Kamis, 27 Oktober 2011

(Ngaji of the Day) Sunnahnya Walimatus Safar

Sunnahnya Walimatus Safar

Bagi masyarakat muslim Indonesia, ibadah selalu diperlengkapi dengan berbagai macam tindakan yang menunjang ibadah itu sendiri, yang selanjutnya di kenal dengan tradisi. Sebagian banyak tradisi tersebut merupakan hasil dari keterpengaruhan antara budaya local dengan Islam. Kita mengenal ngabuburit, kultum, kolak, buka puasa bersama, mudik dan lainsebagainya di sekitar puasa. Kita juga mengenal tahlilan, talqin, tujuh hari dan seterusnya dalam tradisi kematian. Dan juga walimatus safar bagi ibadah haji. Hal ini merupakan karakter Islam Indonesia yang tidak dimiliki oleh Islam yang lain. Tradisi ini tidak muncul begitu saja, ia memiliki sejarah panjang. Sejarah itu menunjukkan bahwa berbagai tradisi tersebut dilahirkan melalui pemikiran yang dalam oleh para kyai dan ulama pendahulu melalui berbagai pertimbangan soiologis. Apa yang dilakukan para ulam terdahulu ini, bukanlah sekedar istinbath al-hukmi tetapi menciptakan lahan ibadah tersendiri yang dapat diisi dan dipenuhi dengan pahala bagi yang menjalankannya.

Di tengah gelombang globalisasi dan modernisasi, tradisi semacam ini haruslah dijaga untuk membentengi masyarakat dari individualism yang akut. Akan tetapi di kemudian hari, mereka yang tidak tahu dan tidak mau belajar sejarah menggugat beberapa tradisi itu dengan menganggapnya sebagai hal bid’ah, bahkan menghukumi para pelakunya sebagai pendosa. Naudzubillah min dzalik.

Begitu juga halnya dengan walimatussafar. Para ulama pendahulu tidak mungkin mewariskan tradisi kepada anak-cucunya sebuah bid’ah tanpa alasan. Terbukti dalam sebuah hadits diterangkan:

عن جابر بن عبدالله رضى الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم لماقدم المدينة نحر جزورا اوبقرة (صحيح البخارى, باب الطعم عند القدوم)

Artinya: Hadits diceritakan oleh Jabir bin Abdullah ra. Bahwa ketika Rasulullah saw datang ke madinah (usai melaksanakan ibadah haji), beliau menyembelih kambing atau sapi (Shahih Bukhari, babut Ta’mi indal qudum)

Begitu pula yang diterangkan dalam al-Fiqhul Wadhih

يستحب للحاج بعد رجوعه الى بلده ان ينحر جملا او بقرة او يذبح شاة للفقراء والمساكين والجيران والاخوان تقربا الى الله عزوجل كمافعل النبي صلى الله عليه وسلم

Artinya: Disunnahkan bagi orang yang baru pulang haji untuk menyembelih seekor onta atau sapi atau kambing untuk diberikan kepada faqir, miskin, tetangga, saudara. Hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt seperti yang dilakukan Rasulullah saw. (al-fiqhul wadhih minal kitab wassunnah, juz I . hal 673

Rasa syukur atas ni’mat yang begitu besar karena telah diberi kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji setelah melunasi ONH, diapresiasikan dalam bentuk walimatus sasfar yang dilakukan menjelang pemberangkatan. Di samping mengungkapkan rasa syukur, momen walimatus safar juga bermanfaat untuk berpamitan dan mohon do’a restu kepada para tetangga dan keluarga. Di sinilah kelebihan tradisi Islam di Indonesia. Selalu mempertimbangkan kebersamaan dan kekeluargaan dalam sebuah peribadatan, selain juga ridha Allah swt sebagai tujuan yang utama.

NU Online

1 komentar:

  1. Pertanyaan nya Ustadz:
    1. Menurut saya yang bodoh ini, Setiap perbuatan ibadah yang Rosululloh lakukan tidak mungkinlepas dari "permintaan" dari Alloh, jadi Rosululloh tentunya tidak membuat ibadah seenaknya saja, apa lagi hanya karena sosiologis masyarakat setempat dan sebagainya. Karena, menurut saya, Islam itu bukan untuk masyarakat setempat, Islam itu untuk seluruh umat manusia, sehingga tata cara ibadahnya pun harus sama antara setiap muslim dimanapun mereka berada. Nah kalau dikatakan bahwa bid'ah2 yang ustadz katakan tadi merupakan karakter dari umat Islam Indonesia saja, Lha, Ulama2 Indonesia zaman dahulu itu apakah pernah menerima wahyu berkaitan dengan ibadah "bid'ah" tersebut??? Trus kenapa bisa dikatakan sunnah, padahal Nabi tidak pernah melakukannya, Sunnahkan pengertiannya adalah semua perkataan, tindakan, yang beliau anjurkan dan beliau larang untuk dicontoh umat Islam ini. Kalau kemudian Ulama Indonesia zaman dahulu membuat-buat tata cara ibadah tersendiri, dari mana mereka tahu kalau cara-cara itu diridhoi Alloh, Padahal Alloh hanya memberitahukan ibadah yang diridhoinya hanya kepada satu orang, Yaitu Rosululloh sendiri, yang kemudian diberitahukan kepada umat Islam. Jujur saja masih gak masuk ke logika saya apa yang diperbuat ulama yang suka berbuat kebid'ahan, padahal sudah jelas apa yang dilakukan oleh Rosululloh adalah yang paling sempurna, apa mereka kurang puas ya Ustadz...??

    2. Dalil yang dipakai ustdaz kok kayaknya gak nyambung yah, setahu saya Walimatussafar itu dilakukan oleh (mungkin cuma) muslim Indonesia sebelum berangkat haji, kok pakai dalil setelah Rosululloh pulang dari Haji, Selain itu tidak ada keterangan yang menunjukkan bahwa Rosululloh melakukannya untuk kepentingan walimah ba'da haji, dan sangat besar kemungkinannya bukan untuk selamatan, namun mungkin untuk kebutuhan biasa saja. Buktinya tidak ada keterangan yang menunjukkan bahwa para sahabat juga mengikuti tindakan Rosululloh tersebut. Kalau memang menjadi sunnah Nabi, tentunya sudah menjadi kebiasaan masyarakat Islam jaman itu sepeninggal Rosul, tetapi kenyataannya tidak ada keterangan mengenai itu. Ditambah lagi Ustadz membangga-banggakan walimatussafar itu ciri khas mayarakat Indonesia saja. Berarti bukan sunnah Islam yang sebenarnya, tetapi cuma dibuat-buat oleh orang Indonesia dan dibilang-bilang sebagai sunnah, padahal gak ada dalil. Mohon tanggapannya ya Ustdaz... :)

    BalasHapus