Hukum Shalat Jumat di
Mushalla, Bukan di Masjid
Di beberapa tempat, shalat Jumat tidak
didirikan di masjid. Keterbatasan dana pembangunan masjid menjadi alasan mereka
menunaikan Jumatan di mushala. Ada anggapan dari sebagian kalangan bahwa Jumat
harus dilaksanakan di masjid. Sehingga menjadi tidak sah bila pelaksanaan Jumat
dilakukan di mushala. Sebenarnya, sahkah shalat Jumat di mushala?
Menurut mazhab Syafi’i, tidak ada persyaratan
bahwa Jumat wajib dilakukan di masjid. Shalat Jumat bisa dilaksanakan di mana
saja. Bisa di masjid, mushala, surau atau lapangan, asalkan masih dalam batas
wilayah pemukiman warga.
Syekh Abu Hamid Muhammad bin Muhammad
al-Ghazali mengatakan:
وَلَا
يُشْتَرَطُ أَنْ يُعْقَدَ الْجُمُعَةُ فِي رُكْنٍ أَوْ مَسْجِدٍ بَلْ يَجُوْزُ فِي
الصَّحْرَاءِ إِذَا كاَنَ مَعْدُوْداً مِنْ خِطَّةِ الْبَلَدِ فَإِنْ بَعُدَ عَنِ
الْبَلَدِ بِحَيْثُ يَتَرَخَّصُ الْمُسَافِرُ إِذَا انْتَهَى إِلَيْهِ لَمْ
تَنْعَقِدْ اَلْجُمُعَةُ فِيْهَا
“Jumat tidak disyaratkan dilakukan di surau
atau masjid, bahkan boleh di tanah lapang apabila masih tergolong bagian daerah
pemukiman warga. Bila jauh dari daerah pemukiman warga, sekira musafir dapat
mengambil rukhshah di tempat tersebut, maka Jumat tidak sah dilaksanakan di
tempat tersebut.” (Imam al-Ghazali, al-Wasith, juz 2, hal. 263, Kairo, Dar
al-Salam, cetakan ketiga tahun 2012).
Sedangkan menurut mazhab Maliki, Jumat wajib
dilaksanakan di masjid. Maka menjadi tidak sah pelaksanaan Jumat di selain
masjid, seperti mushala. Syekh al-Baji dari kalangan Malikiyyah memberikan
syarat lebih ketat lagi, bahwa Jumat harus dilaksanakan di masjid yang masih
berbentuk bangunan layaknya arsitektur masjid. Sehingga bila masjid roboh
berpuing-puing, maka tidak sah melaksanakan Jumat di tempat tersebut. Pendapat
al-Baji tidak disetujui Syekh Ibnu Rusydi. Menurut Ibnu Rusydi, Jumatan di
masjid yang roboh tetap sah, sebab statusnya tetap masjid, baik dari sisi
penamaan dan hukumnya.
Keterangan tersebut sebagaimana dijelaskan
oleh Syekh Abu Abdillah Muhammad bi Yusuf al-Abdari al-Mawaq sebagai berikut:
ـ
(وَبِجَامِعٍ) ابْنُ
بَشِيرٍ : الْجَامِعُ مِنْ شُرُوطِ الْأَدَاءِ ابْنُ رُشْدٍ : لَا يَصِحُّ أَنْ
تُقَامَ الْجُمُعَةُ فِي غَيْرِ مَسْجِدٍ مَبْنِيٍّ
“Dan disyaratkan pelaksanaannya di masjid
Jami’. Syekh Ibnu Basyir berkata, masjid Jami’ merupakan salah satu beberapa
syarat pelaksanaan Jumat. Syekh Ibnu Rusydi berkata, tidak sah mendirikan Jumat
di selain masjid yang dibangun.”
الْبَاجِيُّ
: مِنْ شُرُوطِ
الْمَسْجِدِ الْبُنْيَانُ الْمَخْصُوصُ عَلَى صِفَةِ الْمَسَاجِدِ فَإِنْ
انْهَدَمَ سَقْفُهُ صَلَّوْا ظُهْرًا أَرْبَعًا
“Syekh al-Baji berkata, di antara syaratnya
masjid yang dijadikan tempat Jumat adalah bangunan khusus yang sesuai sifatnya
masjid. Maka, bila atapnya masjid roboh, jamaah berkewajiban shalat zhuhur
empat rakaat.”
ابْنُ
رُشْدٍ : هَذَا بَعِيدٌ ، لِأَنَّ الْمَسْجِدَ إذَا انْهَدَمَ بَقِيَ عَلَى مَا
كَانَ عَلَيْهِ مِنْ التَّسْمِيَةِ وَالْحُكْمِ، وَإِنْ كَانَ لَا يَصِحُّ أَنْ
يُسَمَّى الْمَوْضِعُ الَّذِي يُتَّخَذُ لِبِنَاءِ الْمَسْجِدِ مَسْجِدًا قَبْلَ
أَنْ يُبْنَى وَهُوَ فَضَاءٌ
“Ibnu Rusydi berkata, pendapat al-Baji ini jauh
dari kebenaran. Sebab bila masjid rubuh, penamaan dan hukumnya masih tetap.
Meski tidak sah menamakan tempat yang hendak dibangun masjid sebagai masjid
sebelum dibangun. Tempat tersebut disebut dengan tanah lapang.” (Syekh Abu
Abdillah Muhammad bi Yusuf al-Abdari al-Mawaq, al-Taj wa al-Iklil, juz 2, hal.
237).
Demikian penjelasan mengenai hukum shalat
Jumat di mushala. Simpulannya, persoalan ini tergolong hal yang diperselisihkan
di antara ulama. Sehingga pelaksanaan Jumat di sebagian tempat di mushala sudah
benar dan tidak perlu diingkari. Meski bila ditilik dari pertimbangan
keutamaan, lebih baik dilaksanakan di masjid, untuk keluar dari
ikhtilaf (perbedaan pendapat) ulama. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar