Pondok Pesantren Musthafawiyah, Purba Baru,
Mandailing Natal – Sumatera Utara
Sejarah Dan Profil Pesantren Purba Baru
Ponpes Musthafawiyah yang lebih dikenal dengan nama Pesantren Purba Baru
didirikan pada tahun 1912 oleh Syeikh Musthafa bin Husein bin Umar Nasution
Al-Mandaily. Pesantren ini berlokasi di kawasan jalan lintas Medan – Padang,
Desa Purbabaru, Kabupaten Mandailing Natal (MADINA), Sumatera Utara Indonesia.
Awalnya pesantren ini didirikan di Desa Tanobato, Kabupaten Mandailing Natal.
KarenaTanobato dilanda banjir bandang pada tahun 1915, Musthafawiyah
dipindahkan oleh pendiri ke Desa Purba Baru hingga kini.
Sang pendiri dan pengasuh pertama, yang belajar ilmu agama selama 13 tahun di
Makkah itu, meninggal pada November 1955. Pimpinan pesantren berpindah kepada
anak lelaki tertuanya, H. Abdullah Musthafa.
Pada tahun 1960 dibangun ruang belajar semipermanen. Pada tahun 1962, ruang
belajar yang dibangun dari sumbangan para orang tua santri berupa sekeping
papan dan selembar seng setiap orangnya ditambah tabungan H. Abdullah Musthafa
Nasution. Bangunan ini diresmikan Jenderal Purnawirawan Abdul Haris Nasution.
Para santri putra dilatih kemandiriannya dengan membangun pondok tempat tinggal
mereka. Ribuan pondok yang terhampar di Desa Purbabaru ini menjadi pemandangan
unik di jalan lintas Sumatra.
Lama pendidikan disini 7thn. Jumlah staf pengajar tercatat 200 orang, berasal
dari berbagai pendidikan di luar negeri, khususnya dari Kairo, India, dan
Makkah. Jumlah staf pengajar itu tentu tidak sepadan dengan jumlah santri yang
ribuan.
Para alumni banyak bertebaran di seluruh Indonesia, khusunya di Sumut, Sumbar,
Aceh, Riau. Di antara mereka ada juga yang melanjutkan studi ke Mesir, Suriah,
Yordania, India, Makkah, Maroko, Sudan, Pakistan.
Jumlah murid pesantren awalnya hanya sekitar 20 orang dan pada 1916 jumlahnya
meningkat menjadi 60 orang. Saat ini 7.000 orang.
Pimpinan Pesantren Purba Baru
1. Syeikh Musthafa bin Husein bin Umar Nasution Al-Mandaily (1912-1955)
2. Syeikh Abdullah Bin Musthafa binHusein
Nasution (1955-)
3. H Bakri bin Abullah bin Musthafa Bin
Husein bin Umar Nasution (pengasuh saat ini)
Profil Biografi Syeikh Musthafa Bin Husein Bin Umar Nasution Al-Mandaily
Syaikh Musthafa Husein Nasution atau Muhammad Yatim adalah anak ketiga dari
sembilan bersaudara dari pasangan Husein dan Halimah. Beliau lahir di Desa Tano
Bato pada tahun 1303/1886. Sebelum beliau mengembara ke Makkah dalam rangka
menuntut ilmu agama, beliau dibimbing oleh Syekh Abdul Hamid Hutapungkut Julu
selama kurang lebih tiga tahunan. Atas bimbingan Syaikh Abdul Hamid inilah
muncul semangat pada diri Muhammad Yatim (Syekh Musthofa) untuk memperdalam
ilmu agamanya di Makkah.
Setelah lima tahun di Makkah beliau sempat berkeinginan untuk berpindah belajar
di mesir, tetapi keinginan itu beliau gagalkan karena banyaknya orang-orang
yang menasehatinya agar tetap dan istiqomah belajar di Makkah. Beliau-pun
akhirnya mantap dan berkonsentrasi untuk terus belajar di Masjidil Harom di
dalam bimbingan ulama-ulama terkemuka. Diantaranya adalah, Syekh Abdul Qodir
al-Mandily, Syekh Ahmad Sumbawa, Syekh Sholeh Bafadlil, Syekh Ali Maliki, Syekh
Umar Bajuned, Syekh Ahmad Khothib Sambas dan Syekh Abdur Rahman.
Setelah kembali ke Tanah Air, beliau getol memperjuangkan Islam ‘alaa
Ahlissunnah wal Jama’ah dengan berda’wah kepada masyarakat dan mendirikan
Pondok Pesantren sebagai tempat belajar anak-anak bangsa yang akhirnya pondok
pesantren tersebut di kenal dengan Pondok Pesantren Musthofawiyah atau lebih
dikenal dengan Pesantren Purba yang mempunyai hampir 10 ribu santri dari
berbagai suku dan propinsi di Indonesia bahkan dari negara tetangga Malaysia.
Syekh Musthafa Husein Nasution ini sangat gigih dalam mengembangkan fiqh ‘alaa
madzhab Imam Syafi’i. Hal ini dapat di lihat dari Pesantren beliau sekarang ini
yang masih mempertahankan tradisi-tradisi pesantren yang sudah sejak awal telah
dirintis dan ditekankan oleh beliau. Mulai dari paham keagamaan, kitab-kitab
yang dipelajari, hingga dengan cara berpakaian dan tempat tinggal santri. Dalam
ilmu fiqh, kitab-kitab yang dipelajari seperti Matan Ghayah Wa Taqrib,
Hasyiijah Bajuri, Hasyiyah asy-Syarqawi dan lain-lain. Dalam bidang aqidah,
kitab-kitab yang dipelajari seperti Kifayatul Awam, Hushnul Hamidiyyah,
Hasyiyah Dusuki Ala Ummil-Barahin dan lain-lain.
Akidah, Madzhab Dan Sistem Pendidikan Pesantren
PAHAM keagamaan yang dikembangkan Pontren Mushtafawiyah adalah akidah ahlu
sunnah wal jamaah dan bermazhab Syafii. Akidah tersebut diajarakan kepada
santri-santriwati melalui kitab Kifayatu Awam , Hushnul Hamidiyyah, Hasyiyah
Dusuki Ala Ummi Al-Barahin dan lain-lain.
Kitab-kitab ini juga yang dipelajari oleh pendiri pesantren ketika belajar di
Madrasah Shalatiyah dan Masjidil Haram di Makkah. Menyebarkan dan mengajarkan
ajaran ahlu sunnah wal jamaah menjadi salah satu misi pesantren, tutur ahli
Nahwu ini.
Sementara untuk fiqhnya, pesantren mengajarkan fiqh mazhab Imam Syafii,
sebagaimana umumnya pesantren di Indonesia. Kitab-kitab fiqh yang dipelajari
meliputi Matan Ghayah Wa Taqrib, Hasyiyah Bajuri, Hasyiyah Syarqawi Ala Tahrir
dan lain-lain.
Alumnus Pesantren Musthafawiyah Muhammad Husni Ginting, dalam salah satu
tulisannya, mengatakan tidak heran jika KH Sirajuddin Abbas memasukkan nama
Syeikh Musthafa Husein di dalam bukunya Keagungan Mazhab Syafii sebagai
penyebar Mazhab Syafiiyyah di Indonesia.
Ajaran akidah ahlu sunnah dan fiqh mazhab Syafii ini, sambung Muhammad Yakub,
juga disebarkan kepada masyarakat umum melalui para santri yang berceramah saat
liburan. Apalagi sekarang ini muncul berbagai paham keagamaan yang meresahkan
masyarakat, ujarnya.
Akan tetapi, yang menjadi ciri khas Pontren Musthafawiyah adalah penguasaan
kitab kuning. Yaitu, kitab-kitab agama klasik karya para ulama terdahulu yang
tidak berbaris dan kertasnya berwarna kuning.
Untuk dapat membaca dan memahami kitab tersebut, jelas Muhammad Yakub, para
santri harus menguasai ilmu-ilmu alat terlebih dahulu, dan ini yang paling yang
diutamakan. Ilmu alat mencakup nahwu, sharaf, manthiq, balaghoh, lughot hingga
imlak, terang ustadz yang juga alumni Mushtafawiyah ini.
Semua ilmu alat ini, ujarnya, dipelajari dari kitab yang paling rendah hingga
yang paling tinggi. Muhammad Yakub Nasution menegaskan, begitu juga pelajaran
lainnya, dipelajari dengan menggunakan kitab kuning sampai kitab tertinggi yang
disesuaikan dengan tingkatannya.
Dikatakannya, kurikulum pengajaran kitab kuning yang dipakai mengacu pada
kurikulum Madrasah As-Shalatiyah Al-Hindiyah, Makkah, tempat pendiri pesantren
mengenyam pendidikan.
Di tingkat perlombaan penguasaan kitab kuning, Pesantren Musthafawiyah telah
membuktikan salah satu yang terbaik di Indonesia. Terbukti, sebagaimana
dikatakan Muhammad Yakub Nasution, pada Musabaqoh Qiraatul Kutub (MQK) tingkat
nasional tahun lalu yang digelar Departemen Agama di Kalimantan, Pesantren
Musthafawiyah menduduki peringkat kedua.
Sekarang ini(terhitung sejak tahun ajaran 1985/1986),mata
pelajaran yang ditawarkan adalah 80 % pelajaran agama islam dan 20 %
untuk pelajaran umum. Keterangan jenis pelajaran yang diajarkan dipesantren ini
terlihat sebagai mana dalam tabel berikut:
No
|
Pejaran
Agama
|
Pelajaran
Umum
|
1
|
Tafsir
|
Bahasa
Indonesia
|
2
|
Hadits
|
|
3
|
|
|
4
|
|
|
5
|
Tarikh
Islam
|
|
6
|
|
|
7
|
|
|
8
|
|
Keterampilan
|
9
|
|
|
10
|
|
|
11
|
|
|
12
|
|
|
13
|
|
Tata
Buku
|
14
|
Ilmu
Bayan
|
Hitung
Dagang
|
15
|
Ilmu
Balaghah
|
|
Sumber: