Jumat, 18 Agustus 2017

Nasaruddin Umar: Makna Simbolis Kabah



Makna Simbolis Kabah
Oleh: Nasaruddin Umar

KABAH adalah bangunan suci pertama di bumi yang dibangun malaikat atas perintah Tuhan. Kabah mempunyai unsur yang berasal dari surga yang berfungsi menjemput anak manusia di bumi penderitaan untuk kembali ke surga kenikmatan. Hal ini sesuai dengan ayat: "Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. (QS Ali Imran/3:96). Kabah juga berfungsi untuk menenangkan kembali hati dan pikiran Adam dan Hawa beserta anak cucu mereka.

Yang lebih penting Kabah mendekatkan kembali anak manusia setelah berjauhan dari Tuhannya. Tidak ada bentuk penderitaan paling pedih selain hamba berjarak dengan Tuhannya. Itulah sebabnya Allah SWT menurunkan sebuah ayat dalam rangkaian drama kosmik di dalam Surah Al-Araf berikut ini: "Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS Al-Araf/7:26).

Penyelamatan diri setelah tersesat karena pelanggaran ialah menutupi aurat sebagai simbol dosa dan kemaluan (rasa malu). Penutup aurat dan sekaligus dilengkapi dengan perhiasan dan aksesori ialah pakaian ketakwaan (libas al-taqwa). Pakaian ketakwaan inilah yang mampu menutupi aurat kelemahan dan dosa kita sebagai umat manusia. Ingat kembali ketika kita mandi ihram sebelum menunaikan haji. Kita telanjang bulat. Kemudian kita membersihkan diri dengan air dalam bentuk mandi sunat untuk ihram.

Setelah itu kita menggunakan pakaian khusus yang membalut lekuk-lekuk tubuh kita. Sepotong kain ihram putih tak berjahit, sekaligus mengingatkan kita sebagai pakaian di dalam liang lahat. Tidak ada satu pun menyertai kita selain selembar kain itu. Tidak ada atribut dan tanda pangkat dan jabatan. Tidak ada juga berbagai jenis harta kekayaan yang kita miliki. Pakaian ketakwaan tidak pernah hancur bersama hancurnya tubuh sekali pun. Pakaian ini yang menyertai dan sekaligus membela kita sepanjang masa hingga di alam barzah.

Hikmah terbesar yang kita peroleh dari drama kosmik ini ialah kita tidak boleh jatuh di dalam lubang yang sama seperti kata pepatah. Ayat Alquran juga menyatakan hal yang sama: "Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman." (QS Al-Araf/7:27).

Peringatan Allah SWT akan sangat terasa jika kita berada di dalam rangkaian ibadah haji. Di situ secara psikologis kita berada di dalam sebuah alam yang lain. Kita bisa bepergian ke tempat-tempat istimewa di seluruh penjuru dunia, termasuk ke planet lain dengan pesawat ulang-alik sekalipun. Namun, kita tidak pernah merasakan perasaan seperti ketika kita sedang menunaikan ibadah haji. Betapa tidak, ibadah haji itu merupakan miniatur perjalanan kosmik. Kita sedang menjadi aktor atau aktris di dalam drama kosmik itu. Perjalanan ibadah haji bagaikan tapak tilas siklus perjalanan kosmik. Kita seolah menjadi pemeran utama di dalam drama kosmik itu.

Dan yang amat penting, kita terasa berada di dalam perjalanan pulang ke kampung halaman rohani kita di surga, tempat nenek moyang kita Adam dan Hawa diciptakan. Tempat para nabi dan para kekasih Tuhan yang lainnya. Bahkan kita pun merasa bagian dari kekasih Tuhan yang diundang secara khusus ke rumah-Nya, Baitullah, rumah pembebasan (bait al-atiq). []

MEDIA INDONESIA, 18 Agustus 2017
Nasaruddin Umar | Imam Besar Masjid Istiqlal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar