Senin, 14 Agustus 2017

(Ngaji of the Day) Hukum Perkawinan Beda Jauh Usia dan Ketimpangan Jenjang Pendidikan



Hukum Perkawinan Beda Jauh Usia dan Ketimpangan Jenjang Pendidikan

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, kita mengenal konsep sekufu atau kafaah dalam perkawinan yang merujuk pada kesetaraan antara suami dan istri. Bagaimana kalau keduanya terpaut usia yang begitu jauh jaraknya atau ketimpangan jenjang pendidikan. Bukankah jarak usia keduanya yang terpaut jauh dan ketimpangan soal pendidikan itu jelas menyalahi konsep sekufu (kafaah) yang disyariatkan? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Sidik – Malang

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Perkawinan dua insan merupakan sunatullah. Hanya saja sebelum masuk ke dunia rumah tangga, keduanya perlu mempertimbangkan masalah kafaah (sekufu), semacam kesetaraan atau kesepadanan sejumlah hal di antara keduanya.

Ulama dari pelbagai madzhab menetapkan sejumlah kriteria yang berkaitan dengan kafaah meski sebagiannya masih diperselisihkan di kalangan mereka. Kriteria kafaah yang mereka tetapkan adalah soal integritas keagamaan (kesalehan, kezuhudan, ketakwaan), Islam, status merdeka (bukan budak), nasab/manshib, harta/pendapatan, profesi/mata pencarian, dan bersih dari kekurangan yang membolehkannya khiyar dalam perkawinan seperti gangguan jiwa, kusta, lepra.

Perihal status kafaah ini pandangan para ulama setidaknya terbelah menjadi dua. Kalangan pertama, yaitu At-Tsaury, Hasan Al-Bashri, dan Al-Karkhi, menempatkan kafaah di luar syarat sah akad perkawinan dan di luar syarat mengikatnya perkawinan secara mutlak. Bagi kelompok ini, perkawinan pasangan suami-istri yang tidak sekufu tetap sah dan mengikat.

Kalangan kedua, jumhur ulama termasuk empat madzhab di dalamnya, menempatkan kafaah sebagai syarat mengikatnya perkawinan, bukan syarat sah akad perkawinan. Konsekuensi hukumnya, akad nikah tetap sah. Sedangkan para wali dari pihak istri dan istri itu sendiri dapat mengajukan hak gugatan fasakh akad. Tetapi jika mereka menggugurkan hak gugatan itu, maka akad perkawinan keduanya mengikat. Pasalnya, bagi ulama kelompok kedua ini, keharmonisan serta kebahagiaan yang menjadi tujuan dari pembinaan rumah tangga dan buah dari perkawinan tidak dapat terwujud pada umumnya tanpa kafaah di antara keduanya.

Lalu bagaimana dengan jarak usia yang selisihnya cukup jauh dan status pendidikan yang timpang di antara keduanya?

هذه هي خصال الكفاءة، أما ما عداها كالجمال والسن والثقافة والبلد والعيوب الأخرى غير المثبتة للخيار في الزواج كالعمى والقطع وتشوه الصورة، فليست معتبرة، فالقبيح كفء للجميل، والكبير كفء للصغير، والجاهل كفء للمثقف أو المتعلم، والقروي كفء للمدني، والمريض كفء للسليم  لكن الأولى مراعاة التقارب بين هذه الأوصاف، وبخاصة السن والثقافة؛ لأن وجودهما أدعى لتحقيق الوفاق والوئام بين الزوجين، وعدمهما يحدث بلبلة واختلافاً مستعصياً، لاختلاف وجهات النظر، وتقديرات الأمور، وتحقيق هدف الزواج، وإسعاد الطرفين

Artinya, “Semua itu merupakan kriteria kafaah. Selain kriteria yang sudah disebutkan itu, soal kecantikan, usia, pendidikan, domisili, atau kekurangan yang tidak membolehkan khiyar pada perkawinan seperti tunanetra, tunadaksa, atau buruk rupa (jelek) tidak dihitung sebagai kriteria kafaah. Karenanya si buruk rupa dan yang rupawan; yang tua dan yang muda, si bodoh dan mereka yang terdidik atau terpelajar; orang desa dan orang kota; serta orang sakit dan mereka yang sehat, tetap kafaah (sekufu) dalam perkawinan.

Tetapi jarak perbedaan semua sifat tadi di antara keduanya sebaiknya tetap berdekatan (tidak terlalu jauh–pen.) terlebih lagi pada masalah usia dan pendidikan (lebih tepatnya keterdidikan–pen.) karena kafaah pada usia dan keterdidikan memicu lebih kuat kehadiran pengertian dan keharmonisan di antara keduanya. Ketiadaan kafaah pada dua masalah ini lazimnya melahirkan kekacauan dan pertikaian tajam karena perbedaan sudut pandang, perselisihan asumsi/penilaian atas sejumlah masalah, perbedaan tujuan perkawinan, dan perbedaan (cara) membahagiakan satu sama lain,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H, juz 7, halaman 247-248).

Dari keterangan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa akad perkawinan pasangan yang tidak sekufu sah. Terlebih lagi perbedaan latar belakang yang tidak masuk dalam kriteria kafaah seperti soal usia, keterdidikan, domisili, kadar ketampanan-kecantikan, tidak mempengaruhi keabsahan akad nikah keduanya meskipun pautannya cukup jauh.

Hanya saja meskipun tidak termasuk kriteria kafaah, kita perlu mempertimbangkan terutama masalah beda usia dan keterdidikan sebelum melangkah ke jenjang akad perkawinan. Kalau selisih kecil dan beda tipis dalam masalah keduanya, hal ini sudah lazim dan jamak. Tetapi kalau selisih besar dan beda jauh dalam masalah usia dan keterdidikan, keharmonisan dan kebahagiaan yang langgeng dan sentosa sebagai tujuan perkawinan dikhawatirkan kandas di tengah jalan.

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar