KHUTBAH JUMAT
Teladani Para Pahlawan, Isi Kemerdekaan
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ حَمْداً يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَالْكَرِيْمِ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِك. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِك. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُه. خَيْرَ نَبِيٍّ أَرْسَلَه. أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَمِ كُلِّهِ بَشِيرْاً وَنَذِيْراً.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَاماً دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: ي وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُحْصُوها، إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Menjadi sebuah keniscayaan bagi kita untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt melalui langkah menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya. Pentingnya hal ini, maka berwasiat takwa menjadi salah satu rukun dan kewajiban yang harus dilakukan oleh khatib dalam setiap khutbahnya. Jika tidak berwasiat takwa maka tidak sah lah khutbah Jumat yang disampaikannya.
Mengungkapkan rasa syukur juga menjadi sebuah kewajiban bagi kita semua atas
karunia nikmat tiada tara yang telah diberikan oleh Allah swt. Syukur ini
menjadi pemantik terus ditambahkannya nikmat-nikmat Allah swt yang padahal jika
kita menghitungnya, maka tiada sanggup kita melakukannya. Allah berfirman:
وَإِنْ
تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُحْصُوها، إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ. (النحل:
18)
Artinya: “Jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu
menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Surat an-Nahl ayat 18).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Di antara nikmat yang harus kita syukuri adalah dianugerahkannya nikmat kemerdekaan dan kemananan di tanah air Indonesia. Kondisi yang kita rasakan saat ini bukan tiba-tiba datang begitu saja. Keamanan dan kenyamanan dalam bingkai kemerdekaan yang kita nikmati ini adalah berkat wasilah perjuangan dari para pahlawan. Mereka berjuang dengan pengorbanan jiwa raga dan berhasil mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Sebagai orang yang pandai bersyukur, jangan sampai kita lupakan jasa dan spirit para pahlawan dalam perjuangan ini. Semestinya kita harus meneladani semangat perjuangan mereka untuk diaplikasikan di era saat ini.
Jika pahlawan dulu berjuang dengan mengangkat senjata untuk mengusir para
penjajah, maka tugas kita saat ini sebagai penerus adalah berjuang untuk
mengusir kebodohan dan ketertinggalan sebagai modal menjaga kemerdekaan ini.
Cara perjuangan saat ini adalah dengan terus mengisi kemerdekaan dengan hal-hal
yang baik. Bukan sebaliknya, mewarnai kemerdekaan dengan sikap-sikap negatif
yang akan merongrong integritas serta eksistensi bangsa.
Terlebih di era digital saat ini di mana berbagai narasi informasi provokatif
sering muncul di media sosial. Kita dan khususnya para generasi muda harus
dipahamkan agar tidak mudah larut mengikuti paham-paham yang ingin memecah
belah bangsa. Para generasi muda khususnya, harus terus disadarkan untuk
meneladani spirit para pahlawan dan mengusir penjajah di zaman modern yang
kerap masuk melalui perang pemikiran (Ghazwul fikri) di media sosial.
Setiap elemen bangsa harus disadarkan untuk tidak terprovokasi dengan berbagai
upaya membenturkan keragaman yang ada di Indonesia. Keragaman agama, budaya,
suku, dan adat istiadat yang ada di Indonesia tidak boleh menjadi pemicu
perpecahan. Semua itu adalah sunnatullah dan ditujukan untuk kebersamaan dengan
saling kenal mengenal.
Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat: 13:
يٰٓاَيُّهَا
النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا
وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ
اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Generasi penerus kemerdekaan seperti kita saat ini harus meneladani nilai-nilai dan semangat dari pahlawan seperti keteguhan dalam memegang prinsip, keberanian, dan kesabaran dalam meraih tujuan. Nilai-nilai ini harus diaplikasikan oleh elemen bangsa untuk mengisi kemerdekaan sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Kita harus teguh memegang prinsip untuk mempertahankan kemerdekaan sekaligus berani menghalau pihak-pihak yang ingin menggangu kedamaian bangsa. Dengan kesabaran, kita harus terus membangun bangsa kita ini untuk meraih tujuan melalui persatuan.
Persatuan (ukhuwah) menjadi hal yang penting sebagai komitmen mengisi
kemerdekaan. Terkait dengan persatuan ini, salah satu ulama Indonesia KH Ahmad
Shiddiq mengemukakan konsep “Trilogi Ukhuwah” yakni ukhuwah Islamiyah
(persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan dalam ikatan
kebangsaan) dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia).
Jika tiga persatuan ini bisa kita wujudkan dalam mengisi kemerdekaan, maka
insyaAllah kita juga bisa menjadi pahlawan. Bukan pahlawan yang merebut
kemerdekaan dengan berperang mengangkat senjata, namun pahlawan yang
mempertahankan kemerdekaan dengan mensyukuri dan mengisinya. Persatuan dan
kebersamaan juga akan menjadi wasilah penjagaan dari Allah swt sebagaimana
hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi:
يَدُ
اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ. (رواه الترمذي)
Artinya, “Penjagaan Allah berada di atas kebersamaan.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Meneladani para pahlawan sekaligus mengisi kemerdekaan ini bisa menjadi barometer tingkat syukur kita kepada Allah atas nikmat kemerdekaan. Allah telah menegaskan bahwa jika kita bersyukur maka akan ditambah nikmat-Nya kepada kita termasuk nikmat kemerdekaan ini. Namun sebaliknya, jika kita tidak bersyukur alias ‘tak tahu diuntung’ serta menganggap enteng perjuangan para pahlawan, maka tinggal menunggu waktu saja, adzab Allah akan datang kepada kita. Naudzubillah mindzalik.
Rasulullah bersabda:
لا
يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لا يَشْكُرُ النَّاسَ
Artinya: “Tidak bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterimakasih kepada
orang (lain)”.
Allah dalam surat Ar-Rahman, ayat 13 pun telah mengingatkan manusia dengan
sebuah pertanyaan:
فَبِأَيِّ
آلاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Artinya: “Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
Ayat ini diulang berkali-kali dan tentu bukan tanpa maksud. Kita diingatkan
untuk senantiasa berfikir tentang kekuasaan Allah dalam wujud nikmat-nikmat
yang kita terima. Dengan melakukan muhasabah atau introspeksi ini, maka
tentunya kita tidak akan menjadi golongan orang-orang yang kufur nikmat.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Oleh karenanya, pada momentum kali ini, mari kita kuatkan lagi rasa syukur kita atas nikmat kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan kusuma bangsa. Semoga kita bisa meneladani mereka sebagai modal untuk mengisi kemerdekaan ini. Amin.
وَٱلْعَصْرِ
إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا
ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِٱلصَّبْرِ بَارَكَ اللهُ
لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ
مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ
فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
أَمَّا
بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ
فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ
وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
اللَّهُمَّ
أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا
وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ
الْعٰلَمِيْنَ
عٍبَادَ
اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي
اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ،
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar