Ukhuwah Imaniyah
Oleh: Nasaruddin Umar
GAGASAN kemanusiaan fundamental dari Alquran, salah satunya, ialah
ukhuwah imaniyah. Alquran ialah kitab suci yang paling tegas menyatakan
persaudaraan orang-orang yang memiliki keimanan, sebagaimana ditegaskan dalam
ayat, 'Innamal mu’minuna ikhwah, fa ashlihu baina akhawaikum...' (Sesungguhnya
orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah saudaramu/QS
Al-Hujurat/49:10). Tuhan tidak mengatakan, 'Innamal muslimuna ikhwah'
(Sesungguhnya orang-orang Islam bersaudara).
Ini mengisyaratkan pengakuan terhadap orang-orang yang beriman.
Urusan keimanan seseorang adalah urusannya sendiri, sebagaimana ditegaskan
Nabi, "Kita hanya menghukum apa yang tampak, dan Allah menghukum apa yang
tidak tampak." Hadis ini sebagai teguran keras terhadap panglima
perangnya, Usamah, yang membunuh musuh yang sudah bersyahadat meskipun menurut
Usamah itu hanya untuk menyelamatkan diri. Semenjak teguran terhadap Usamah,
tidak terekam lagi adanya kriminalisasi berbasis keimanan.
Upaya untuk mewujudkan doktrin ini, Nabi tidak hanya menganjurkan
toleransi terhadap penganut agama lain, tetapi juga mencontohkannya sekaligus.
Banyak tokoh hanya bisa bicara tentang toleransi, tetapi dalam sikap dan
tindakan mereka berbeda dengan apa yang sering dibicarakan. Nabi dan para
sahabatnya tidak pernah sedikit pun ragu untuk bekerja sama dan bertoleransi
dengan orang-orang non-Islam karena dasarnya di dalam Alquran bergitu banyak
dan begitu tegas.
Ayat-ayat itu, antara lain, Allah tiada melarang kamu untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu (QS Al-Mumtahinah/60:
7-8). Jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan
kepadamu, lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian
antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum
yang tidak mengetahui (QS Al-Taubah/9: 6).
Dalam suatu peristiwa Nabi menerima delegasi nonmuslim yang
terdiri atas tokoh-tokoh lintas agama berjumlah 60 orang, 14 orang di antara
mereka dari kelompok Kristen Najran. Rombongan tamu dipimpin Abdul Masih.
Rombongan itu diterima di masjid dengan penuh persahabatan. Bahkan menurut
Muhammad ibn Ja’far ibn al-Zubair, sebagaimana dikutip Abdul Muqsith dalam
kitab Al-Shirat al-Nabawiyyah, karya Ibn Hisyam, Juz II, h 426-428, ketika
waktu kebaktian tiba, rombongan tamu Rasulullah ini melakukan kebaktian di
dalam masjid dengan menghadap ke arah timur. Ia tidak membeda-bedakan tamu
berdasarkan kelas dan status sosial.
Luar biasa riwayat ini. Ini sekaligus membuktikan bahwa Nabi
pantas dikagumi semua orang tanpa membedakan agama, suku, dan golongan. Pantas
kalau ia dinobatkan sebagai peringkat utama dari 100 tokoh terkemuka yang
pernah dilahirkan di muka bumi ini oleh Michael Hart, atau tokoh utama di
antara 11 tokoh yang pernah lahir di muka bumi ini oleh Thomas Carlile.
Yang paling penting bagi kita semua bagaimana kearifan Nabi ini
bisa diikuti semua pihak. Nabi Muhammad SAW, tokoh yang sering disebut lahir
jauh melampaui kurun waktunya ini, betul-betul menarik untuk dikaji.
Kebijakan-kebijakan dan statement-statement-nya selalu tepat untuk semua orang
dan di setiap waktu. Hampir-hampir tidak pernah ada orang yang tersinggung pada
setiap kebijakan dan statement-nya. Kita tentu merindukan sosok orang seperti
ini. Mungkinkah bangsa Indonesia menjadikan kepribadian seperti ini sebagai
kepribadian nasional? []
MEDIA INDONESIA, 28 July 2017
Nasaruddin Umar | Imam Besar Masjid Istiqlal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar