Walimatus Safar
Kata walimatus safar terdiri atas kata walimah dan safar. Secara bahasa, walimah berarti berkumpul (al jam’u) dan safar artinya perjalanan. Kemudian, kata walimah dipakai untuk acara pesta yang dilakukan dengan cara mengundang banyak orang dan disiapkan untuk acara makan- makan. Akan tetapi, kata walimah lebih dikenal untuk acara pesta pernikahan, sedangkan walimatu al safar lebih dikenal dengan istilah ”selamatan haji”.
Sebenarnya, dalil syara’ tentang walimatus safar secara leterlek (harfiah) tidak ditemukan baik di dalam Al Quran maupun hadis Nabi SAW. Akan tetapi, hal ini tidak menunjukkan walimatu al safar dilarang sebab dalil-dalil yang berkenaan dengan hukum pamitan bagi orang yang hendak bepergian dan pentingnya silaturahim sesama Muslim, berkumpul untuk membaca Al Quran dan berdoa, serta memberi sedekah kepada kerabat dan tetangga, sangat banyak sekali. Kesimpulannya, walimatu al safar adalah suatu metode yang baik, bukan bidah, karena dapat menjalin silaturahim, sedekah makanan, dan menjalin keakraban.
Yang secara harfiah ada tuntunannya anjuran melakukan shalat sunah safar dua rakaat sebelum keberangkatan. Dianjurkan setelah membaca surat Fatihah untuk membaca surat Kafirun di rakaat pertama dan surat al-Ikhlas di rakaat kedua.
Imam al Nawawi mengatakan dalam kitab al Majmu’: ”disunnahkan ’al naqi’ah’, yaitu memberikan ucapan doa selamat dan menyediakan makanan bagi orang yang baru datang dari perjalanan dan bagi orang yang menyambut kedatangannya” (al Majmu’, juz IV h 400). Orang yang bepergian atau keluarganya menyiapkan acara sebagai rasa syukur atas keselamatan orang yang bepergian dan menjalin silaturahim yang tidak mungkin datang kepadanya satu per satu.
Suatu riwayat dari Jabir bin Abdillah bahwa ”Rasulullah SAW ketika datang ke Madinah menyembelih unta atau sapi”. Hadis riwayat Bukhari ini menunjukkan bahwa disyariatkan menyediakan makanan dalam rangka menyambut dan mensyukuri kedatangan orang dari bepergian dengan selamat, terutama sekali bagi orang yang datang menunaikan ibadah haji.
Hukum menghadiri undangan walimatu al safar ada dua pendapat sebagaimana dikatakan oleh Imam al Nawawi. Pendapat pertama, hukumnya wajib seperti menghadiri undangan walimatu al ’urs. Pendapat kedua, hukumnya sunah, adapun walimatu al ’urs hukumnya wajib.
Acara ratiban dilakukan untuk membaca ayat-ayat suci Al Quran, membaca selawat, dan mendoakan orang yang sedang melaksanakan ibadah haji agar diberi keselamatan dan mendapat haji mabrur. Acara seperti ini, baik dalam rangka pelaksanaan ibadah haji maupun lainnya, hukumnya sunah, jika dikerjakan mendapat pahala dan kalau ditinggalkan tidak berdosa. Rasulullah SAW bersabda: Umat Muslim yang berkumpul di suatu majelis membaca ayat-ayat suci Al Quran al Karim dan mengadakan majelis ilmu, maka Allah akan menurunkan rahmat kepada mereka” (HR Muslim).
Adapun gadis yang mukallaf dan telah mampu melaksanakan ibadah haji hukumnya wajib melaksanakannya dengan syarat harus disertai oleh muhrimnya, baik saudara atau orangtuanya. Jika melaksanakan ibadah haji sendirian tanpa disertai oleh muhrimnya, hukum ibadah hajinya sah, tetapi perjalanannya ma’siat. Diriwayatkan dalam sebuah hadis: ”Ketika Siti Aisyah RA suci dari haid setelah melaksanakan ibadah haji, lalu ia ditemani oleh saudaranya yang bernama Abdurrahman bin abi Bakar untuk mengambil miqat (tempat mulai melakukan ibadah) umrah dari Tan’im” (HR Bukhari).
KH. M. Cholil Nafis, Lc., MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar