Silaturahim
Lintas Agama
Oleh:
Nasaruddin Umar
SEJAK
awal kehadirannya, Islam mengharuskan umatnya bersilaturahim dengan umat-umat
lain. Silaturahim dalam arti menjalin tali kasih dengan siapa pun sesama
makhluk Tuhan. Allah SWT mencontohkan berdialog dengan iblis dan memenuhi
permintaannya untuk dipanjangkan hidupnya sepanjang hidup umat manusia (QS
Shad/38:75-85). Ketika Rabi'ah Adawiyah ditanya apakah engkau membenci iblis?
Ia menjawab, "Cintaku sudah memenuhi semua ruang dalam tubuhku sehingga
tidak ada lagi tempat untuk membenci kepada siapa pun. Pengakuan iblis di atas
mengaku bahwa semua orang akan takluk di hadapanku, 'kecuali hamba-Mu yang
mukhlashin' (Illa min 'ibadik al-mukhlashin)."
Hubungan
silaturahim tidak dipilah dan dibedakan atribut-atribut primordial manusia,
seperti agama, ras, etnik, suku bangsa, negara, warna kulit, jenis kelamin, dan
bahasa. Alquran menegaskan, "Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak
cucu Adam (QS al-Isra'/17:70)."
Tuhan tidak menggunakan redaksi 'Allah memuliakan orang-orang Islam' (wa laqad karramna al-muslimun). Ini artinya siapa pun sebagai anak cucu Adam wajib dihormati sebagai manusia. Alquran juga menggagas konsep 'ukhuwah imaniyah', persaudaraan orang-orang yang berkeimanan.
Alquran
mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu
damaikanlah saudaramu (QS al-Hujurat/49:10)." Tuhan tidak mengatakan,
"Sesungguhnya orang-orang Islam itu bersaudara (innamal muslimin
ikhwah)." Ini artinya pengakuan terhadap orang-orang yang beriman. Soal
keimanannya itu benar atau salah adalah persoalan lain dan itu lebih merupakan
urusan Allah SWT. Alquran menegaskan, "Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu (QS
al-Hujurat/49:13)." Keluasan wawasan tokoh-tokoh NU pernah menggagas
sinergi tiga konsep ukhuwah yang hidup di dalam wadah NKRI, yaitu persaudaraan
kemanusia (ukhuwah basyariyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah),
dan persaudaraan keislaman (ukhuwah islamiah).
Tidak
boleh atas nama salah satu konsep ukhuwah digunakan untuk merusak tatanan
ukhuwah yang sudah mapan. Allah SWT dengan tegas mengatakan Allah tiada
melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah
hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu
karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu.
Dan
barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang
yang lalim. (QS al-Mumtahinah/60: 7-8). Nabi juga pernah menegaskan,
"Barang siapa yang menzalimi orang-orang yang menjalin perjanjian damai
(mu'ahhad) atau melecehkan mereka, atau membebaninya sesuatu di luar
kesanggupannya, atau mengambil hartanya tanpa persetujuannya, maka saya akan
menjadi lawannya nanti di hari kemudian (HR Bukhari-Muslim)." Hadis sahih
lain yang menceritakan Nabi memerintahkan untuk menyalatgaibkan sahabat Nabi,
yaitu Raja Najasy, ketika sampai kabar kematian kepadanya. Sahabat pun
melakukan salat gaib dengan empat kali takbir di masjid dan mendoakannya (HR
Bukhari No 3.880-3.881).
Riwayat
dari jalur Imam Muslim juga hampir sama redaksinya. Jika silaturahim internal
sesama makhluk mikrokosmos bisa terwujud, itu akan memudahkan terjalinnya
ukhuwah komprehensif dengan kelompok masyarakat nonmuslim. Silaturahim dengan
umat agama lain merupakan suatu keniscayaan. Khusus umat Islam Indonesia,
sebaiknya kita meninggalkan ulah sejumlah oknum yang membakar masjid 'Baitul
Muttaqin' Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, saat umat Islam salat Idul Fitri
beberapa tahun lalu. Pembakaran rumah-rumah ibadah bukan kepribadian bangsa
Indonesia. []
MEDIA
INDONESIA, 11 August 2017
Nasaruddin
Umar | Imam Besar Masjid Istiqlal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar