Senin, 23 September 2019

(Ngaji of the Day) Fiqih Niaga Ekspor-Impor: Pertautan Akad antara FoB, CIF dan L/C


Fiqih Niaga Ekspor-Impor: Pertautan Akad antara FoB, CIF dan L/C

Pada saat seorang importir hendak melakukan impor barang, ia perlu melakukan perjanjian kontrak kerja sama dengan seorang eksportir. Dalam kontrak ini dibahas sejumlah hal seputar perjalanan kontrak keduanya. 

Beberapa proses yang dibahas dalam perjalanan kontrak tersebut antara lain adalah menyangkut promosi, inquiry, offer sheet, order sheet, sale’s contract, dan konfirmasi penjualan. 

1. Promosi merupakan suatu tindakan mempromosikan komoditas yang akan diekspor oleh eksportir melalui media promosi periklanan. Sejumlah media yang digunakan biasanya terdiri atas media elektronik, koran atau majalah, atau pameran dagang melalui atase perdagangan negara eksportir. 

2. Inquiry merupakan tindakan mengirimkan surat permintaan komoditas (letter of inquiry) oleh importir kepada eksportir. Isi dari surat permintaan ini adalah  berisi penjelasan deskripsi barang, mutu, harga dan waktu pengiriman.

3. Offer sheet, merupakan tanggapan dari letter of inquiry yang disampaikan oleh eksportir kepada importir yang berisikan keterangan “kesanggupan” memenuhi barang yang dibutuhkan oleh importir yang dilengkapi dengan deskripsi barang, mutu, harga dan waktu pengiriman. Nah, di sinilah kemudian ditambahkan keterangan tentang ketentuan pembayaran yang disertai dengan pengiriman sejumlah brosur produk. 

4. Order Sheet, merupakan dokumen yang berisi pesanan barang/komoditas yang hendak dibeli kepada eksportir. 

5. Sale’s Contract, merupakan nota kontrak yang disiapkan oleh eksportir untuk ditandatangani oleh importir dan berisikan materi kontrak jual beli yang ditambah sejumlah keterangan klausul kondisi darurat dan klausul inspeksi. Klausul kondisi darurat berisikan sejumlah poin pertanggungjawaban terhadap kemungkinan kerusakan barang selama pengangkutan. Sementara klausul inspeksi menyebutkan syarat barang sudah dianggap diterima oleh importir sehingga resiko barang sudah menjadi hak dan kewajiban importir. 

6. Sale’s Confirmation, merupakan khiyar bagi importir untuk menentukan pilihan antara setuju dan tidak setuju terhadap kontrak penjualan yang sudah dikirimkan oleh eksportir tersebut dan berisikan kesanggupan importir terhadap model dan jasa pengiriman.

Sebagai catatan bahwa pada saat proses kontrak ekspor impor inilah CIF (Cost, Insurance and Freight),  CNF (Cost and Freight), atau FoB (Freight on Board) ditetapkan oleh kedua pihak yang menjalin kesepakatan. Apakah kemudian eksportir langsung bisa melakukan penyiapan barang dan berdasarkan kontrak jual beli ini? Jawabnya adalah belum. 

Menimbang posisi eksportir setelah terjadi penandatanganan kontrak jual beli antara importir dan eksportir yang belum bisa melakukan tindakan penyiapan stock yang dibutuhkan importir, maka status fiqih kontrak penjualan ini masih terhitung sebagai yang berada di luar akad jual beli. Mengapa? Karena yang dinamakan jual beli adalah, manakala sudah mulai terjadi saling taqabudl (saling serah terima barang). Ini menandakan, harus ada inisiasi tindakan terlebih dahulu dari importir berupa penyerahan sesuatu yang menandakan terjadinya pertukaran. Kapan?

Selang beberapa waktu setelah terjadi kesepakatan kontrak, maka dilakukanlah pembukaan letter of credit (L/C) oleh importir melalui jasa issuing bank. Isi utama dari L/C adalah jaminan pembayaran barang yang diimport oleh bank penerbit dan diperuntukkan kepada eksportir. Istilah lain yang sering dipergunakan dalam hal ini adalah pembiayaan impor. Dengan diterbitkannya L/C, maka seolah importir mulai melakukan penyerahan harga. Itulah sebabnya, mengapa dalam tulisan terdahulu L/C dalam konteks fiqihnya dimaknai sebagai perintah mulai mengusahakan barang kepada eksportir. Hal ini mengingat, tindakan eksportir untuk mengupayakan stock adalah didasarkan pada terbitnya L/C. 

Setelah L/C diterima oleh eksportir atas pemberitahuan notifying bank kepadanya, eksportir mulai mengupayakan barang sebagaimana yang termaktub dalam kontrak jual beli. Jadi, kontrak jual beli, statusnya adalah hanya sebagai pedoman eksportir untuk memenuhi pesanan importir. Syarat skema pengapalan dan asuransi yang diikutsertakan dan diusahakan oleh eksportir bersifat include di dalam bagian akad istishna’, karena ia mempengaruhi harga yang tertuang di dalam nota jaminan pembiayaan L/C. Dengan demikian, skema FoB, atau CNF, atau CIF, tidak termasuk ke dalam bagian yang terpisah, meskipun di dalam FoB disebutkan syarat penerimaan dan transfer of risk. 

Transfer of risk sebenarnya justru terletak saat eksportir sudah menaikkan barang ke atas kapal, yang kemudian ia menerima bill of lading sebagai bukti bahwa barang sudah dikirim sesuai dengan pesanan importir. Selanjutnya bill of lading dipergunakan untuk pencairan uang berdasar L/C. Dan saat uang diterima oleh eksportir inilah transfer of risk itu terjadi. Dengan demikian, sebelum adanya pencairan, maka barang “status fiqihnya” adalah masih menjadi tanggung jawab eksportir. Jadi, bukan FoB-nya atau CIF-nya. Mari kita bandingkan dengan konsep batasan jual beli yang disepakati terkait bidang ekspor impor ini!

عقد البيع هو تمليك البائع للمشتري بمال يكون ثمنا للمبيع

Artinya: “Akad jual beli adalah akan pengalihan kepemilikan barang oleh seorang pedagang kepada pembeli dengan harta yang menjadi harga untuk komoditas dagangan.” [Ahmad Yusuf, Uqūdu al-Mu’āwadhati al-Māliyyah fī Dhaui Ahkāmi al-Syarī’ah al-Islāmiyyah, Islamabad: Dāru al-Shidqi, tt., hal: 31]

Dalam ta’rif ini disyaratkan bahwa jual beli terjadi manakala masing-masing pihak sudah menguasai barang yang dipertukarkan. Pembeli menguasai komoditas yang dibeli, sementara pedagang menguasai harta yang diserahkan sebagai harga oleh pembeli. Jadi, dalam konteks ekspor impor, karena penyerahan harga terjadi dengan diterbitkannya bill of lading oleh eksportir kepada notifying bank, dan notifying bank memberitahukan kepada issuing bank yang berperan sebagai penjamin pembiayaan impor barang tersebut, maka begitu ada konfirmasi dari importir kepada issuing bank, maka saat itulah terjadi qabdlu hukmy (transfer of risk). Mengapa? Karena saat itu pula, eksportir sudah bisa menerima pencairan tersebut lewat notifying bank selaku koresponden dari issuing bank. 

Jadi, sebagai kesimpulan akhir dari tulisan ini adalah bahwa FoB, CNF, dan CIF meskipun berisikan ketentuan syarat penerimaan barang di atas kapal (on board), namun pada hakikatnya, secara fiqih, barang tersebut belum menerima qabdlu dari importir. Qabdlu (transfer of risk) terjadi manakala sudah ada konfirmasi importir kepada issuing bank pasca-pemberitahuan terbitnya bill of lading. Dengan konfirmasi ini, pihak eksportir bisa mencairkan dananya lewat bank koresponden yang ada di negaranya. Wallahu a’lam bish shawab. []

Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar