ يُسْتَحَبُّ
اِعَادَتُهَا وَلَا يَجِبُ وَنَقَلَ الْقَاضِي عِيَاضٌ عَنْ أَهْلِ الظَّاهِرِ
أَنَّهَا بَاطِلَةٌ
“Dan ketika ia melakukan shalat dalam kondisi
seperti itu dan waktunya masih longgar maka sesungguhnya ia telah melakukan
perkara yang dimakruhkan, sedang shalatnya menurut kami dan mayoritas ulama
adalah sah akan tetapi sunnah baginya untuk mengulangi shalatnya. Sedangkan
Qadli Iyadl menukil pendapat dari kalangan zhahiriyah bahwa shalatnya adalah
batal”. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Muslim bin al-Hajjaj,
Bairut-Dar Ihya` at-Turats al-‘Arabi, cet ke-2, 1393 H, juz, 5, h. 46)
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan,
semoga bermanfaat. Dan saran kami, sepanjang waktu shalat masih longgar, maka
sebaiknya jangan melakukan shalat dalam kondisi lapar sedang makanan sudah
hidangkan, menahan kening, buang air besar, atau kentut karena akan
menghilangkan kekhusu’an dalam shalat. Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq,
Wassalamu’alaikum Wr. Wb. []
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar