Bermakmum pada Imam yang
Jamak-Qashar
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum, nderek tanglet yai,
bagaimana hukumnya berma'mum kepada orang yang sedang meakukan shalat jamak
qashar, entah itu makmum mengetahui ataupun tidak kalau itu si imam sedang
shalat jamak qashar, mohon penjelasan yang lebih terperinci, matur nuwun.
Ibadul Ghofur, Kendal
Jawaban :
وعليكم السلام
ورحمة الله وبركاته
Bapak Ibadul Ghofur yang dirahmati Allah SWT,
hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah. Ada banyak ketentuan dalam
melaksanakan shalat berjamaah, di antaranya Imam harus fashih bacaan
Al-Qurannya, gerak makmum tidak mendahului gerak imam, posisi makmum tidak
boleh lebih maju dari pada tempat imam. Kemudian, khusus untuk makmum niat
untuk menjadi makmum/berjamaah diwajibkan sementara imam tidak wajib niat
menjadi imam. Syekh Taqiyuddin Asy-Syafii menyebutkan dalam kitab Kifayatul
Akhyar hal. 129 juz 1 ;
وَصَلَاة
الْجَمَاعَة مُؤَكدَة وعَلى الْمَأْمُوم أَن يَنْوِي الْجَمَاعَة دون الإِمَام
Artinya : Shalat Jamaah hukumnya sunnah
muakkadah. Makmum wajib berniat jamaah sementara imam tidak wajib.
Dari penjelasan Syekh Taqiyuddin ini
dimungkinkan adanya perbedaan shalat antara imam dan makmum. Orang yang shalat
munfarid/sendirian yang sebenarnya melaksanakan shalat sunnah bisa menjadi imam
dari orang yang datang kemudian menjadi makmum untuk melaksanakan shalat
fardhu.
Jadi, orang yang awalnya tidak berniat
berjamaah dengan sendirinya menjadi imam. Hal ini diperbolehkan walaupun
shalatnya berbeda. Masalahnya kemudian, bagaimana jika dari awal shalat imam
dan makmum berbeda? Dalam hal ini Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh
Al-Muhadzdzab hal. 269 juz 4 mengemukakan ;
وَيَجُوزُ
أَنْ يَأْتَمَّ الْمُفْتَرِضُ بِالْمُتَنَفِّلِ وَالْمُفْتَرِضُ بِمُفْتَرِضٍ فِي
صَلَاةٍ أُخْرَى لِمَا رَوَى جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا أَنَّ مُعَاذًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ " كَانَ يُصَلِّي مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عشاء الْآخِرَةَ ثُمَّ يَأْتِي
قَوْمَهُ فِي بَنِي سَلِمَةَ فَيُصَلِّيَ بِهِمْ "
هِيَ لَهُ تَطَوُّعٌ وَلَهُمْ فَرِيضَةُ الْعِشَاءِ
وَلِأَنَّ الِاقْتِدَاءَ يَقَعُ فِي الْأَفْعَالِ الظَّاهِرَةِ وَذَلِكَ يَكُونُ
مَعَ اخْتِلَافِ النِّيَّةِ
Artinya : orang yang melaksanakan shalat
fardhu boleh bermakmum pada orang yang shalat sunnah, begitu juga orang yang
shalat fardhu bermakmum dengan orang yang shalat fardhu yang lain. Ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Jabir ibn Abdullah r.a. diceritakan
bahwa ˝Mu’adz r.a. shalat Isya’ bersama Rasulullah SAW kemudian beliau datang
pada kaumnya di bani Salimah dan shalat bersama mereka˝ . Shalat kedua yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW tersebut adalah sunnah bagi beliau dan fardhu
bagi kaumnya. Hal ini diperbolehkan karena bermakmum adalah mengikuti gerakan
dhahirnya saja dan itu tentunya berbeda niat.
Kemudian, lebih lanjut imam An-Nawawi
menyebutkan dalam kitab yang sama bahwa perbedaan shalat antara orang yang
muqim dan musafir tidak menyebabkan shalat jamaah itu rusak ;
إذا صلى مسافر
بمسافرين ومقيمين جاز ويقصر الامام والمسافرين ويتم المقيمون ويسن للإمام أن يقول
عقب سلامه أتموا فإنا قوم سفر
Artinya : jika seorang musafir shalat
berjamaah dengan musafir lain dan orang yang muqim(orang yang bukan musafir)
maka hukumnya boleh. Kemudian, Imam meng-qashar shalat bersama musafir yang
lain sedangkan orang yang muqim menyempurnakan shalatnya. Setelah selesai
shalat disunnahkan bagi imam mengucapkan sempurnakan shalat anda karena kami
adalah musafir.
Bapak Ibadul Ghafur yang kami hormati, dari
beberapa referensi di atas bisa dipahami bahwa, sengaja atau tidak, orang Muqim
bermakmum pada orang yang shalat Jamak Qashar hukumnya boleh. Demikian penjelasan
kami, mudah-mudahan jawaban ini bermanfaat bagi kita semua. Aaaamiiin….
والله الموفق
إلى أقوم الطريق
والسلام عليكم
ورحمة الله وبركاته
Ihya’ Ulumuddin
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar