Jumat, 25 Agustus 2017

Kharisma TGH Saleh Hambali di Lombok Timur



Kharisma TGH Saleh Hambali di Lombok Timur

Pengaruh TGH Saleh Hambali, Bengkel, masih terasa sampai hari ini di kalangan pimpinan pesantren dan tuan guru di Lombok. Walau Tuan Guru Bengkel sudah meninggal dunia puluhan tahun silam, pengaruh dan kharismanya masih melekat di hati sebagian tuan guru yang memiliki garis keilmuan dengan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di pulau Lombok. Salah satunya ketika saya menyebut nama beliau kepada Pimpinan Ponpes Hidayatul Islamiah (HI) Bagek Nyaka, Aikmel Lombok Timur, TGH Abdul Azim.

“Kalau mendengar nama Tuan Guru Saleh Hambali, badan saya langsung merinding. Namanya, rasanya dekat sekali di hati ini,” kata TGH Abdul Azim sambil mendekatkan tangan kanannya di depan dadanya.

Hal itu beliau katakan kepada saya dan Ustadz Zamzami Azwar, cucunya, ketika saya menyebut nama Syuriyah kedua Nahdaltul Ulama (NU) Lombok itu, Senin (22/5) siang di rumahnya usai menghadiri acara Tasyakuran Santri Menyambut Ramadhan, Pelepasan Santri MA, dan Haul Ke-9 almarhum TGH Muchsinin Bagak Nyaka.

“Saya tidak pernah bertemu langsung dengan beliau, hanya pernah melihat fotonya saja,” katanya.

Ungkapan beliau itu menunjukkan besarnya pengaruh TGH Saleh Hambali kepada para tuan guru di Lombok. Pengakuan itu juga menegaskan garis keilmuan dan sikap hormat (takzim) seorang murid yang tidak pernah putus walau sang guru telah puluhan tahun meninggal dunia.

Bagi kalangan pesantren, pengakuan seperti itu tidak terlalu mengagetkan karena saya percaya bahwa orang-orang alim, orang-orang yang kualitas ibadahnya tidak sama dengan kita orang kebanyakan memiliki kedekatan personal antarmereka meski tidak bertemu secara fisik. Termasuk dengan orang yang sudah meninggal dunia. Fisik boleh terkubur dan hancur tapi jiwa (roh) bisa terhubung secara batin dengan orang yang masih hidup. Memang hal itu susah dijelaskan secara rasional karena terbatasnya akal, ilmu, dan amal kita. Tetapi bagi orang yang mendalami dan mempelajari hal itu akan percaya dan yakin akan hal ini.

Ia bercerita, bagaimana ayahandanya almarhum TGH Muchsinin yang dulu berguru kepada TGH Badarudin, Masbagek. Saat itu belum ada kendaraan bermotor seperti sekarang. Agar bisa mengaji, beliau jalan kaki bolak-balik dari Aikmel-Masbagek.

“Saking sakitnya (susahnya hidup) saat itu, mereka sampai terpaksa memetik kelapa muda dan tebu milik orang Anjani untuk mengisi perutnya karena kelaparan setelah mengaji,” katanya.

TGH Badarudin sendiri merupakan murid TGH Umar Kelayu, salah seorang gurunya para tuan guru di pulau Lombok. Salah seorang murid TGH Umar Kelayu di Lombok Barat yang masyhur adalah TGH Saleh Hambali, Bengkel. Jadi TGH Muchsinin masih memiliki nasab dan jaringan keilmuan dengan TGH Umar dan TGH Saleh Hambali melalui TGH Badar.

Dalam buku Pemikiran Islam Lokal TGH M Shaleh Hambali Bengkel karya H Adi Fadli disebutkan selaku muridnya, TGH Saleh Hambali sempat mengedit dan menerbitkan kitab Al-Luklu’il Masyur karya gurunya, TGH Umar Kelayu. Kitab itu pula yang dihadiahkan kepada Wakil Presiden RI Muhammad Hatta yang berkunjung ke Pesantren Darul Quran, Bengkel pada 14 April 1952.

Hatta sendiri datang ke Bengkel dua tahun setelah kedatangan Presiden Sukarno tahun 1950. Saat itu TGH Saleh Hambali sempat memberikan tongkat kepada sang presiden RI sebagai kenang-kenangan. Salah satu murid datuk TGH Saleh Hambali yang masih hidup saat ini, TGH Lalu Turmuzi Badarudin, Bagu, salah seorang Mustasyar PBNU.

Banyak hal yang beliau ajarkan, pesankan, dan ingatkan kepada saya di bawah pohon nangka yang rindang itu sampai menjelang mata hari tenggelam di ufuk barat. Kalau saya ketegorikan pesan-pesan itu sebagai “ilmu dalam” dan “ilmu luar” yang kurang pas untuk diceritakan semua. Cukup untuk renungan dan bahan introspeksi diri sendiri agar menjadi pribadi yang selalu (ingat) ridha dengan qadha-qadar Allah SWT.

Doa saya untuk beliau, “Semoga selalu dikaruniai kesehatan, panjang umur bersama seluruh keluarganya sebagai penjaga benteng kultural agama Islam yang menjadi pegangan warga nahdliyin di Lombok Timur.” []

(Yusuf Tantowi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar