KHOTBAH JUM'AT
Memahami Kewajiban Melaksanakan Ibadah Haji
Khutbah I
اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وعلى اله وأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أما بعد: فيايها الإخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى في القران الكريم: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمان الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صدق الله العظيم
Sidang Jum’at rahimakumullah,
Ibadah haji merupakan salah satu dari kelima
Rukun Islam, yakni sebagai rukun terakhir setelah syahadat, shalat, puasa dan
zakat. Perintah menunaikan ibadah haji adalah sebagaimana termaktub dalam
Al-Qur’an, Surah Ali Imran, Ayat 97 sebagai berikut:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke
Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa ibadah haji
itu wajib. Tetapi hukum wajib itu dikaitkan dengan kemampuan karena ibadah ini
merupakan sebuah perjalanan yang membutuhkan kemampuan materi dan kekuatan
fisik. Bila sebuah ibadah dikaitkan langsung dengan kemampuan para hamba-Nya,
maka terdapat hikmah tertentu yang menunjukkan kebijaksanaan Allah SWT.
Orang-orang beriman akan menerima ketentuan tersebut tanpa berat hati.
Di sisi lain, dikaitkannya ibadah haji dengan
kemampuan para hamba-Nya menunjukkan kasih sayang Allah SWT yang besar terhadap
mereka. Semua ini sebagaimana telah ditegaskan di dalam Al-Qur’an, Surah
Al-Baqarah, Ayat 286:
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang
melainkan menurut kesanggupannya.”
Hal yang sama juga ditegaskan dalam Surah Al
Maidah, Ayat 6:
مَا يُرِيْدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ
Artinya: “Allah tidak menginginkan bagi
kalian sesuatu yang memberatkan kalian.”
Selain di dalam Al-Qur’an, perintah ibadah
haji juga disebut di dalam hadits Rasulullah SW. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda dalam suatu
pidatonya:
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا. فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ
Artinya: “Wahai sekalian manusia, sungguh
Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka berhajilah kalian!” Seseorang
berkata: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?” Beliau terdiam sehingga orang
tersebut mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Kalau
aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi kalian dan kalian tidak akan sanggup.”
Kemudian beliau berkata: “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan kepada kalian.
Sesungguhnya orang sebelum kalian telah binasa karena mereka banyak bertanya
yang tidak diperlukan dan menyelisihi nabi-nabi mereka. Jika aku memerintahkan
sesuatu kepada kalian maka lakukanlah sesuai dengan kesanggupan kalian. Dan
bila aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah.”
Dari hadits tersebut dapat diketahui secara
jelas bahwa kewajiban menjalankan ibadah haji hanya sekali seumur hidup.
Selebihnya tidak wajib. Ibadah haji kemanfaatannya lebih banyak untuk diri
sendiri daripada untuk orang banyak. Misalnya, dengan berhaji seseorang dapat
mencapai kesalehan personalnya karena berarti telah melaksanakan salah satu
perintah-Nya.
Dalam konteks Indonesia, dengan berhaji
seseorang juga mendapat pengakuan status sosial tertetu di masyarakat dengan
adanya gelar “Haji” atau “Hajjah” yang disandangnya. Selain itu, dengan berhaji
ke Mekah Saudi Arabia, seseorang memiliki pengalaman berkunjung ke luar negeri
yang di masa sekarang umumnya menggunakan pesawat terbang. Ini merupakan
pengalaman luar biasa karena tidak setiap orang mendapat kesempatan seperti
itu.
Kemanfaatan ibadah haji seperti itu berbeda
dengan zakat atau sedekah yang kemanfaatannya lebih banyak dirasakan langsung
oleh orang lain maupun diri sendiri. Maka bisa dimengerti ibadah zakat
diwajibkan setiap tahun sekali, sedangkan ibadah haji hanya sekali selama
hidup.
Sidang Jum’at rahimakumullah,
Menunaikan ibadah haji hendaknya tidak
ditunda-tunda sebab kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Bisa
jadi kita akan sakit atau malah mengalami kemunduran secara ekonomi, atau malah
sudah meninggal dunia. Hal-hal seperti ini bisa menghilangkan kesempatan ibadah
haji yang sebenarnya sudah ada di tangan.
Hilangnya kesempatan itu tidak berarti Allah
SWT belum memanggil kita. Dengan diwajibkannya menunaikan ibadah haji
sebagaimana termaktub dalam Al Quran dan Hadits, sesungguhnya setiap orang
sudah dipanggil Allah SWT untuk menunaikan ibadah tersebut. Tentu saja bagi
mereka yang memang sudah mampu hendaknya segera memenuhi panggilan itu
sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيْضُ وَتَضِلُّ الضَالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ
Artinya: “Barangsiapa hendak melaksanakan
haji, hendaklah segera ia lakukan, karena terkadang seseorang itu sakit,
binatang (kendaraannya) hilang, dan adanya suatu hajat yang menghalangi.”
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
مَنْ لَمْ تَحْبِسْهُ حَاجَةٌ ظَاهِرَةٌ ، أَوْ مَرَضٌ حَابِسٌ ، أَوْ سُلْطَانٌ جَائِرٌ وَلَمْ يَحُجَّ ، فَلْيَمُتْ إِنْ شَاءَ يَهُودِيًّا وَإِنْ شَاءَ نَصْرَانِي
Artinya: “Siapa saja mati (sebelum
mengerjakan haji) tanpa teralangi oleh kebutuhan yang nyata, penyakit yang
menghambat ataupun penguasa yang dzalim, bolehlah ia memilih saja mati sebagai
seorang Yahudi atau Nasrani”.
Kedua hadits tersebut menunjukkan bahwa
menunda-nunda ibadah haji padahal benar-benar sudah mampu dan semua keadaan
memungkinkan, merupakan hal yang sangat tidak baik. Rasulullah SAW sampai
mempersilakan orang seperti itu untuk memilih mati saja sebagai orang Yahudi
ataupun Nasrani. Na’udzu billahi min dzalik.
Sidang Jum’at Rahimakumullah
Lalu bagaimana dengan mereka yang belum mampu
menunaikan ibadah haji karena memang tidak mampu atau miskin? Rasulullah SAW
pernah bersabda dalam suatu hadits yang diriwayatkan Abu Nu’aim al-Qudha’i dan
Ibnu ‘Asakir dari Ibnu ‘Abbas, sebagaimana termaktub dalam Kitab Al-Jami’ush
Shaghir, berbunyi:
الجمعة حج الفقراء
Artinya: “Shalat Jum’at adalah hajinya
orang-orang miskin”.
Maksud hadits tersebut adalah shalat Jumat di
masjid bagi orang-orang yang tidak mampu sama pahalanya dengan menunaikan
ibadah haji ke Tanah Suci. Beberapa pihak menilai hadits di atas lemah. Tetapi
sebagai upaya untuk mendorong orang-orang yang belum mampu menunaikan ibadah
haji karena memang miskin, hadits ini sangat baik untuk diperhatikan agar
mereka secara istiqamah dapat melaksanakan jamaah shalat Jumat di masjid. Siapa
tahu dengan istiqamah jamaah shalat Jumat, Allah SWT pada saatnya benar-benar
memberikan kesempatan kepada mereka menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci di
Makkah Al Mukarromah. Amin ... amin ... ya Rabbal Alamin...
Terlepas dari status hadits di atas, hadits
tersebut sebetulnya menunjukkan keadilan di dalam Islam bahwa orang-orang yang
tidak mampu melaksanakan ibadah haji tetap memiliki kesempatan yang sama dalam
mendapatkan pahala yang besar, yakni dengan berjamaah shalat Jum’at secara
istiqamah terutama di masjid. Dengan demikian, maka ajaran Islam tidak
memiggirkan atau membuat kecil hati orang-orang lemah karena Islam adalah agama
rahmatan lil alamin yang penuh kasih sayang.
جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam
Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar